Perasaan Seorang Ibu Kehilangan AnakÂ
Belakangan  ini heboh tentang demo mahasiswa dan menjadi topik berita di berbagai media. Sebenarnya, saya tidak suka dengan segala macam urusan politik. Karena menurut perasaan saya, hanya menyebabkan orang saling bermusuhan. Bahkan akibat urusan politik yang tidak jelas ujung pangkalnya, hubungan baik selama ini terjalin dalam suasana kekeluargaaan menjadi rusak.
Tapi mendengar bahwa ada yang meninggal akibat demo, maka saya merasa terdorong untuk menuliskan pengalaman saya sebagai seorang ibu yang pernah merasakan bagaimana anak hilang setelah ikut demo.
Anak kami ikut demo
Pada tahun 1998 mahasiswa dan banyak orang orang yang lain dari berbagai komunitas ikut demo untuk menuntut bubarnya orde baru. Kami diberi tahu teman anak kami, bahwa anak kami ikut  demo dan sampai malam belum kembali ke rumah.
Tentu saja kami khawatir sekali. Kami datangi Monas dan berkeliling berjalan kaki, untuk mencari siapa tahu putra kami ada di sana.
Tetapi hingga larut malam mencari, kami kelilingi monas, tak terlihat juga anak kami di sana.
Kami datangi hampir setiap kantor polisi untuk menanyakan apakah mungkin putra kami ditahan.
Tetapi setelah diperiksa pada daftar nama orang yang ditahan, dijawab tidak ada karena memang namanya tidak ada di daftar.
Lalu kami tanyakan kepada polisi di mana kami cari anak kami yang belum ketemu sampai saat ini. Kami disarankan untuk mencari di rumah sakit. Maka saran ini pun kami ikuti.
Pihak rumah sakit memeriksa daftar pasien yang terluka dan dirawat, ternyata tidak ada nama anak kami. Disarankan agar kami menengok ke kamar mayat, karena di sana ada beberapa jenazah yang belum dikenali. Walaupun saran ini terasa sangat melukai hati kami, tapi apa boleh buat, kami ikuti.
Kami ditemani masuk ke kamar mayat. Dengan jantung yang serasa mau copot, kami dibawa memeriksa satu persatu jenazah. Setiap kali kain putih yang menutupi dibuka jantung kami berdebar semakin kencang. Peluh dingin membasahi baju. Kami berdoa semoga janganlah ada anak kami di sana.
Syukurlah, setelah diajak berkeliling kami tidak menemukan putra kami. Tak terbayangkan bagaimana perasaan orangtua dari sosok-sosok yang terbaring di sana.
Tiga Hari Kemudian Baru Ketemu
Setiap hari, sejak mulai matahari terbit, kami mengulangi untuk mencari keberadaan anak kami yang belum kami temui. Baru pada hari ketiga, kami menemui bahwa nama anak kami ada dalam daftar. Kami minta diizinkan membawa anak kami pulang.
Kami diminta memperlihatkan KTP dan setelah dicatat, menandatangani, bahwa kami sudah menerima kembali anak kami dalam keadaan selamat dan tidak kurang suatu apapun.
Dengan perasaan penuh rasa syukur, kami ajak anak kami pulang. Wajahnya pucat dan penuh bekas gigitan nyamuk, tapi yang penting anak kami selamat. Saya memeluknya sambil menangis.
Bagaimana pengalaman anak kami ikut demo, tentu tidak perlu saya ceritakan di sini, karena seperti yang sudah saya tuliskan di atas, saya tidak suka politik.
Menurut anak kami, ia dibawa oleh seorang tentara yang katanya kenal baik dengan kami. Menurut anak kami ia bukan ditahan, melainkan demi keamanan dirinya maka ia dititipkan di ruang tahanan di Kodim.
Pengalaman ini sudah lama berlalu. Tapi mudah-mudahan menjadi masukan bagi generasi muda, bagaimana perasaan orangtua bila anaknya ikut demo tapi tidak pulang ke rumah selama berhari-hari.
Sengaja nama anak kami tidak saya tuliskan, mengingat mereka masing-masing sudah berkeluarga.
30 September 2019.
Salam saya,
Roselina
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H