Mohon tunggu...
Rosendah DwiMaulaya
Rosendah DwiMaulaya Mohon Tunggu... Penulis - Mahasiswa Universitas Darussalam Gontor

Penulis Amatiran

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Titik Pemberhentian

3 Juli 2024   09:51 Diperbarui: 3 Juli 2024   09:54 31
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Jika kehidupan manusia diibaratkan menelusuri sebuah lorong, gelap dan gulita, kita hanya bisa meraba. Manusia tidak mempunyai kemampuan untuk berjalan dengan baik, sebab ia tidak bisa melihat sekelilingnya. Lorong tersebut penuh dengan misteri dan ketidakpastian. 

Namun, ada seseorang yang lancar berjalannya, bahkan berlari seakan-akan ia sudah terlatih dengan lorong tersebut. Ia sudah bisa membaca tanda-tanda: tanda berhenti untuk beristirahat ataupun tanda untuk terus berlari sekencang-kencangnya; tanda untuk mentafakuri resiko dan bahaya di depan, ataupun tanda untuk berhenti sejenak untuk mengapresiasi suka cita yang ada.

Lorong itu tetap gelap, dan manusia dipaksa untuk meraba serta terus berjalan dalam kehidupan. Pengalaman dan pengetahuan tentang lorong itu akan membantunya untuk tetap melangkah. 

Ada yang sulit dan tertatih-tatih, sebab ia baru benar-benar belajar berjalan. Sedikit permukaan licin membuatnya terjatuh, sedikit batu kerikil membuatnya tersandung. Namun, tidak mengapa, karena bangkit dan terus berjalan lagi merupakan satu-satunya pilihan untuk menyelesaikan lorong tersebut.

Pengalaman terjatuh, terpeleset, atau tersandung akan membuatnya berjalan lebih cepat dan lebih bijaksana. Pengalaman dan pengetahuan itu menjadikannya arif untuk mengambil keputusan: kapan berhenti dan kapan melanjutkan perjalanan. Setiap langkah yang diambil berdasarkan pembelajaran dari kesalahan sebelumnya, menjadikannya lebih kuat dan lebih yakin.

Sampai mana lorong ini akan berakhir? Di ujung sana, jika sudah ada sekelebat cahaya putih. Cahaya putih itu adalah tanda dari Tuhan yang akan menyuruh kita untuk berhenti selamanya.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun