Mohon tunggu...
Roselina Tjiptadinata
Roselina Tjiptadinata Mohon Tunggu... Perencana Keuangan - Bendahara Yayasan Waskita Reiki Pusat Penyembuhan Alami

ikip Padang lahir di Solok,Sumatera Barat 18 Juli 1943

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Menjadi Guru adalah Pilihan, Mendidik Anak adalah Kewajiban

27 Mei 2020   04:51 Diperbarui: 27 Mei 2020   04:53 691
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: lombok post

Hidup adalah Sebuah Pilihan

Sejak anak-anak masih duduk di bangku SD sudah seringkali ditanyai, baik oleh orangtua sendiri maupun bu guru, atau orang lain. Pertanyaan senada yang intinya adalah, "Kalau sudah besar mau jadi apa?"

Rasanya belum pernah mendengarkan bahwa orangtua ataupun guru mendiktekan murid-murid dengan mengatakan, " Kamu kalau sudah besar harus jadi guru ya!", karena setiap anak bebas menentukan pilihan hidupnya.

Seorang pelajar pasti punya cita-cita, apakah itu menjadi dokter, insinyur, apoteker, polisi, tentara, dan sebagainya. Atau boleh jadi bercita-cita menjadi seorang guru.

Ada banyak kesempatan untuk memilih mau jadi apa kelak sesudah menyelesaikan sekolah menegah atas. Orang akan memilih sesuai dengan cita-citanya. Menjadi seorang guru itu juga pilihan, mungkin bakatnya dalam dunia pendidikan.

Mendidik anak

Tetapi dalam hal memberikan pendidikan, kedua orangtua, baik ayah maupun ibu, secara alami wajib mendidik anak-anak mereka. Tidak sempat ataupun terlalu sibuk bukanlah alasan untuk mengelak dari tanggung jawab kita sebagai orangtua untuk mendidik anak-anak sebaik mungkin. 

Menyekolahkan mereka agar dapat menimba ilmu pengetahuan, sedangkan untuk mendidik anak-anak, tidak dapat diserahkan sepenuhnya ke pihak sekolah. Bagaimana cara mendidik anak-anak ,tentu menjadi hak setiap orangtua masing-masing karena merekalah yang bertanggung jawab atas pendidikan anak-anak mereka.

Tapi kemajuan zaman telah mengurangi porsi orangtua, sebagai orang yang paling bertanggung jawab terhadap pendidikan anak-anak. Orang di zaman modern memilih jalan praktis dan tidak ingin direpotkan dengan urusan anak-anak.

Setelah anak lahir, dicari seorang baby sitter, kemudian anak diserahkan pada baby sitter untuk menjaga dan mendidiknya. Atau ada juga orangtua menyerahkan anaknya di sekolah mulai dari usia 2 tahun di playgroup. Di usia sekolah, pendidikan anak-anak diserahkan sepenuhnya kepada pihak sekolah. Begitu seterusnya hingga anak-anak tumbuh menjadi dewasa.

Ada beragam alasan orangtua untuk mengalihkan tugas dan kewajiban mendidik anak-anak kepada pihak lain, antaranya karena sibuk berbisnis jadi tidak sempat mengurus anak lagi.

Mereka berpikir anak sudah cukup diberikan apa kebutuhannya dan mereka tidak lagi memperhatikan didikannya, karena merasa sudah dialih tugaskan. Lupa bahwa anak-anak merekam apa saja yang mereka alami sejak masih kecil.

Bagaimana orangtua memperlakukan mereka, kasih sayang yang mereka terima dalam keluarga, hingga mereka tumbuh menjadi dewasa. Kelak akan tertanam dalam diri mereka bahwa memang beginilah caranya dalam mendidik anak-anak dan kelak akan mengulangi apa yang telah dilakukan orangtua.

Kelimpahan materi tidak dapat menggantikan kasih sayang

Anak yang semenjak kecil hanya mendapatkan limpahan materi tapi minim rasa kasih sayang orangtuanya kelak ketika sudah dewasa, tidak akan mungkin secara tiba-tiba saja bisa menyayangi orangtuanya dengan sepenuh hati. Mereka akan mempraktikkan cara sebagaimana diperlakukan semenjak kecil hingga dewasa.

Jadi janganlah berharap apabila kita tidak pernah mendidik anak kita dengan kasih sayang nanti setelah dewasa dia akan mengasihi kita dengan sepenuh hati, karena kita akan merasakan akibat dari apa yang telah ditanamkan ke dalam diri anak-anak sejak mereka masih kecil, yakni menggantikan kasih sayang dengan materi.

Kesimpulan

Walaupun mungkin maknanya tidak seratus persen sama, tapi hukum sebab-akibat dapat juga disebut sebagai hukum "tabur dan tuai". Sikap dan cara orangtua memperlakukan anak-anak mereka, bagaimana mereka mendidik anak-anak, kelak akan dirasakan akibatnya bila anak-anak sudah dewasa.

Sebab pada umumnya, anak-anak akan merekam semua kejadian dan apa saja yang mereka alami sejak kecil dan secara tidak langsung sudah tertanam dalam jiwa mereka, bahwa sikap semacam itulah yang kelak akan mereka tetapkan dalam hidup mereka.

Bila anak-anak dididik dengan penuh kasih sayang, maka kelak setelah mereka dewasa, kita sebagai orangtua akan merasakan sukacita yang besar, karena disayangi oleh anak-anak.

Tetapi bila orangtua mendidik anak-anak hanya demi menjaga image dan jauh dari rasa kasih sayang, kelak akan merasakan betapa pahitnya tidak mendapatkan kasih sayang dari anak-anak.

Kami bersyukur, sejak anak-anak lahir, walaupun pernah mengalami selama bertahun tahun hidup dalam kesusahan hingga ulang tahun anakpun tidak dapat kami rayakan, tapi kami melimpahkan seluruh kasih sayang kepada anak-anak hingga mereka dewasa.

Dan di hari tua, kami berdua panen kasih sayang dari ketiga anak-anak kami berserta keluarga mereka.

27 Mei 2020
Salam saya,
Roselina..

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun