Memperkenalkan Indonesia Lewat Kuliner Khas Indonesia
Festival Indonesia diselenggarakan oleh Konsulat Jenderal Republik Indonesia untuk mempromosikan Indonesia di dunia internasional melalui masakan tradisional Indonesia. Dan didukung oleh relawan dari komunitas Indonesia yang berdomisili di Australia Barat.
Untuk pertama kalinya, acara tahunan yang sebelumnya bernama Kreasi Indonesia ini akan diadakan selama 3 hari penuh karena meningkatnya permintaan akan kesadaran negara tetangga terbesar di Australia. Acara ini akan berfungsi sebagai jembatan untuk hubungan bilateral kedua negara yang saat ini merayakan ke-70 tahun.
Setiap kali ada acara yang diselenggarakan oleh Komunitas Indonesia, saya dan suami selalu berusaha untuh hadir. Termasuk baru baru ini ada acara kerja sama antara Komunitas Indonesia dengan pihak Araluen Botanic Garden yang lokasinya lumayan jauh, tapi kami tetap hadir disana.
Dengan cara seperti ini setidaknya  kami berdua sudah ikut berperan serta dalam memperkenalkan tanah air kita Indonesia
 Hari Minggu tanggal 27 Oktober kami sepulang dari Gereja langsung menuju Elisabeth Quay karena ada acara Festival Indonesian Food yang diselenggarakan disana. Dimulai tanggal 25 Oktoner  2019 jadi hari ini hari ketiga acara tersebut.
Tampak hadir dalam acara ini para relawan bersama keluarga masing masing,Bahkan relawan yang bersuamikan orang Australia,juga ikut berperan serta dalam kegiatan ini.Hal ini menunjukkan, bahwa walaupun sudah menikah dengan orang Australia, namun rasa cinta kepada tanah air tidak luntur.Â
Awalnya kami bermaksud mau mencari Sate Padang, tetapi ternyata tidak ada. Akhirnya kami membeli lontong  dengan sate ayam dan tempe Mendoan dari Purwokerto. Karena dulu kalau kami ke Purwokerto mengujungi besan selalu makan Menduan ini yang terkenal di Purwokerto.
Kalau di Australia, mendapatkan makanan tempe goreng atau tempe Mendoan sungguh merupakan hal yang istimewa, karena hanya dapat dibeli bila ada acara kuliner Indonesia.
Sedangkan untuk mendapatkan tempe saja jarang ada yang menjual. Sesekali ada toko Asean yang menjual tempe mentah, tapi itupun harus dipesan terlebih dulu.
Jumpa orang Indonesia ,Silent Reader Kompasiana
Ketika kami sedang berjalan dari satu tenda ke tenda lainnya, tiba tiba ada yang menyapa, "Maaf, Bapak dan ibu Tjiptadinata kan? Saya Sri, sering baca tulisan bapak ibu di Kompasiana.Saya senang sekali, karena isi tulisan yang sangat inspiratif dan berhubungan langsung dengan pernak pernik kehidupan," katanya.
Kami pun diajak menemui teman teman dari KJRI dan GWJ berkenalan sambil berfoto bersama sebagai kenang-kenangan.
Kemudian Ibu Sri mencari suami dan memperkenalkan pada kami. Tentu saja, peluang ini,tidak kami sia siakan dan  sebagai kenangan berjumpa dengan keluarga ibu Sri kami membuat foto bersama.
Sesungguhnya, teman teman masih mau melanjutkan pembicaraan, tapi kami melihat jam pukul 11.20 sedangkan karcis pakir kami hanya berlaku sampai 11.35.
Karena tempat pakir lumayan jauh dari tempat acara, maka kami mohon diri supaya tidak kena denda.
Disini tiket parkir berlaku sepanjang waktu. Maksudnya bila ditempat lain hanya wajib bayar parkir hanya pada hati Senin hingga Jumaat, tapi disini sepanjang waktu, harus bayar tiket parkir, yang tarifnya 5 dolar per jam atau senilai 50 ribu rupiah.
Selain dari aneka ragam kuliner, juga tampak berjejeran berbagai tenda yang memajang mulai dari pakaian, tas tangan dan aneka ragam karya seni untuk dijual bagi para pengunjung.
Tapi karena sudah dibatasi oleh jam parkir, kami tidak sempat lagi singgah satu per satu tenda.
29 Oktober 2019.
Salam saya,
Roselina.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H