masalah tanpa memikirkan resiko yang parah. Saat ini usiaku 14 tahun. Di usia ini sungguh banyak masalah yang sudah aku lalui. Aku selalu bepikir, apakah masalah selanjutnya akan lebih berat dari sebelumnya? Tapi, jelas aku tidak mau menyerah begitu saja.
Aku adalah seorang anak sulung dari dua bersaudara. Sebagai anak tertua aku harus berani menghadapi semuaOleh ibu dan ayah aku dididik untuk menjadi anak perempuan yang tangguh untuk menghadapi kerasnya dunia. Terlebih didikan ibu selalu mengena di hati. Ibu menasehatiku agar aku bisa menjadi anak yang sukses dan bahagia kedepannya.
"Nak, kamu jangan menyerah hanya karena omongan orang lain. Ibu yakin kamu akan bisa sukses tapi caramu berbeda dengan orang lain. Jangan pernah kamu takut menghadapi masalah jika kamu tidak melakukan kesalahan. Lawan, Nak! Kamu pasti bisa membuktikan ke mereka kalau kamu adalah yang terbaik. Ibu tidak pernah mengajarimu lemah hanya karena ocehan dari orang yang tak tahu kehidupanmu yang sebenarnya," tutur ibu lembut. Nasihat itu membuat hatiku tersentuh. Ya, aku bisa! Aku pasti bisa!
Berkat motivasi ibu aku jadi lebih semangat untuk hari-hari kedepannya. Tak ada kata lelah untuk belajar banyak hal. Mulai dari melatih publik speaking yang baik dan benar serta mengikuti organisasi inti dari sekolah tempatku belajar. Aku memberanikan diri untuk semua hal-hal itu, jika terus menerus merasa malu dan tidak percaya diri. kapan aku bisa sukses di usia muda dan membuktikan pada mereka bahwa aku bisa. Tekadku sudah bulat. Sembari menggenggam salah satu buku novel yang telah di terbitkan oleh sepupu perempuanku, aku berazam dalam hati bahwa aku harus sukses. Sepupuku perempuanku memberi banyak motivasi. Segudang ilmu yang ia dapatkan ia bagikan padaku melalui novel ini.
Aku sadar bahwa menjadi dewasa tak semudah yang kupikirkan. Dulu aku ingin cepat-cepat tumbuh menjadi dewasa. Sekarang aku sudah dewasa dan aku tahu bahwa menjadi dewasa tak semenyenangkan itu. Aku rindu masa kecilku yang dimanja oleh ayah dan ibu. Setiap bangun tidur selalu digendong dan ditimang. Aku rindu diajak jalan-jalan keliling kota oleh ayah dan ibu. Aku rindu saat-saat aku tidak pernah merasai sedih atapun memikirkan hal-hal yang membebankan pikiran.
Sekarang semua sudah berbeda semenjak usiaku memasuki belasan. Setiap kali aku merenung, berbagai macam pikiran yang melintas di dalam otakku. Aku takut tidak bisa memenuhi harapan orang tua. Aku takut aku gagal. Hingga menangis adalah hal biasa yang aku lakukan setiap kali masalah menghantui pikiran dan hati. Bukankah menjadi putri kecil ayah dan ibu sangatlah membahagiakan dibanding menjadi harapan pertama di keluarga?
Belum lagi cemoohan itu pada keluargaku. Orang-orang yang mematahkan semangatku. Aku berjanji kepada diri sendiri bahwa aku bisa menjadi anak pertama yang berjuang tanpa backingan ayahku. Aku akan membuktikan kepada orang-orang yang menginjak-injak keluarga harmonisku dengan sesuka hatinya bahwa aku bisa berhasil.
Aku bisa mendengarkan semua suara busuk mereka walau sebenarnya tak terdengar oleh telinga ku sendiri. Aku akan membiarkan mereka sesuka hati. Akan kubuat orang-orang itu melongo nanti saat aku sudah menjadi dokter, perawat, polwan, CEO, pegawai atau entrepreuner muda yang sukses sekalipun aku harus merangkak untuk meraih itu semua.
Ayo, bangkitlah dari mulut orang-orang yang merasa tinggi itu teman-teman. Buat mereka tak menyangka bahwa seorang anak dari keluarga yang mereka jelek-jelekkan bisa sukses tanpa mereka ketahui proses perjalanan anak itu. Selalu meminta perlindungan kepada Allah di setiap prosesmu. Percayalah Allah akan membuat perjalananmu mudah seperti melewati jalan yang tak ada kerikil sebiji pun. Terus menerus berusaha. Usaha tak akan menghianati hasil di kemudian harinya.
Penulis : Ajeng Maulaya (Siswi SMPN 1 Dompu)
Editor : Rosendah Dwi Maulaya
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H