Sindonews.com yang merupakan media jurnalisme online dalam membingkai berita terkait kasus pemerkosaan kerap melakukan pelanggaran Kode Etik Jurnalistik.
Seiring perkembangan teknologi digital, media jurnalisme terus mengalami perubahan dan pembaharuan, di era saat ini media jurnalisme tidak hanya berbasis cetak namun juga berbasis online atau yang biasa disebut sebagai jurnalisme online. Adanya jurnalisme online memudahkan masyarakat dalam mengakses informasi secara cepat, praktis dan tidak membutuhkan modal yang banyak, selain itu audiens lebih interaktif karena dapat berinteraksi melalui fitur yang tersedia seperti komentar, pengiriman pesan atau email dan media sosial.Â
Media jurnalisme cetak dan online memiliki ciri yang hampir sama hanya saja perbedaannya terletak pada cara penyajian dan cara publikasi, sedangkan pada karakteristik penulisan media online biasanya langsung (straight news), ringkas, pendek dan padat.
Peralihan media cetak ke media online membuat beberapa media cetak konvensional juga melakukan pengembangan dan pembaharuan, sehingga mereka tetap dapat eksis ditengah arus digitalisasi. Banyak dari media cetak membuat portal media online untuk dapat menjangkau audiens yang sebagian besar adalah pengguna internet, salah satunya adalah koran Sindo yang memiliki portal berita online dengan nama sindonews.com, selain media cetak, sindo juga melakukan pemberitaan lewat media online.
Sindonews.com resmi dirilis pada 4 Juli 2012 dibawah manajemen PT. Media Nusantara Dinamis dan memiliki tagline "Sumber Informasi Terpercaya". Kategori pemberitaan yang disediakan juga beragam salah satunya pemberitaan seputar nasional, Metronews, Daerah, Ekonomi dan Bisnis, International, Sports, Soccer, dan Autotekno. SINDOnews juga menyajikan informasi berbentuk multimedia seperti Sindo Photo, Sindo Video, dan Live TV MNC Media. Â Dengan komitmen Sindonews memberikan akses informasi secara akurat, berkualitas, dan cepat, kepada masyarakat luas.
Pada artikel kali ini, penulis ingin mencoba menganalisis bagaimana jurnalisme media online Sindonews.com dalam membingkai berita terkait kekerasan dan pemerkosaan. Diketahui dari analisis media yang dilakukan oleh komnas perempuan pada bulan Januari-Juni 2015 ternyata terdapat 9 media massa yang melanggar kode etik dan tidak memenuhi hak korban dan salah satu media tersebut adalah Koran Sindo. Maka berdasarkan laporan tersebut penulis memilih portal media online sindonews.com sebagai sumber yang akan dikaji.
Pada pemberitaan kasus pelecehan seksual dan pemerkosaan, terkadang jurnalis mengabaikan kode etik jurnalistik. Berangkat dari permasalahan tersebut, maka Kode Etik Jurnalistik yang akan dijadikan sebagai acuan penelitian adalah:
Pasal 4
Wartawan Indonesia tidak membuat berita bohong, fitnah, sadis, dan cabul.
Pasal 5
Wartawan Indonesia tidak menyebutkan dan menyiarkan identitas korban kejahatan asusila dan tidak menyebutkan identitas anak yang menjadi pelaku kejahatan.
Pasal 8
Wartawan Indonesia tidak menulis atau menyiarkan berita berdasarkan prasangka atau diskriminasi terhadap seseorang atas dasar perbedaan suku, ras, warna kulit, agama, jenis kelamin dan bahasa serta tidak merendahkan martabat orang lemah, miskin, sakit, cacat jiwa atau cacat jasmani.
Pada pemberitaan mengenai pelecehan seksual dan pemerkosaan oleh sindonews.com sepanjang tahun 2019, terdapat beberapa berita yang melanggar kode etik jurnalistik pada pasal-pasal yang telah disebutkan diatas, diantaranya:
1. Berita yang terbit pada 15 Agustus 2019 dengan judul "Dibekap, Wanita 19 Tahun di Jombang Diperkosa 2 Kali".
Pada penulisan berita ini, jurnalis memasukkan opininya yang berdasarkan prasangka dengan menyebutkan bahwa korban pemerkosaan tidak bisa melawan karena pelaku lebih kuat dibanding korban.Â
Namun, perlawanan Y sia-sia. Dwi nampaknya terlalu perkasa. Usai melucuti pakaian korban, Dwi langsung memperkosanya.
2. Berita yang terbit pada 27 September 2019 dengan judul "Biadab! Sopir Angkot di Makassar Perkosa Gadis Difabel".
Pada berita ini, jurnalis memasukkan opininya yang berdasarkan prasangaka dan cenderung mendiskriminasi korban yang merupakan disabilitas.Â
Gadis difabel itu hanya bisa pasrah saat tubuhnya digerayangi. Karena keterbatasannya pula, ia tidak mampu melawan saat Nasir akhirnya memperkosanya.
Kedua berita tersebut melanggar Kode Etik Jurnalistik pada pasal 8 yaitu dimana jurnalis menyiarkan berita berdasarkan prasangka atau diskriminasi terhadap seseorang atas dasar jenis kelamin dan cacat jasmani. Dengan penafsiran:
- Prasangka adalah anggapan yang kurang baik mengenai sesuatu sebelum mengetahui secara jelas.
- Diskriminasi adalah pembedaan perlakuan.
3. Berita yang terbit pada 9 Maret 2019 dengan judul  'Sungguh Keji, Pria di Kolaka Utara Bunuh Seorang Wanita Setelah Diperkosa.'
Pada berita ini, jurnalis mengungkapkan identitas korban pemerkosaan dan pembunuhan dengan menyebutkan nama asli bukan inisial beserta asal daerah tinggal korban. Selain itu jurnalis juga memberitakan kronologi pembunuhan korban yang sadis, sehingga berita ini cenderung mengeksploitasi korban pemerkosaan.
Berita diatas melanggar Kode Etik Jurnalistik pasal 4 dimana jurnalis menulis berita yang sadis dengan mengungkap kronologi pembunuhan korban, dengan penafsiran:
- Sadis berarti kejam dan tidak mengenal belas kasihan.
Dan pelanggaran pasal 5 karena jurnalis menyebutkan dan menyiarkan identitas korban kejahatan asusila, dengan penafsiran:
- Identitas adalah semua data dan informasi yang menyangkut diri seseorang yang memudahkan orang lain untuk melacak.
Berdasarkan analisis isi pada beberapa berita di sindonews.com maka penulis dapat menyimpulkan bahwa portal media tersebut masih melakukan pelanggaran Kode Etik Jurnalistik terkait pemberitaan kasus perkosaan sesuai dengan hasil laporan yang dikeluarkan oleh komnas perempuan pada tahun 2015. Sindonews.com melakukan beberapa pelanggaran kode etik jurnalistik seperti pada penjelasan diatas yaitu pada pasal 4, pasal 5 dan pasal 8. Masih terdapat opini jurnalis yang memunculkan prasangka terhadap seseorang, pengungkapan identitas korban asusila dan pemberitaan kronologi peristiwa yang tergolong sadis dan mengeksploitasi korban.
Pada dasarnya konten dan judul berita harus cover both side, yaitu pemberitaan secara berimbang dan bersumber dari dua sisi narasumber yang berbeda serta tidak dilebih-lebihkan dengan tujuan mendapat banyak pembaca untuk menaikkan rating. Karena hal ini dapat menyebabkan adanya pemaknaan bias dan membangun ideologi sepihak di tengah masyarakat.
Seorang wartawan atau jurnalis harus tahu bagaimana memaknai fenomena yang ada dan menuliskannya menjadi berita, dalam hal ini jurnalis harus menyadari bahwa sumber berita bukan sekedar objek yang diwawancarai namun sumber berita juga turut mendefinisikan realitas yang terjadi. Maka dari itu akan ada banyak subjektifitas dalam pemberitaan sehingga jurnalis harus melakukan liputan yang berimbang dan harus cover both side.
Jumlah online media yang tinggi dan terus meningkat membuat penyebaran informasi tidak terkontrol, terlebih audiens saat ini sudah mandiri dan mereka juga memiliki hak untuk bebas memilih media mana yang ingin mereka konsumsi tanpa ada kontrol dari pemerintah ataupun media sekalipun.
Namun tidak semua jurnalisme online dapat dijadikan sebagai sumber utama berita karena tidak semuanya terverifikasi dan dapat dipercayai kebenaran isinya.Â
Peraturan yang diberlakukan berdasarkan UU Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers dan Kode Etik Jurnalistik, sehingga acuan yang digunakan untuk melihat apakah media online tersebut memenuhi kriteria penulisan naskah Jurnalistik adalah dengan melihat kembali UU dan kode etik tersebut.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H