Pandemi covid yang melanda seluruh dunia nampaknnya telah membuat perubahan dalam kehidupan manusia. Pilihan lockdown dan pembatasan sosial dengan mengurangi bekerja dari kantor dan menutup akses belajar dari sekolah rasannya telah membuat kita terkungkung dalam rumah, kebutuhan manusia untuk bersosialisasi kini telah digantikan menggunakan media sosial. Tidak hanya untuk bersosialisasi, media sosial kini telah menjadi media dari produksi dan konsumsi budaya populer yang digandrung dimasa pandemi. Budaya populer yang hadir pun ditampilkan melaui musik, dan video yang dibuat sebagai bentuk ekspresi. Budaya populer dalam bentuk lagu dan video juga saat ini menjadi salah satu simbol perlawanan bagi budaya tinggi dan dalam bidang politis. Bahkan Media sosial pun kini hadir sebagai penanding dari media penyebar budaya populer yang konvesional seperti televisi dan radio. Â
Media sosial kini mengalami peningkatan dalam penggunaannya. Salah satu media sosial yang digandrungi dan mengalami peningkatan tersebut adalah Tiktok. Tiktok kini  menjadi salah satu sosial media yang mengalami peningkatan pengguna di Indonesia khususnya dimasa pandemi.Â
Hal ini bisa kita lihat berdasarkan data yang dilansir dari CNN Indonesia, Tiktok mengalami peningkatan pengguna secara drastis di Tahun 2020, bahkan dari riset yang dilakukan oleh Sensor Tower pada 2020, jumlah unduhan Tiktok mencapai 300 juta unduhan dan mengalami peningkatan sebanyak 52,7% dibanding tahun sebelummnya sebelum pandemi yaitu tahun 2019. Bahkan berdasarkan data yang didapat jumlah pengguna di Indonesia mencapai 11% dari total pengguna Tiktok [1].Â
Tiktok kini tidak hanya menjadi media dalam berinteraksi atau bersosialisasi, kini Tiktok juga telah menjadi tempat produksi dan konsumsi kebudayaan populer. Mungkin sebagian pembaca ada yang mengalami kebingungan apa itu Budaya populer? Dalam pandang cultural studies, Budaya populer adalah praktik keseharian yang didalamnya tedapat produksi, konsumsi dan pertarungan makna.Â
John Fiske (1995: 322) mendefinisikan tentang kebudayaan populer sebagai yang pertama, apa yang menarik bagi sebagian besar orang. kedua, melayani kepentingan rakyat kebanyakan. Ketiga, sesuatu yang kasar, umum, rendah mutunya, vulgar dan murahan. Â Â
Sedangkan McDonald (1957:59) mendefinisikan budaya populer sebagai kekuatan dinamis yang menhancurkan batasan kuno, tradisi, selera dan mengaburkan segala macam perbedaan.Â
McGuigan (1993:213) melihat bahwa budaya populer lebih menekankan pada signifikansi pengalaman dan praktik simbolik dari orang biasa secara analitis dan politis ketimbang kebudayaan. Dalam prakteknnya menurut Fiske budaya populer dalam masyarakat industri adalah seni, cara atau kreativitas dalam menggunakan produk-produk budaya massa Industrial, seperti dikutip dari pernyataan Fiske (1995: 325) :
Budaya populer secara tipikal terkait pada produk dan teknologi budaya massa, tetapi kreativitasnnya berada dalam cara-cara menggunakan produk dan teknologi tersebut, bukan dalam proses produksinnya... Budaya populer secara khusus melibatkan seni membuat dari apa yang tersedia/ada.
Bentuk budaya populer yang diproduksi yang dan dikonsumsi dalam media sosial Tiktok yang saat ini sedang Viral adalah Video Welcome to Indonesia sebagai salah satu produk budaya populer lewat media sosial dimasa pandemi ini.Â
Konten video welcome to indonesia menggunakan musik Abigail Barlow sebagai nada untuk semua lirik yang dibuat oleh konten kerator, dimana musik yang digunakan merupakan musik dengan tempo cepat ala drama musikal klasik.Â
Lirik lagu yang dibuat para kreator Tiktok yang sarat dengan nada kritikan menjadi produk budaya populer yang dinikmati oleh kalayak dan di produksi ulang oleh para konten kreator lainnya. Salah satunya adalah lirik dari Tikokers Indonesia dengan nama pengguna Willy Winarko yang dalam liriknya bisa kita lihat sebagai berikut.
Â
Welcome to Indonesia, Kau kenal siapa?
Orang dalam nomor satu, prestasi nomor dua
Mau cepat sukses ini dia carannya
Jual nama kerabatmu atau orang tua
Welcome to Indonesia, nih budaya kita
Salam tempel, selipkan uang dibawah meja
Uang rakyat masuk ke kantong pejabat
Bungkam dengan Undang-undang bila kau bersuara
Senada dengan kritikan yang diberikan tersebut ada beberaapa kreator lain yang menggunakan musik yang sama namun dengan lirik yang berbeda, bila kreator sebelummnya hanya mengkritik mengenai budaya Nepotisme dan korupsi di indonesia, kali ini kreator Icha Maysha fokus pada permasalahan korupsi yang terjadi di masa pandemi
Welcome to koruptor house, Tikus kolong meja
Gue bayar pajak, dipake tuk foya-foya
Belagak pamer harta berasa paling kaya
Lu pikir duit haram lu masuk surga?
Welcome to koruptor house, gue lagi marah
Situasi berbahaya belum juga reda
Virus Covid-19 lu manfaatin pula
Gue tanya hati nurani lo taro mana!!
Fenomena trend video Welcome to Indonesia yang ada di Tiktok ini merupakan salah satu produk dari budaya populer masa kini dimasa pandemi. Produksi musik dan video yang dulu hanya bisa dilakukan oleh sekelompok kecil orang dan membutuhkan perusahaan dan pemodal kini telah berubah. Dengan adannya platform media sosial seperti Titok kini membuat musik, video dan menikmati produk tersebut menjadi lebih mudah dan murah.
Hal unik yang bisa kita lihat dari trend ini salah satunnya adalah bentuk budaya populer sebagai bentuk perlawanan pada otoritas budaya tinggi dan kelompok dominan.Â
Perlawanan yang diberikan pun terlihat dalam dua hal, pertama dalam kebudayaan itu sendiri dan juga dalam hal politik. Seperti kita tahu drama musikal ala opera merupakan salah satu kebudayaan yang dianggap sebagai budaya tinggi yang hanya bisa di akses oleh kelas atas sebagai bentuk budaya yang adiluhung.Â
Nada musikal ala opera yang dahulu hanya bisa dinikmati kelompok atas dan di tampilkan di gedung teater kini bisa dinikmati oleh semua orang melalui media sosial Tiktok, tidak hanya dinikmati saja tetapi juga dapat di produksi oleh pengguna media sosial Tiktok lainnya.Â
Bisa kita lihat dalam analisis ini bawa sejalan dengan apa yang dikatakan oleh Fiske  bahwa budaya populer tidaklah murni tetapi diciptakan dari sumber budaya yang bertentanga yaitu budaya tinggi.Â
Dan seperti yang dinyatakan oleh McDonald bahwa budaya populer mengaburkan segala macam perbedaan, fenomena ini pun seolah mengaburkan pembeda anatra budaya kelas atas dan budaya kelas bawah karena kini semua bentuk kebudayaan dapat diakses oleh semua kalangan yang mempunyai media sosial.
Bentuk perlawanan lainnya yang bisa kita lihat adalah bentuk perlawanan dalam hal politik. Sebenarnya penggunaan produk kebudayaan sebagai bentuk kritik dan perlawanan sudah ada sejak lama, misalnnya lahirnya Punk sebagai bentuk perlawanan terhadap budaya dominan atau counter cultur, selanjutnya ada budaya hiphop dan R&B sebagai bentuk budaya perlawanan kelompok kulit hitam.Â
Di Indonesia sendiri penggunaan musik sebagai sarana perlawanan berupa kritik sudah ada salah satu yang paling kita kenal adalah Iwan Fals. Lirik yang dibuat oleh para content creator tiktok sangat menunjukkan kritik dan perlawanan pada pemerintah Indonesia mengenai praktik KKN yang masih terus terjadi dikalangan pejabat.
Sebenarnya media sosial sendiri adalah bentuk penanding dari media konvensional yang kita kenal, seperti radio, tv dan media massa. Bila media konvensional biasannya hanya memproduksi kebudayaan populer dari perusahaan-perusahaan saja, kini media sosial telah menjadi media untuk memproduksi dan menyebarkan kebudayaan populer lainnya hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Yofiendi dan Faiz[2] (2020:103) yang mengatakan bahwa Media sosial memberikan konsep baru dalam praktek budaya populer.Â
Menurt penelitian yang dilakukan oleh Ropingi dan Prima (2018:26)[3] menunjukan peran dari media sosial Pertama, media sosial dimanfaatkan oleh berbagai lapisan sosial masyarakat untuk penyebaran informasi , sosialisasi, ekspresi diri, dan hiburan.Â
Kedua, sebagai sarana mengisi ruang publik dengan diskusi mengenai isu aktual menyangkut kepentingan umum, politik dan permasalahan sosial.Â
Ketiga, bagian dari perkembangan budaya pop  menjadi sarana penyemai gagasan, ekspresi diri serta menjadi bagian dari komodifikasi pesan.Â
Dari ulasan penggunaan Trend video tiktik welcom to Indonesia bisa kita lihat bahwa Tiktok telah menjadi sarana penyemai gagasan dan ekspresi diri dalam kasus ini dengan mengangkat kekecewaan kemarahan dan kekecewaan terhadap isu sosial yaitu pemerintah yang korup melalui lagu dan video.
Dengan adanya pandemi kini pun membuat media sosial Tiktok sebagai media produksi dan penyebar kebudayaan populer menjadi semakin digandrungi. Tidak hanya itu, dimasa pandemi kini pun produksi kebudayaan populer semakin masif, hal ini karena akses media sosial yang semakin  meluas karena dapat memberi kesempatan bagi semua orang membuat produk kebudayaan sendiri, seperti musik, video, film dan produk kebudayaan lainnya. Dalam hal penyebaranya pun sangat luas karena dapat menjaring banyak pengguna dari seluruh dunia dan menyasar semua kalangan kelas sosial dan umur.
Jadi bisa kita lihat bahwa produk dari kebudayaan populer terus di produksi dan di konsumsi melalui media sosial khususnnya Tiktok, ditambah kondisi pandemi yang membuat para pengguna Tiktok melonjak drastis sehingga penyebarannya sebagai budaya populer meningkat. Ditambah produk berupa Video Tiktok Welcome to Indonesia yang merupakan salah satu produk budaya populer yang merupakan bentuk perlawanan terhadap budaya kelas tinggi dan penguasa, serta Media sosial Tiktok yang juga menjadi media penanding dari media massa yang hanya memproduksi budaya dari kelompok kapitalis.
Sumber bacaan :
[1] CNN Indonesia. Kisah Kejayaan Tiktok di 2020 (2020, 29 Desember) diakses pada 4 July dari halaman https://www.cnnindonesia.com/teknologi/20201210145006-185-580569/kisah-kejayaan-tiktok-di-2020/3 Â
[2] Faiz Albar dan Yofiendi Indah. 2020. Representasi Media Sosial Sebagai Pembentuk Indentitas Budaya Populer. Jurnal SEMIOTIKA. Vol 14 no.1
[3] Ropingi El Ishaq dan Prima Ayu. 2018. Media Sosial, Ruang Publik, dan Budaya Pop. ETTISAL Jurnal of Communication
[4] Lentricchia dan Mc Laughin, Thomas.1990. Critical Terms for Literary Sudy. Hal.322, 325.
[5] Bernard Rosenberg dan Dvid Manning White.1957.Mass Culture. Illionis: The free Press hal.59
[6] John Storey.1993. Cultural Theory and Popular Culture An Introduction. University of Sunderland hal. 182
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H