Bagaimana saya menjalaninya?
Hidup tidak bisa dipatok menurut maunya kita. Bisa jadi sedang enak-enaknya kita menikmati kehidupan serba cukup, tetiba dapat saja terjadi malapetaka yang tidak disangka-sangka.
Hal yang dikuatirkan ini terjadi pada kami. Ekspor pinang kami sebanyak 65 ton tidak dibayar pembeli dari Singapura. LC hangus tidak diperpajang, sedangkan pinang sudah berada di tangan pembeli.
Segala upaya sudah dilakukan bahkan sudah menggunakan jasa pengacara di Singapura. Hasilnya hanya memperbanyak pengeluaran, tapi tujuannya tidak tercapai.
Suami semakin terpuruk dan murung tidak mau bicara sama sekali. Duduk termenung memikirkan kejadian itu. Hasil kerja keras siang malam selama belasan tahun, dalam sekejap raib.
Situasi seperti ini berlanjut selama berminggu-minggu. Saya sungguh tidak tega menyaksikan suami seperti ini. Tapi saya sadar bila ikut larut kami hanya akan tenggelam bersama. Bila dibiarkan berlanjut hal ini maka kami tidak akan pernah bisa bangkit lagi.Â
Sudah jatuh tertimpa tangga
Bak peribahasa sudah jatuh tertimpa tangga. Itulah yang kami alami. Usaha macet total karena semua modal habis.
Di samping kerugian dari Singapura, damar batu di gudang raib 25 ton lantaran orang kepercayaan kami menghianati dan melarikan diri.
Saya mengambil keputusan untuk melakukan usaha apa saja yang bisa menunjang hidup kami.
Sopir antar-jemput
Kami mempunyai mobil L300 maka saya terpikir untuk menjadi sopir antar jemput anak sekolah untuk menutupi biaya hidup Lalu menanyakan pada tetangga kami apakah anak anak mereka mau saya antar jemput ke sekolah. Dalam kondisi yang terpuruk saya bersyukur mendapatkan sambutan yang baik dari para tetangga dan teman-teman.
Setelah mendapatkan 16 orang anak yang ikut saya antar jemput dengan L300 maka saya pun mulai menyetir L300.
Pagi-pagi sekali jam 04.00 saya sudah harus bangun untuk mempersiapkan urusan rumah tangga. Kemudian jam 06.00 sudah siap-siap mulai menjemput anak teman yang paling jauh rumahnya. Kemudian di depannya dan seterusnya sampai selesai semua 16 orang.
Saya mengantar mereka ke sekolah masing-masing. Jam 12.30 siang saya menyetir ke sekolah untuk menjemput anak anak kembali dari sekolah. Setiap hari saya melakukan tugas antar-jemput anak-anak.
Awalnya sungguh terasa sangat berat bagi saya. Dan sejujurnya dalam hati kecil merasa malu. Selama ini semua orang kenal saya sebagai istri bos, sekarang jadi sopir antar-jemput anak-anak.
Tapi rasa cinta kepada suami menghadirkan kekuatan dahsyat dalam diri saya. Sehingga mampu melalui semuanya tanpa berkeluh kesah.
Kesimpulan
Seperti kata peribahasa hope for the best but prepare for the worst", mengharapkan yang terbaik tapi persiapkan mental bila terjadi yang terburuk.Â
Dalam situasi apapun selalu kita harus pandai pandai membawa diri. Jangan segan melakukan hal-hal penting yang dapat menunjang keluarga. Saya melakukan semuanya dengan ikhlas dan tidak pernah mengeluh.
Cinta dan ketekunan saya ternyata mampu menggugah hati suami dan mulai sadar dan bangun dari ketepurukan.
Kami pun mulai melangkah untuk mengatur kembali usaha kami perlahan. Bersyukur kepada Tuhan, selang 2 tahun kemudian perusahaan kami bangkit kembali.Â
Hikmah dari semuanya ini merupakan sebuah kebahagiaan tersendiri bagi kami karena kasih karunia Tuhan serta kerja keras kami berdua, kami bisa bangkit kembali.Â
Semoga tulisan ini bermanfaat bagi yang membacanya.
5 Sesember 2022.
Salam saya,
Roselina.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H