Mohon tunggu...
Rosda Yanti
Rosda Yanti Mohon Tunggu... Administrasi - Pembelajar

Belajar

Selanjutnya

Tutup

Love

Wahai Istri, Janganlah Banyak Mulut

17 Januari 2024   18:01 Diperbarui: 17 Januari 2024   18:07 151
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Love. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Prostooleh

Lihat suami lagi males-malesan, padahal ada kerjaan yang harus dilakukan, setelah mengingatkan akan pekerjaan itu, kadang terbersit ide untuk ceramah panjang lebar, tapi lagi-lagi suara di dalam batinku berkata "Cukup! Jangan banyak mulut"

Saat suami cerita tentang satu hal yang bukan ranahku untuk ikut campur tapi jiwa sok tau ku ingin sekali ngasih nasehat, suatu suara mengingatkanku lagi "Udah dengerin aja. Jangan banyak mulut"

Banyak kejadian sehari-hari bersama suami dimana suara batinku mengingatkanku untuk "Jangan banyak mulut". Kadang aku berhasil, kadang kelepasan ngomel juga. Kalau udah gitu biasanya aku menyesal dan merasa bersalah.

Bukan hal yang mudah ternyata untuk menahan hawa nafsu untuk ngomel. Mungkin karena naluri istri yang ingin mengendalikan segala sesuatu di dalam rumah tangga. Niatnya biar semuanya berjalan dengan baik alias wanti-wanti. Seperti ada pemikiran, "Kalau bukan aku yang komentar, kalau bukan aku yang mengingatkan, kalau bukan aku yang menasehati, kalau bukan aku yang meluruskan, siapa lagi?"

Tapi sesuai pengalamanku, tidak ngomel dan tidak banyak mulut tenyata membawa banyak dampak positif bagi hubunganku dengan suami. Kata-kataku walau sedikit ternyata lebih efektif untuk bikin suami menjadi lebih mudah diajak kerja sama. Komunikasi yang terjalin di antara kami juga menjadi lebih baik.

Dengan tidak banyak mulut, aku juga mulai belajar untuk mendengar alasan suami berbuat sesuatu, melihat suatu masalah dari sudut pandangnya, berusaha memahami situasinya dan menjadi mengerti mengapa dia berperilaku tertentu.

Setiap kali aku ingin memberi masukan atau nasihat, aku juga berusaha untuk melihat sikon dan menunggu waktu yang tepat dimana suami sedang dalam suasana hati yang baik sehingga lebih siap untuk menerima nasehat itu.

Dalam sebuah buku parenting berjudul No Drama Discipline, dikatakan, ada saat dimana seseorang dalam keadaan optimal untuk diberi nasehat dan ada saat dimana nasehat itu tidak mempan. Tidak peduli seberapa benar nasehat yang disampaikan itu.

Jadi biar kita nggak hanya ngomel sia-sia, buang waktu dan energi percuma dan nasehat yang disampaikan bisa diterima dengan efektif, maka perlu memastikan pendengarnya dalam kondisi yang siap untuk menerimanya. Saat orang itu merasa aman, nyaman, merasa diterima dan dimengerti dan hubugan sudah terjalin baik.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Love Selengkapnya
Lihat Love Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun