Tinggal di Tanah KongsiÂ
Setelah setahun tinggal  di  Pulau Karam ,maka  kamipun pindah kekedai tempat ayah suami jualan di Tanah Kongsi .Tempat itu tidak digunakan lagi oleh ayah suami. Maka kami mengambil alih urusan sewa menyewanya dan tinggal disana .Ada satu ruang yang digunakan sebagai kamar tidur. Kamar mandi hanya ditutup dengan seng bekas.
Air sumur warnanya kuning ,sehingga hanya kami gunakan untuk mandi .Sedangkan untuk air minum diambil air leiding. Setiap pagi suami menimba air untuk berbagai keperluan Seringkali ada bangkai tikus dalam sumur, sehingga suami harus kerja keras menguras air sumur hingga keringÂ
Susah rasanya menceritakan suasana hati kami pindah dari tempat becek ,malah masuk ke daerah kumuh dan kotor .Tapi saya menghibur diri dengan berharap langkah ini dapat menjadi titik balik kehidupan kami.
Kerja keras hanya untuk mendapatkan 5 Rupiah
Sementara  tinggal di Tanah Kongsi kami juga  jualan kelapa parut dan kantong plastik .Setiap hari  pagi pagi sekali jam 3 dini hari saya dan Irmansyah  kestasiun kereta api untuk menuju Pariaman membeli kelapa Kemudian naik beca dengan kelapa tersebut ke Tanah Kongsi.
Kelapa diparut suami menurut pesanan langganan dan mendapat untung satu butir kelapa RP 5,--Ternyata perubahan nasib itu belum tampak titik terangnya.Bahkan terasa hidup kami semakin tenggelam dalam lumpur.
Mulai belajar bisnisÂ
Sementara menunggu jam mengajar suami mencoba membeli kopi yang dibawa orang kampung  dengan kantong yang beratnya 10 sampai 25 kg. Setelah cukup satu karung beratnya berkisar 100 kg maka kopi tersebut dijual ke CV Taman Sari. Â
Ternyata hasil penjualan kopi mendapat keuntungan kira kira 1/4 gaji guru sebulan. Dalam seminggu bisa 2x penjualan kopi Berarti  sebulan  8 x dihitung keuntungan menjadi 2 kali gaji guru dalam sebulan. Setelah berembuk akhirnya suami mengambil keputusan untuk berhenti mengajar.
Setelah berhenti mengajar suami mulai ke kampung kampung untuk membeli kopi lebih banyak dari biasa .Setelah  mengumpulkan sampai 5 karung baru dijual pada Cv Taman Sari .Agaknya Inilah turning point hidup kami. Selangkah demi selangkah ,usaha suami mulai menunjukkan hasil.Â
Pada suatu hari , boss  cv Taman Sari yang bernama Wah Yong ,menyarankan suami untuk titip ekspor. Ia ingin membantu agar suami bisa menjadi Eksportir. Tentu saja kami sambut dengan rasa syukur.Â
Bank BRI
Suatu hari saya ke BRI untuk menabung dan bertemu dengan pimpinan BRI yang pernah saya beri ikan hias  Saya pun diberi pinjaman uang dari BRI tanpa jaminan hanya kepercayaan dari Pimpinan BRI saja.Dengan uang pinjaman Rp 1.500.000 ,-suami sudah bisa membeli kopi tidak lima karung tapi sekarang 10 karung jadi satu ton Sehingga rencana titip ekspor dapat terlaksana Dan ternyata keuntungannya sangat fantastis .
Kuliah Sambil mengajarÂ
Pada tahun 1969 saya membaca pengumuman  Institut keguruan dan Ilmu Pendidikan- IKIP Padang  membuka kesempatan bagi para ibu yang sudah berkeluarga bisa melanjutkan study di IKIP .Saya pun minta izin suami dan mulai kuliah di IKIP jurusan Exacta  Pada tahun  1972 saya berhasil lulusÂ
Pindah ke Kampung NiasÂ
Setelah kami mulai menitip Export kopi pada Wah Yong kami sudah bisa mengumpulkan uang Lalu  membeli tanah di Kampung Nias serta mulai membangun rumah secara bertahap.Mulai dari pondasi dan atap serta kamar tidur dan kamar mandi. Walaupun belum siap kami sudah pindah kesini.  Dan secara bertahap akhirnya rumah selesai dibangunÂ
Menyewa tempat usahaÂ
Sementara itu kami menyewa gudang untuk dijadikan kantor dan penyimpanan  barang barang hasil bumi yang kami beli .Tepatnya dijalan Niaga depan Polsek PondokÂ
Setelah rumah kami siap kamipun membuat gudang disamping rumah untuk bisa merangkap kantor dan gudang sekalingus dirumah .
Putera Kedua lahir
Disini anak kedua kami lahir ditahun 1973 bulan Desember Saya melahirkan diklinik bersalin Persit  .Kami beri nama Irwan. Sementara itu usaha suami semakin maju
Kami juga ada membeli Bemo untuk menambah hasil usaha kami dengan menambang bemo tersebut .Saya  dijemput pakai bemo kembali dari klinik Persit.
Kesimpulan:
Walaupun sudah beberapa kali pindah rumah tapi belum.ada titik terang nasib kami.akan berubah .Tapi kami yakin suatu waktu hidup kami akan berubahÂ
Dan setelah melalui tahun tahun yang sungguh sangat menyedihkan  ,kami bersyukur badai kehidupan itu akhirnya berlalu .
Berkat ketekunan dan pantang menyerah ternyata membawa hasil yang gemilang  Kami mulai merasakan hasil jerih payah  selama ini dan menikmati buah keberhasilan kami. Dari seorang Penjual kelapa di Pasar Tanah Kongsi kini suami sudah jadi PengusahaÂ
Hal ini sungguh menghadirkan rasa syukur yang tak dapat diuraikanÂ
4 Nopember 2020.
Salam saya,
Roselina.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H