Mohon tunggu...
Roselia Maudita
Roselia Maudita Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Universitas Airlangga

Saya adalah seorang pecinta buku yang selalu mencari inspirasi melalui berbagai cerita dan ide. Musik balad juga menjadi bagian penting dalam hidup saya, dengan melodi lembutnya yang mampu menyentuh hati. Sebagai seorang ENFJ, saya dikenal empatik dan penuh semangat. Saya senang berinteraksi dengan orang lain, membantu mereka menemukan potensi terbaik dalam diri mereka, dan menciptakan hubungan yang berarti. Kombinasi hobi dan kepribadian ini menjadikan saya pribadi yang terbuka dan selalu siap berbagi pengalaman.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Kenaikan PPN 12% Antara Kebutuhan Pendapatan Negara Atau Malah Menjadi Tekanan Bagi Masyarakat?

27 Desember 2024   07:30 Diperbarui: 26 Desember 2024   22:04 40
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

PPN (Sumber : Pinterest)

Kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12% yang akan berlaku mulai 1 Januari 2025 kini telah memicu banyak perdebatan di kalangan masyarakat. Kebijakan ini diambil oleh pemerintah sebagai langkah untuk meningkatkan pendapatan negara dan mengatasi defisit anggaran. Namun, banyak orang merasa bahwa kebijakan ini akan menambah beban bagi masyarakat, terutama di tengah situasi ekonomi yang belum sepenuhnya stabil. PPN yang lebih tinggi ini akan diterapkan pada berbagai barang dan jasa, yang berpotensi menyebabkan inflasi meningkat.

Pemerintah berargumen bahwa peningkatan PPN diperlukan untuk menjaga stabilitas ekonomi dan mendukung program-program sosial yang ada. Menurut Menteri Keuangan Sri Mulyani, kenaikan ini diharapkan dapat meningkatkan penerimaan negara hingga Rp 80 triliun. Namun, analisis dari berbagai kalangan menunjukkan bahwa dampaknya terhadap daya beli masyarakat bisa sangat signifikan. Kenaikan PPN ini diperkirakan akan meningkatkan pengeluaran masyarakat, khususnya bagi kelompok menengah ke bawah.

Pemerintah memperkirakan dampak inflasi akibat kenaikan PPN hanya sekitar 0,2%. Namun, banyak ekonom meragukan angka tersebut dan memperkirakan inflasi bisa mencapai 4,11% pada tahun depan. Kenaikan harga barang dan jasa akibat PPN dapat mengurangi daya beli masyarakat secara keseluruhan. Hal ini dapat berdampak pada penurunan konsumsi yang sangat penting bagi pertumbuhan ekonomi.

Reaksi negatif dari publik mencerminkan adanya ketidakpercayaan terhadap pemerintah dalam pengelolaan pajak. Banyak orang merasa pajak yang mereka bayar tidak sebanding dengan layanan publik yang mereka terima. Pengamat ekonomi memperingatkan bahwa efek dari kenaikan PPN bisa lebih besar daripada yang diperkirakan oleh pemerintah. Hal ini dapat menyebabkan pemutusan hubungan kerja (PHK) jika perusahaan harus menyesuaikan biaya operasional mereka.

Untuk mengurangi dampak negatif, pemerintah telah menyiapkan paket stimulus yang mencakup bantuan pangan dan insentif pajak untuk sektor tertentu. Namun, efektivitas paket stimulus ini masih menjadi pertanyaan bagi banyak kalangan. Beberapa ekonom berpendapat bahwa bantuan tersebut bersifat sementara dan tidak cukup untuk menyelesaikan masalah struktural dalam perekonomian. Oleh karena itu, evaluasi lebih lanjut mengenai kebijakan ini sangat diperlukan.

Kenaikan PPN juga dikhawatirkan akan berdampak buruk pada sektor usaha kecil dan menengah (UMKM). UMKM adalah sektor yang paling rentan terhadap perubahan kebijakan pajak karena keterbatasan modal dan daya saingnya. Jika harga barang naik akibat PPN, permintaan terhadap produk UMKM bisa menurun drastis. Hal ini dapat menyebabkan kerugian besar bagi pelaku usaha kecil.

Kenaikan tarif pajak ini juga menjadi isu politik yang hangat menjelang pemilu mendatang. Beberapa partai politik mulai mengkritik kebijakan ini sebagai langkah yang tidak populis dan merugikan masyarakat. Dalam hal ini, pemerintah perlu mempertimbangkan kembali keputusan tersebut agar tidak kehilangan dukungan dari publik. Dialog terbuka dengan masyarakat sangat penting untuk menjelaskan maksud dari kenaikan PPN.

Sementara itu, beberapa pengusaha mengungkapkan kekhawatiran mereka terhadap dampak jangka panjang dari kenaikan PPN ini. Mereka berpendapat bahwa meskipun ada insentif dari pemerintah, efek inflasi tetap akan membebani konsumen dan mengurangi daya beli mereka. Ini bisa berdampak pada pendapatan perusahaan dan akhirnya mempengaruhi gaji karyawan. Oleh karena itu, kebijakan pajak harus dirancang dengan hati-hati agar tidak merugikan semua pihak.

Secara keseluruhan, peningkatan PPN menjadi 12% mencerminkan dilema antara kebutuhan pendapatan negara dan tekanan bagi masyarakat. Kebijakan ini memang dapat meningkatkan penerimaan negara tetapi harus sejalan dengan perhatian terhadap daya beli masyarakat. Jika tidak dikelola dengan baik, kebijakan ini dapat memicu ketidakpuasan sosial dan dampak ekonomi yang lebih luas. Oleh karena itu, penting bagi pemerintah untuk melakukan evaluasi berkala terhadap kebijakan ini agar dapat memberikan manfaat maksimal bagi rakyat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun