Mohon tunggu...
Rosa Mariany
Rosa Mariany Mohon Tunggu... Human Resources - Human Resources enthusiast. Poet, philosopher. Failure

Anti mainstream, smart and humorous daughter, wife and mom - living with passion and music is my language.

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Amarah!

17 Januari 2014   14:51 Diperbarui: 24 Juni 2015   02:44 24
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ketika ia datang,
seperti sebuah anak panah menancap tanpa peringatan,
seluruh tubuh tersulut,
panas, membara, memberangus
Amarah!

Geram!
Bahkan sepatah kata pun tidak terkuak dari bibir,
tubuh memerah, lidah-lidah api merebak dari titik-titik kulit ari-ari
Hati dan otak ingin mencakar, membakar terus mengakar
Sampai hangus! Gosong! Hitam! Pekat!
ia berteriak, bangsat!
Hilang, hilang! Jadi debu, serpihan abu, ditiup angin
Hilang tak bersisa
Mati!
Habis!
Mampus!

Ketika ia datang,
laksana setan,
bukan hantu bermuka pucat
Setan! Iblis!
Keparat!
Tak bernyawa, tak berhawa, tak bernurani, tak berbelas
Ganas!
Mengangkat raga, melayang, tak bertulang, terbang, tapi bukan menghilang
Menyeringai dengan taring tajam,
menyayat, merobek,
pada sebuah hati - napsu untuk mengerogoti, menyakiti, menguliti,
Amarah!

Ketika ia datang,
1000 tahun, 1000 usia, 1000 energi merasuk,
entah milik siapa, entah menghisap nafas mana
Hades pun tertawa, senang, bergirang,
Alam kegelapan sekali lagi kedatangan pengikutnya
Birahi terpuaskan penderitaan, penyiksaan, mereguk rasa manisnya kesakitan
"Release the Kraken!"

Ketika ia datang,
matanya jahat, liurnya liat,
Sekali lagi ia berteriak, laknat!
Lahar-lahar menjalar, membentuk ular berbisa, bersisik, dua kepala
Mendesis menguasai raga korban, melilitnya,
meremukkannya hingga ke sendi-sendi tulang

Aku tiba-tiba tersedak,
sesuatu yang barusan terpisah bersatu lagi dalam satu jiwa
Di depanku sosok tubuh kaku, tergeletak, berlumuran darah,
anyir, segar, pada lambung muaranya,
dan sebilah belati ditanganku

"Bukan aku! Dia yang membunuhnya! Amarah!"

Desember 24, 2013 19.03

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun