Mohon tunggu...
Roselina Tjiptadinata
Roselina Tjiptadinata Mohon Tunggu... Perencana Keuangan - Bendahara Yayasan Waskita Reiki Pusat Penyembuhan Alami

ikip Padang lahir di Solok,Sumatera Barat 18 Juli 1943

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Bersedia Menerima Titipan Orang, Harus Siap Menanggung Risikonya

14 Desember 2018   07:21 Diperbarui: 14 Desember 2018   09:32 362
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Terima Titipan dan Risiko yang Dihadapi

Maksud hati mau menjaga hubungan baik dengan sesama teman, apalagi kalau sahabat baik dan kerabatyang menitip titipan, rasanya tidak tega kita menolaknya. Akan tetapi dalam praktiknya, walaupun ada niat baik dan tidak menerima imbalan dalam bentuk apapun, dalam menerima titipan ternyata dapat menghadapkan kita pada risiko yang tidak dapat dianggap sepele.

Ada 2 jenis titipan yang biasanya terjadi, titip bawakan barang dan titip tolong belikan barang.

Terima titipan untuk bawakan barang.

"Ibu mau ke Perth ya? Boleh titip bungkusan kecil untuk anak saya di sana? Ntar anak saya yang jemput di bandara. Cuma satu bungkusan kecil, Bu".

Nah, mau menolak gimana? Bungkusannya tidak sampai 2 ons dan  bisa diselipkan di koper. Jadi tidak akan menyita tempat dan berat koper. Akhirnya titipan diterima.

Sumber : Aksi.id
Sumber : Aksi.id
Bandara keberangkatan dari Indonesia sama sekali tidak ada masalah. Tapi ketika mendarat di Perth dan ada pemeriksaan, ternyata bungkusan tersebut diminta untuk dibuka, karena mau diperiksa. Isinya berupa tepung dan di luar kemasan plastik, ada tulisan dalam tulisan tangan "Obat gatal gatal".

Lumayan lama kami tertahan dan "bubuk" tersebut diperiksa ulang berkali-kali. Kemudian mengatakan bahwa "bubuk" tersebut tidak boleh dibawa masuk dan harus dibuang. Beruntung petugasnya ramah dan mengatakan, "Lain kali jangan pernah mau menerima titipan, kalau barangnya tidak jelas. Kalau sekiranya yang dikirim obat terlarang, Anda bisa masuk penjara".

Nah, sejak saat itu kami kapok menerima titipan dari siapapun.

Pengalaman Teman Kami

Lain lagi kisah teman kami Johanes. Ketika akan berangkat ke negeri Cina, ia pamitan dengan sahabat baiknya, Rudy. Maklum teman akrab dan sudah bertahun-tahun mereka bersahabat. Rudy yang hobi mengoleksi guci antik, menitip pesan pada Johanes untuk membelikan guci antik dan Johanes menyanggupi akan membelikan pesan tersebut.

Sesampainya di Cina, demi sahabat baik, Johanes rela membuang waktunya. Dicarilah guci antik seperti pesanan Rudy. Karena khawatir tidak sama maka Johanes mengirim foto guci tersebut lewat Whatsapp pada Rudy, dan disetujui. Maka dibelilah guci antik oleh Johanes.

Sesampai kembali ke Indonesia, Johanes dengan gembira membawa pesanan sahabatnya Rudy dengan harapan Rudy akan senang dengan guci yang dibawanya tersebut. Tetapi ketika Rudy melihat guci tersebut, ia mengelengkan kepala, karena menurutnya warnanya tidak sama dengan  foto yang dikirimkan kepadanya dan mengatakan, "Maaf, kalau yang seperti ini di Indonesia banyak dan harganya jauh lebih murah."

Demi menjaga hubungan baik, maka terpaksalah Johanes menyimpan sendiri, biarpun dia tidak mengoleksi barang-barang antik dan harus mengeluarkan uang dalam jumlah besar untuk guci tersebut. Johanes rugi 2 kali, karena disamping "terpaksa" membeli guci antik yang bukan hobinya, hubungan persahabatannya dengan Rudy menjadi renggang.

Kejadian pada Putri Kami
Ketika putri kami ke Indonesia, salah satu teman baiknya, Cindy yang sering bertamu ke rumah, mendapat informasi bahwa di Indonesia harga koper jauh lebih murah dibandingkan di Australia. Ia memesan pada putri kami untuk membelikan dua buah koper yang model terbaru dari bahan sejenis vormika.

Sesampai di Indonesia, kami diajak putri kami mencari koper seperti pesanan Cindy. Ternyata memang jauh lebih murah dibandingkan di Australia. Di Indonesia, harga koper tersebut Rp 400.000.- sedangkan di Australia bisa lebih dari 100 dolar atau senilai satu juta rupiah.

Ketika kami kembali ke Wollongong, di bandara sudah menunggu Cindy yang sesuai janjinya akan menjemput koper pesanannya. 

Setelah serah terima ternyata salah satu dari koper tersebut ada yang retak bagian pinggirnya. Mungkin karena tertimpa barang-barang lainnya dalam bagasi pesawat. Maka ia hanya mengambil yang masih utuh dan koper yang cacat dikembalikan kepada putri kami. Akibatnya putri kami terpaksa membeli koper yang sesungguhnya tidak diperlukannya.

Menolak dengan Halus atau Siap Menerima Risiko
Belajar dari pengalaman tersebut, mungkin perlu dipikirkan secara matang sebelum menerima pesanan dari teman atau kerabat kita. Menolak memang tidak enak rasanya, tapi daripada mengambil risiko, maka jalan terbaik adalah menolak dengan halus.

Kalau hanya sebatas harus mengeluarkan uang untuk sesuatu yang sesungguhnya tidak diperlukan, masih belum apa-apa bila dibandingkan dengan risiko ditahan karena membawa barang terlarang.

Kalau kita keluar negeri atau ke mana saja, sebaiknya jangan menerima titipan yang berupa barang mahal dan titipan yang dapat membahayakan diri kita. Kalau sekadar pesanan seperti keripik balado, tentu tidak ada masalahnya. Kita bawakan sebagai oleh-oleh untuk dibagi-bagikan kepada teman-teman. 

Menolong orang tentu saja sangat baik, tapi jangan sampai menimbulkan akibat yang dapat merugikan diri kita. Apalagi bila risikonya dapat membawa kita kepada masalah hukum.

14 Desember 2018. Salam saya,
RFoselina.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun