Nah, kalau sudah disodorkan daftar begini,apakah orang tidak akan merasa malu bila menyumbang hanya Rp.50.000? Maka demi menjaga image ,agar jangan sampai dianggap remeh oleh teman teman satu grup,akhirnya  memakasa diri untuk ikut menyesuaikan sumbangan ,menimal  dengan jumlah nominal yang paling rendah,yakni Rp.200.000.--Padahal uang tersebut sesungguhnya untuk biaya hidup bagi anak istrinya.Â
Karena itu,belakangan ini, kami tidak pernah lagi ikut dalam daftar sumbangan, karena menyaksikan efek negatif yang diakibatkan Rp.100.000 bagi kami, hanya 10 dolar, yakni harga secangkir kopi di Australia, tapi bagi orang yang sedang hidup berkekurangan, boleh jadi uang sejumlah itu, dapat dimanfaatkan untuk makan sehari bagi sekeluarga .
Tidak hanya sekali dalam sebulan
Sumbangan sumbangan ini bukan sekali dalam sebulan, melainkan  sering sekali  terjadi di  WAG, yakni meminta kesediaan anggota untuk menyumbangkan dana untuk daerah daerah yang sedang ditimpa musibah  atau memperlihatkan potret seseorang sedang tergolek sakit entah siapa dan dimana?
Tentu saja kegiatan kemanusiaan ini patut mendapatkan apresiasi dari kita, Tetapi bukanlah berarti kita harus memaksa diri untuk terus ikut menyumbang, bilamana kondisi ekonomi kita tidak mampu untuk mengikuti langkah tersebut. Karena seharusnya kepentingan keluarga adalah merupakan prioritas pertama kita.
Kesimpulan
Menyumbang  adalah memberikan dengan seikhlasnya dan sesuai dengan kemampuan diri .Kalau memang kita mampu tentu saja tidak ada salahnya berlomba lomba dalam berbuat  kebaikan.Â
Tetapi tentu tidak harus memaksa diri untuk menyumbang ,sehingga uang yang sesungguhnya dibutuhkan untuk kebutuhan biasa dapur bagi keluarga dikorbankan, hanya karena kita tidak mau kalah gengsi dengan teman teman lain. Sehingga akibatnya menyebabkan kehidupan rumah tangga berantakan.
Kita tidak harus memberikan penjelasan ,mengapa kita tidak ikut menyumbang..Karena tidak ada seorangpun yang berhak untuk memaksa kita menyumbang,bukankah demikian?
18 Mei 2020.
Salam saya,