Mohon tunggu...
Rosa Salsaprilia
Rosa Salsaprilia Mohon Tunggu... Perawat - Ners - Mahasiswa Keperawatan

Proud to be a Nurse. Everyday we live is a chance to give.

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Mencegah Burnout Pada Perawat: Strategi Meningkatkan Resiliensi

11 Juni 2024   06:00 Diperbarui: 11 Juni 2024   19:02 193
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://nurseslabs.com/nurse-burnout-are-you-at-risk/#google_vignette

Perawat merupakan garda terdepan dalam memberikan layanan kesehatan. Mereka bekerja dalam jam kerja yang panjang untuk melakukan tugas-tugas yang menuntut fisik dan emosional, menghadapi situasi stres tinggi di tempat kerja, dan seringkali harus berhadapan dengan kematian dan penderitaan pasien. Beban kerja yang berat dan tekanan emosional ini berpotensi memicu burnout pada perawat.

Berdasarkan penelitian, perawat memiliki risiko burnout yang lebih tinggi dibandingkan dengan tenaga kesehatan yang lain. Hal ini tidaklah mengejutkan, mengingat peran dan tanggung jawab mereka yang kompleks dalam sistem kesehatan. Temuan Prasad, K. et.al. (2021) ini sejalan dengan hasil penelitian Lamuri, A., et.al. (2023) yang menunjukkan bahwa 33,5% perawat di Indonesia mengalami burnout, prevalensi burnout pada tenaga kesehatan tertinggi terjadi di Pulau Jawa (38,4%) dan pada tenaga kesehatan yang bekerja di rumah sakit (28,6%).

WHO (2019) mendefinisikan burnout atau kelelahan sebagai suatu sindrom akibat stres yang tidak berhasil dikelola di tempat kerja. Burnout memiliki tiga ciri utama, yaitu perasaan kehabisan energi atau kelelahan, sikap mental yang menjauh dari pekerjaan atau munculnya perasaan negatif dan sinis terhadap pekerjaan, dan menurunnya kinerja profesional.

Burnout pada perawat memiliki konsekuensi yang serius. Brera, A. S., et.al. (2021) dalam penelitiannya menyebutkan bahwa perawat yang mengalami burnout lebih rentan terhadap depresi, kecemasan, dan gangguan kesehatan lainnya. Hal ini dapat berakibat pada penurunan kualitas layanan pasien. Burnout pada perawat juga dapat meningkatkan turnover dan kekurangan tenaga kesehatan, yang pada akhirnya dapat berakibat pada menurunnya kualitas layanan kesehatan secara keseluruhan.

Meningkatkan resiliensi pada perawat dapat menjadi strategi penting dalam mencegah terjadinya burnout. Resiliensi adalah kemampuan individu untuk bangkit kembali dari situasi yang sulit. Perawat yang resilien lebih mampu menghadapi stres, mengatasi tantangan, dan mempertahankan kesejahteraan mental dan fisik mereka.

Terdapat berbagai strategi yang dapat dilakukan untuk meningkatkan resiliensi perawat. Berdasarkan studi Kim, E.Y & Sung, O.C. (2022), terdapat lima persepsi perawat terkait pengalamannya yang bisa menjadi strategi dalam meningkatkan resiliensi, diantaranya sebagai berikut:

Pengembangan diri berdasarkan batin diri sendiri dengan mengenali tanda-tanda kesulitan.

Para perawat mencoba mencari solusi dengan memusatkan perhatian pada tanda-tanda bahwa mereka telah menghadapi kesulitan. Mereka tidak menyangkal tanda-tanda kesulitan, namun mengenali dan mengakuinya. Perawat melihat ke dalam dirinya untuk menemukan masalah dan mencoba merefleksikan dirinya. Mereka mencoba untuk fokus pada situasi saat ini dan menunjukkan sikap menerima situasi yang mereka alami daripada menghindari. Mereka percaya pada kemampuan mereka, mencoba mengungkapkan perasaan mereka dengan jujur, dan mencoba mengenali tanda-tanda peringatan stres daripada mengabaikannya.

"Saya memikirkan cara ketika sesuatu terjadi sehingga saya bisa pergi menjauh, duduk dan merenung, lalu mungkin memikirkan strategi apa pun untuk kembali menjadi lebih kuat. Jadi kalau hal yang sama menimpa Anda lagi, Anda tahu harus lari ke mana, dan arah mana yang lebih cepat."

 

Menumbuhkan sikap positif terhadap kehidupan dengan menerima kehidupan secara positif.

Para perawat menunjukkan bahwa mereka berusaha mengatasi kesulitan dengan sikap positif. Pandangan positif terhadap kehidupan dan keinginan untuk menjalani kehidupan mereka sendiri memberikan kekuatan perawat dalam kehidupan profesional mereka. Mereka bersyukur atas kehidupan dan mencoba menyembuhkan diri mereka sendiri dengan menjalani kehidupan dengan membantu orang lain. Mereka mengingat kenangan indah yang mereka miliki di masa lalu, dan hal positif dari pengalaman tersebut. Mereka menemukan kesenangan dan kebanggaan atas apa yang mereka lakukan.

"Tetapi saya mencoba melihat hal positifnya... apa yang mampu kami lakukan, perubahan apa yang dapat kami lakukan sebagai akibat dari bencana atau akibat buruk saja... Cukup angkat lengan baju saya, hadapi dan selesaikan, dan ketika saya berhasil, saya mencoba untuk membangun komunikasi dan perasaan yang baik."

 

Mengembangkan strategi pribadi untuk mengatasi kesulitan dengan mendapatkan kenyamanan melalui hubungan interpersonal yang positif.

Dalam posisi profesionalnya, perawat mengembangkan berbagai hubungan interpersonal, termasuk hubungan dengan pasien, kolega, dan keluarga. Perawat menerima kenyamanan dari hubungannya dengan teman dan kenyamanan serta dukungan dari keluarga mereka. Perawat berusaha menjaga hubungan baik dengan rekan kerja dan perawat lainnya dan sebagai rekan kerja mereka saling membantu dalam situasi sulit.

"Berbicara dengan rekan kerja karena mereka mengetahui ruang lingkup pekerjaan Anda. Mereka mengetahui apa yang terjadi di lingkungan Anda, sehingga mereka akan dapat memahami dengan lebih baik."

"Saya mempunyai teman-teman baik yang dapat saya ceritakan masalah saya. Saya pikir penting bagi Anda untuk tidak terlalu memendam perasaan Anda, karena Anda tahu Anda bisa menghancurkan diri sendiri jika Anda tidak mampu mengatasinya. Mereka mungkin tidak mampu menyelesaikan masalah, namun dengan adanya telinga yang mendengarkan akan sangat membantu."

 

Membangun profesionalisme untuk menjadi perawat yang lebih baik dengan merencanakan kehidupannya untuk masa depan yang lebih baik.

Dalam situasi sulit, perawat memikirkan bagaimana menjalani masa depan mereka. Bahkan dalam situasi sulit, mereka ingin mengembangkan diri, mempersiapkan diri menghadapi tugas baru termasuk situasi sulit, dan beradaptasi dengan baik pada situasi baru. Mereka memprioritaskan kembali pekerjaan mereka dan mencoba bekerja sesuai dengan prioritas mereka.

"Saya selalu mengambil pengalaman sebagai kesempatan untuk belajar dan untuk tumbuh. Maksudku, tidak ada pengalaman yang buruk. Ini mungkin merupakan pengalaman buruk, tetapi Anda dapat belajar darinya dan mencoba untuk terus maju dan mencoba membuat segalanya menjadi lebih baik."

 

Membangun harga diri dengan memikirkan nilai suatu pekerjaan.

Dalam situasi sulit, perawat berusaha mendapatkan kekuatan untuk mengatasi krisis dengan merefleksikan diri mereka sebagai perawat dan nilai pekerjaan mereka. Mereka bangga dengan pekerjaannya, memikirkan tentang arti dan nilai menjadi perawat, dan berusaha mengatasi krisis sambil mendapatkan kepuasan dari nilai pekerjaannya.

"Kami adalah tulang punggung ketika pasien datang. Perawat adalah pelindung pasien."

"Pasien selamat karena perawat mengulurkan tangannya dan menghentikan pendarahan. Saya bangga padanya."

Dengan menerapkan berbagai strategi ini, dapat bermanfaat dalam kehidupan sehari-hari untuk membangun ketahanan pribadi atau resiliensi. Namun, perlu diingat strategi ini mungkin tidak selalu efektif dalam mengatasi burnout. Jika Anda mengalami kondisi tersebut sampai dengan muncul masalah depresi berat, kecemasan, hingga gangguan kesehatan lainnya, mencari bantuan profesional dapat membantu Anda untuk mengembangkan mekanisme koping yang lebih kuat dan mengatasi trauma yang mendasarinya.

Referensi:

Brera, A. S., Arrigoni, C., Dellafiore, F., Odone, A., Magon, A., Nania, T., Pittella, F., Palamenghi, L., Barello, S., & Caruso, R. (2021). Burnout syndrome and its determinants among healthcare workers during the first wave of the Covid-19 outbreak in Italy: a cross-sectional study to identify sex-related differences. Med Lav, 112(4), 306–319. https://doi.org/10.23749/mdl.v112i4.11316.

Kim, E.Y & Sung O. C. (2022). Exploring nurse perceptions and experiences of resilience: a meta-synthesis study. BMC Nursing, 21(26). https://bmcnurs.biomedcentral.com/articles/10.1186/s12912-021-00803-z.

Lamuri, A., Shatri, H., Umar, J., Sudaryo, M. K., Malik, K., Sitepu, M. S., Saraswati, Muzellina, V. N., Nursyirwan, S. A., Idrus, M. F., Renaldi, K., & Abdullah, M. (2023). Burnout dimension profiles among healthcare workers in Indonesia. Heliyon, 9(3), e14519. https://doi.org/10.1016/j.heliyon.2023.e14519.

Prasad, K. et.al. (2021). Prevalence and correlates of stress and burnout among U.S. healthcare workers during the COVID-19 pandemic: A national cross-sectional survey study. EClinicalMedicine. doi: 10.1016/j.eclinm.2021.100879.

World Health Organization (WHO). (2019). Burnout an occupational phenomenon in the International Classification of Diseases. https://www.who.int/news/item/28-05-2019-burn-out-an-occupational-phenomenon-international-classification-of-diseases.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun