Mohon tunggu...
Roselina Tjiptadinata
Roselina Tjiptadinata Mohon Tunggu... Perencana Keuangan - Bendahara Yayasan Waskita Reiki Pusat Penyembuhan Alami

ikip Padang lahir di Solok,Sumatera Barat 18 Juli 1943

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Jangan Hidup Seperti Truk Gandengan

21 Februari 2020   04:38 Diperbarui: 21 Februari 2020   04:38 718
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Truk Gandengan Kalau Jatuh Satu Jatuh Kedua-duanya

Dalam menjalani kehidupan berumah tangga,adalah menjadi impian semua orang ,agar sebagai suami istri, selalu hidup bergandengan yakni saling mendampingi dalam suka maupun dalam dukua. 

Tetapi sayang sekali ,impian ini mulai menjadi kabur setelah menginjak usia pernikahan dari tahun ketahun. Pasangan suami istri yang awalnya, selalu berjalan bergandengan tangan ,secara berdampingan,mulai berubah yakni berjalan seperti truk gandengan. Yang satu berjalan di depan dan yang lain mengikuti dari belakang,

Membayangkan ,kendaraan yang bernama  truk gandengan melaju di jalan raya, suatu waktu bila truk didepan masuk jurang maka truk yang digandeng di belakangnya,juga ikut masuk jurang. 

Pokoknya, ke mana saja arah truk dikemudikan ,maka gandengannya  juga tanpa bisa ditahan ikut dengan sendirinya kemana truk yang mengandeng nya pergi. 

Hal Yang Perlu Dhindari Dalam Kehidupan Berumah Tangga

Gambaran tentang truk gandengan ,kalau boleh kita hubungkan dengan kondisi kehidupan berumah tangga,tentu saja sangat perlu kita hindari.Yakni istri bukan :"ikut suami" sebagai kendaraan gandengan,melainkan menjadi pendamping yang setia.

Karena berjalan bergandengan tangan ,berarti berjalan secara sejajar. Hal ini sangat berbeda dengan"truk gandengan" yang satu berada di depan,yang satu lagi hanya  ikut ,tanpa dapat berbuat apapun.

Karena itu ,alangkah eloknya,bila isteri jangan ikut suami ,tetapi berjalanlah bersebelahan dengan suami. Kalau masih boleh diibaratkan,dalam menjalani kehidupan berumah tangga, maka suami dan istri hendaknya seperti rel kereta api yang sejajar dan  tidak pernah satu rel melintang rel yang lain, karena bila hal ini terjadi maka  gerbong rumah tangga berserta isinya akan jatuh semua. Bila suami isteri tidak kompak maka rumah tangga akan berantakan seperti gerbong yang terbalik dan menciderai semua yang ada di dalamnya

Maka bila menjalani hidup berkeluarga seperti truk gandengan, kita tidak bisa memberi  masukkan pada suami apa apa yang baik dilakukan ,karena kita hanya menjadi pengiring  dan  mengikuti apa yang dikatakan suami tanpa  dapat berbuat apapun

Hanya Sebagai Salah Satu Cara Untuk Mengingatkan Kita

Perumpamaan truk gandeng dan rel kereta api ,mungkin  dapat dijadikan bahan renungan dalam kehidupan rumah tangga. Mungkin karena alasan ini juga,bahwa dulu  di KTP ditulis Pekerjaan Isteri :"ikut suami" tapi belakangan telah diganti dengan tulisan :"ibu rumah tangga."

Contoh lain, saya dan suami tiap hari keluar rumah ,untuk berbagai keperluan. Begitu suami duduk di belakang kemudi kendaraan ,hadiah dari putra kami maka   saya selalu mengambil tempat duduk disamping suami yang nyetir.

Kalau suami terlalu berkendara terlalu cepat, saya mengingatkan supaya mennurunkan kecepatan sesuai dengan aturan kecepatan maksimum, misalnya  80 km/jam  Karena kalu kecepatan melebihi akan kena tilang. dan bahkan dapat membahayakan kami berdua ,serta pengguna jalan raya lainnya. 

Begitu juga kalau ada mobil yang nyalip ,saya langsung ingatkan hati hati  karena bisa berbahaya .Dan saya bersyukur,suami menyadari,bahwa hal ini bukan karena saya ingin mengatur ngatur dirinya melainkan demi untuk keselamatan kami berdua. Bahkan, tidak jarang, bila hujan lebat dan kami masih di jalan maka suami sering mengatakan:" Sayang,tolong ingatkan saya ya ,bila saya lari terlalu cepat"

Tidak Mencampuri Urusan Suami,Tentu Bukan Berarti Kita Bersikap Masa Bodoh

Sejak dari kami menikah,saya tidak mencampuri urusan suami.Bahkan hingga kini,kalau suami lagi menulis,saya tidak pernah tanya,suami menulis tentang apa? 

Tapi tentu bukanlah berarti saya bersikap masa bodoh,karena dalam hal yang dianggap perlu, terutama bila  dapat membahayakan,maka tanpa diminta saya akan mengingatkan suami .Sehingga suami tidak merasakan saya sebagai istri yang nyinyir, tapi dapat menerima saran dan masukan dari saya. 

Kesimpulan:

Saling menghormati dan saling menghargai,bukanlah berarti mengikuti apa saja kata suami,seperti ilustrasi :"truk gandengan " diatas.Melainkan hidup berdampingan dan selalu saling mengingatkan.

Semoga tulisan ini ada manfaatnya ,terutama bagi generasi muda

21 Pebruari ,2010

Salam saya,
Roselina

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun