Mohon tunggu...
Rosa Maharani
Rosa Maharani Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Saya tertarik dengan isu isu terbaru mengenai ekonomi dan kehidupan sehari hari

Selanjutnya

Tutup

Worklife

Hustle Culture: Budaya Kerja yang Berisiko

23 Mei 2023   03:35 Diperbarui: 23 Mei 2023   03:41 125
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Apa itu hustle culture?

Apa itu hustle culture?

Hustle Culture atau dalam bahasa Indonesia disebut dengan budaya hiruk pikuk merupakan budaya yang menormalkan untuk bekerja keras secara terus menerus dan mendedikasikan hidup untuk bekerja tanpa mengenal lelah sampai mencapai kesuksesan. Hustle culture dikenalkan oleh Wayne Oates pada tahun 1971. Hustle culture juga sering dikenal sebagai workaholism yang merupakan bentuk dari rasa suka untuk bekerja secara terus menerus dan menganggap pekerjaan sebagai prioritas utama.

Hustle culture sering ditemukan di lingkungan pekerja. Berdasarkan Oxford Learner Dictionary, fenomena ini mulai muncul karena adanya perkembangan industri yang semakin pesat sehingga para pekerja dituntut untuk bekerja dengan cepat serta tepat dan berakhir menjadikan hal tersebut sebagai sebuah budaya di lingkungan pekerja atau buruh. Saat ini budaya hiruk pikuk ini semakin menggila karena adanya perkembangan teknologi yang menjadikan proses bekerja menjadi lebih cepat dari sebelumnya. 

Budaya ini dapat dengan mudah mengakar di masyarakat karena banyak orang yang meyakini jika sukses akan muncul jika bekerja keras tanpa lelah dan tidak adanya batasan atau aturan yang jelas antara kehidupan profesi dan pribadi. Contohnya ketika pimpinan pekerjaan yang tetap menghubungi karyawan tanpa mengenal waktu untuk mengerjakan sesuatu dan karyawan pun akan melakukan hal tersebut karena menganggap adanya tuntutan yang harus diselesaikan.

Saat ini hustle culture atau budaya hiruk pikuk tidak hanya berkembang di lingkungan pekerja, namun juga di lingkungan mahasiswa. Bekerja dengan keras memang tidak salah dilakukan oleh pekerja atau mahasiswa, namun hal tersebut akan berdampak negatif jika seseorang hanya ingin bekerja tanpa memperdulikan aspek hidup lainnya. Tak sedikit mahasiswa yang juga bekerja sangat keras tanpa lelah dalam segala bidang. Alasan budaya ini berkembang di lingkungan mahasiswa adalah karena adanya perasaan takut akan ketertinggalan atau saat ini lebih sering disebut dengan perasaan fear of missing out (FOMO) dan insecure atas pencapaian orang lain. Perasaan takut akan ketertinggalan dan insecure tersebut yang menyebabkan mahasiswa berusaha melakukan segalanya tanpa memiliki tujuan serta rencana yang jelas.

Sebenarnya tak masalah jika memang memiliki keinginan untuk bekerja keras dan menjadikan pekerjaan sebagai prioritas utama. Namun hal tersebut akan membawa dampak yang buruk jika menjadikan kita lalai atas prioritas dan aspek hidup lainnya.

Saat ini banyak orang yang tanpa sadar melakukan hustle culture dalam kehidupannya. Di zaman yang semakin maju, lingkungan menjadi lebih kompetitif. Produktivitas tanpa batas terus digaungkan oleh para pekerja atau bahkan mahasiswa karena berusaha memenuhi standar kehidupan di lingkungan masyarakat, yaitu di mana jabatan, pencapaian, dan kondisi keuangan yang mapan merupakan suatu tolak ukur atas kesuksesan seseorang. 

Kesibukan kerap diartikan sebagai bentuk kesuksesan sehingga masih banyak yang mengasumsikan bahwa semakin sibuk seseorang maka orang tersebut semakin sukses. Hal tersebut juga menjadi alasan adanya budaya hiruk pikuk. 

Selain untuk memenuhi standar hidup, tren memamerkan kesibukan di dunia maya juga dapat menjadi pemicu dari hustle culture di kalangan anak anak muda. Membagikan kesibukan di dunia maya atau media sosial dilakukan karena ingin menunjukan bahwa mereka merupakan pekerja keras dan memiliki dedikasi yang tinggi atas apa yang dilakukan. 

Hal tersebut menyebabkan para pengguna media sosial lainnya beranggapan bahwa menjadi sibuk merupakan hal yang keren dan extraordinary sehingga mendorong pengguna lain untuk memamerkan kesibukannya dengan tujuan untuk mendapatkan atensi dari masyarakat sebagai pribadi yang sukses tanpa menyadari efek samping dari seorang yang menjunjung hustle culture dalam bekerja. Hal hal tersebut yang menjadi faktor bagaimana hustle culture marak di kehidupan masyarakat tanpa disadari.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun