Industri tatto bukan merupakan bisnis yang asing lagi di Indonesia. Tidak hanya laki-laki yang bisa menjalankan profesi sebagai tatto artist namun seorang wanita pun bisa.
Lois Nur Fathiarini seorang seniman yang juga berprofesi sebagai seorang tatto artist, ditemui di Studio tattonya yang bernama "Carpe Diem" yang berada di bawah flyover Janti mengakui bahwa industri tatto merupakan industri yang eksklusif karena tidak banyak orang tahu mengenai apa yang terjadi di dalam studio tatto
"Industri tatto adalah industri yang eksklusif. Eksklusif dalam artian tidak semua orang tahu apa yang ada dalam studio tatto dan hanya orang-orang yang terjun ke dalamnya yang memahami"
Awal pertama kali Lois belajar membuat tatto adalah di tahun 2009, awalnya ia hanya bekerja sebagai shop manager di studio tatto keluarganya namun karena seiring banyaknya klien yang meminta Lois untuk membuatkan tatto dan ia melihat bahwa masih jarang perempuan yang bekerja sebagai tattoist maka ia mulai mencoba menekuni profesinya tersebut melalui apprenticeship yaitu belajar/magang dengan mentor mengenai suatu keahlian.
Selain sebagai seniman tatto, Lois juga memiliki hobi di bidang musik, diakuinya bahwa ia sempat bergabung dengan sebuah band bernama "Lilith" yang memiliki genre musik Poprock/Metal, selain itu ia juga memiliki bisnis penjualan barang handmade seperti totebag, kaos, Flatshoes dan aksesoris yang proses pembuatannya ia kerjakan sendiri dari awal termasuk juga dengan menyulam.Â
Lois yang merupakan lulusan arsitektur UGM memilih menekuni profesi sebagai tattoist karena ia mengakui bahwa menjadi seorang tatto artist juga memiliki tanggung jawab dan dampak yang besar karena selain membangun hubungan dengan klien dan harus bekerja sesuai SOP, melalui pembuatan tatto maka akan menimbulkan luka di tubuh klien dan bisa menyebabkan penyakit jika tidak dikerjakan sesuai standar.
Ibu dua orang anak ini juga sempat menjalankan proyek kecil untuk arsitektur namun Ia mengatakan bahwa pekerjaan sebagai arsitektur akan menyita waktu yang lebih banyak dengan keluarga, ditambah pula saat itu ia sudah tertarik dengan dunia tatto dan sudah berkeluarga sehingga ia lebih memilih profesi sebagai tattoist daripada ia harus bekerja dengan setengah-setengah dan tidak fokus pada pekerjaannya sebagai arsitek. Dengan begitu Lois juga bisa menghabiskan waktu lebih banyak untuk mengurus kedua buah hatinya saat itu.
"Tentu ada stigma, bahwa ini kan memang berhubungan dengan mesin dan secara teknis juga rata-rata dikerjakan oleh cowok. Ketika cewek jadi tattoist apakah siap beradaptasi dengan lingkungannya berbaur dengan cowok-cowok, karena mungkin mereka tidak terbiasa punya teman yang cewek di profesinya. Tinggal mereka apa berani speak up atau engga tentang itu apakah nyaman digituin atau cuek dapat perlakuan dari klien atau rekan seperti itu"
Lois juga memaknai tatto sebagai motivasi juga doa. Karena setiap pembuatan tatto menurutnya harus memiliki hubungan dengan hidup. Misalnya tatto tradisional yang biasanya untuk menandakan perjalanan hidup sesorang, selain itu ketika orang ingin memiliki sebuah pengingat di kehidupannya maka mereka bisa membuat tatto dengan design tulisan yang menggambarkan hidup mereka sehingga tatto lebih memiliki makna dari hanya sekedar untuk penampilan.
Selama menjalani profesi sebagai Tatto artist, Lois mengatakan bahwa Ia juga mendapatkan pengalaman yang luas dari interaksi dengan kliennya, bahkan mengenai isu-isu yang sedang terjadi. Klien pun berasal dari beragam latar belakang dan profesi mulai dari dokter, calon pastor, pekerja tambang hingga ibu rumah tangga, hal ini pula yang membuatnya memiliki banyak pengetahuan dan kenalan.
"Pengalaman berkesan ku, ya.. banyak klien yg bisa jadi teman. Karena sesi konsultasi jadi sedikit banyak tahu, tahu kesukaan, kebiasaan dan bisa diskusi hal-hal diluar tatto. Dapat pandangan luas tentang berbagai isu-isu."
Lois juga mengatakan bahwa ia tetap keep in touch dengan para kliennya.
Lois pun meyarankan untuk para klien yang akan membuat tatto untuk mengkonsultasikan langsung dengan tatto artisnya atau pergi langsung ke studio tatto. Ia pun berpesan bahwa klien harus cerdas dan tidak mudah percaya dengan media, karena kembali lagi bahwa industri tatto itu eksklusif, tidak banyak orang yang tahu mengenai dunia tatto dan hanya sekedar opini-opini yang tidak memiliki fakta atau bukti.
"Jadi kalo kita tidak kasih tau ke klien atau media, mereka akan terus mempublish informasi yang masih di awang-awang dan akan membingungkan klien"
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H