Mohon tunggu...
Rosalina Ren Maholta
Rosalina Ren Maholta Mohon Tunggu... -

love writing so much

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Terbangun = Puitis yang Gagal

22 Agustus 2013   11:24 Diperbarui: 24 Juni 2015   08:59 64
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Aku telah berpikir keras untuk menemukan sejak kapan dan bagaimana kronologinya hingga aku bisa mengenalnya. Namun jawabannya terasa sulit sekali kutemukan dalam rekaman otakku. Sesungguhnya itu bukan masalah. Hanya saja aku rasa perlu untukku membiarkannya tahu bahwa aku sangat berterimakasih pada Tuhan yang telah mengizinkanku untuk mengenalnya.

Aku percaya hidup ini terus berputar. Aku pun percaya bahwa dalam hidupku aku akan mengalami fase-fase metamorfosa, metamorfosa sempurna semoga saja. Walau saat ini aku berpikir aku berada bukan di habitatku yang sesungguhnya. Tidak-tidak aku berada di tempat yang tepat. Tepat setelah aku mengenalnya.

Selama ini aku memang merasa diriku bukanlah aku yang sesungguhnya. Sekali lagi bahwa teori sosiologi tentang kepribadian kian dipengaruhi oleh lingkungan, aku membuktikannya. Teori itu benar dan aku percaya. Selama ini memang aku merasa duniaku hilang. Tiba-tiba. Aku merasa sedang tertidur lelap dengan mimpi yang begitu jauh dari dunia nyataku. Aku berusaha untuk terbangun namun rasanya mimpi itu terlalu menyukaiku menjadi aktor utamanya.

Sekali lagi, tapi semua itu telah berubah. Aku merasa perlahan aku sudah mulai bisa terbebas dan terbangun dari jerat mimpi burukku. Ya, tepat setelah dia mulai memasuki ranah hati dan hidupku.

Sebenarnya aku maksudkan tulisanku kali ini menjadi sebuah pengakuan hati dengan gaya roman yang indah. Tapi apalah daya, aku baru akan terbangun. Selama ini aku jauh dari hobi-hobi yang kusenangi yaitu membaca dan menulis (hobi yang mainstream memang). Kemumetan dengan ilmu-ilmu eksakta yang kian menjerat berhasil mengendalikanku selama ini dan menggantikan ruang bagi hobi-hobiku. Kurang ajar memang. Tapi tak bisa juga kuselali, itu adalah pilihanku juga. Aku harus bertanggung jawab dan menerima resiko.

Namun kedatangannya seolah seperti lentera yang sangat kubutuhkan ketika aku sedang tersesat di dalam hutan yang gelap gulita. Lentera yang menunjukkan arah dan jalan keluar.

Ia bisa jadi orang yang sangat baru untukku tapi sedikit banyak aku tahu tentangnya. Aku senang bisa mengenalnya. Dia adalah sosok yang bisa menginspirasi untuk lebih maju. Aku bahkan bisa melihat wajahnya yang berbinar dengan sedikit kekhawatiran ketika pujaan hatinya tepat melintas di hadapannya yang seolah menjadikan langit seperti runtuh.

Sosoknya benar-benar murni. Terlebih ketika malaikat hujan menghampiri dan menyuruhnya untuk mengejar pujaan hatinya itu. Aku bisa merasakan denyut jantungnya yang berdetak lebih cepat dari biasanya karena dilema yang hadir, antara mengejar sang pujaan hati atau tidak. Aku juga bisa memahami peristiwa itu, cinta, hujan dan seseorang.

"Dengan mengenalnya aku bisa merasakan pengalaman-pengalaman manusiawi yang indah, yang jika ditulis bisa menjadi karya sastra yang dahsyat dengan segala genrenya"

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun