Berjalan dalam Kabut
Kami sudah menempuh perjalanan selama lebih dari 7 jam  Kini  memasuki daerah perdesaan. Kabut mulai turun sehingga jarak pandang hanya tembus sekitar 10 meter kedepan, walaupun sudah menyalakan lampu jauh. Jalanan tak ubahnya jalan masuk desa di negeri kita.Â
Dipintu gerbang desa kami ditunggu oleh John dan keluarga karena kami akan camping  ditanah milik keluarga John. Lagi pula bila kami tidak dijemput kami tidak tahu arah ,karena pertama kali masuk ke desa ini.Â
Saat menelusuri pinggir sungai dimana jalan masih  belum  diaspal dan berpasir ,  membuat kendaraan Yarris kami terseot seot Syukurlah suami sudah terbiasa dengan Yarris maka bisa mengatasi hingga kami dengan selamat sampai dipinggir sungai dimana kami camping.
Ternyata disini tidak ada listrik,toilet dan jaringan komunikasi dalam bentuk apapun.HP sama sekali tidak berfungsi. Jadi Benar benar kami berada dilokasi yang terputus dengan dunia luarÂ
Tidak terlihat rumah dalam jarak garis tengah 10 km .Sunyi dan sepi,kami segera mendirikan tenda karena kabut semakin tebal dan udara dingin merasuki tubuh.
Satu jam kemudian semua tenda sudah terpasang rapi,udara semakin dingin.Kami sudah harus menyiapkan makan malam. Jadi kami membagi tugas,anak anak mencari ranting ranting kayu yang kering,kaum wanita mempersiapkan bahan yang akan dimasak sedangkan kaum priya masuk hutan mencari kayu bakar.
Suami,Paul dan James  bertugas membuat api unggun yang sifatnya akan menjadi tungku masak kami.Paul dan James mulai mematahkan kayu kayu tersebut dengan tangan dan lutut mereka. Kadang kala mereka meringis mungkin kesakitan disebabkan kayu nya keras dan masih basah.
Suami mendekati mereka sambil berkata:"Excuse me,Paul, Ryan,let me show you the easy way to break the woods "Suami memegang ujung kayu dan dengan lambat memukulkan kebatu besar yang ada disana."Krak" kayu patah dua kemudian diulangi sampai menjadi 4 bagian kayu kecil.
Mereka mencoba ternyata berhasil."Thank You Effendi "kata mereka pada suami. Ternyata tidak dalam semua hal orang Australia lebih pintar dari kita  Buktinya suami mengajar mereka bagaimana mematahkan kayu tanpa menciderai lutut.
Menikmati Kentang dan Daging Bakar
Setelah api menyala ,maka dimanfaatkan untuk memasak makan malam serta sekaligus menghangatkan tubuhÂ
Menikmati kentang dan daging bakar dalam udara dingin sungguh nikmat rasanya  . Ada  kopi hangat yang melengkapi kenikmatan santap malam ,sungguh menghadirkan rasa syukur yang tak terhingga.Â
Karena Toilet tidak ada dan kalau mau buang air besar harus kepedalaman dengan membawa skop untuk menggali tanah dan ditimbun kembali setelah selesai.
Malam harinya saya sakit perut dan perlu BAB Â Karena sudah diberitahu tidak diperkenankan buang air besar dipinggir sungai, harus kepedalaman,maka saya minta ditemani suami untuk kepedalaman .
Suami mengajak saya kepedalaman kira kira 200 meter dari kemah kami dan mengali lubang sedalam 60 cm . Usai bab rasanya lega banget  . Tapi kasihan suami harus kerja menimbun kembali .Â
Bayangkan dimusim dingin pada tengah malam harus mengali tanah dalam suhu udara dingin membeku. Saya sungguh berterima kasih kepada suami yang melakukan semuanya demi untuk saya.Â
KesImpulan:
Sesuatu yang kita tahu akan bermanfaat bila bisa dibagikan keorang lain seperti mematahkan kayu dengan memukul ke batu besar tidak membuang tenaga  walaupun tampaknya merupakan hal yang sepele  ternyata menyebabkan hubungan kami semakin akrab.Â
Melalui malam panjang dalam keberagaman suku bangsa dalam suasana romantis dan damai sungguh menghadirkan kebahagiaan mendalamÂ
Kami bersyukur mendapatkan teman yang begitu baik kepada kami sehingga kami betah tinggal dinegeri orang. Sebuah kenangan indah yang tidak pernah akan terlupakan seumur hidup .
6 Juli 2021.
Salam saya,
Roselina.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H