Mohon tunggu...
rosa indithohiroh
rosa indithohiroh Mohon Tunggu... Human Resources - Meneliti Kehidupan.

Kehidupan adalah babak tempur elektabilitas.

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Negara Indonesia Terancam Krisis Identitas

24 Januari 2024   13:52 Diperbarui: 24 Januari 2024   14:28 164
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Identitas negara Indonesia yang termaktub dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 1 ayat (3) sebagai negara hukumnya bagaikan senjata dalam membunuh diri sendiri. Hal ini dikarenakan negara Indonesia sendiri belum dapat mampu membuktikan bahwa hukum berdaulat di negeri ini. Jika kita melihat fakta yang hadir belakangan ini atas pemberhentian dari jabatan Ketua Mahkamah Konstitusi yang dibuktikan melanggar kepada Sapta Karsa Hutama yang pada amar putusannya (Putusan Nomor: 2/MKMK/L/11/2023) pada point 1 menegaskan bahwa "Hakim Terlapor terbukti melakukan pelanggaran berat terhadap Kode Etik dan Perilaku Hakim Konstitusi sebagaimana tertuang dalam Sapta Karsa Hutama, Prinsip Ketakberpihakan, Prinsip Integritas, Prinsip Kecakapan dan Kesetaraan, Prinsip Independensi, dan Prinsip Kepantasan dan Kesopanan". Namun pada putusannya tersebut terdapat pendapat yang berbeda (dissenting opinion) dari Anggota Majelis Kehormatan yaitu Bintan R. Saragih, yang mana beliau menyatakan bahwa "Sanksi terhadap 'pelanggaran berat' hanya 'pemberhentian tidak dengan hormat' dan tidak ada sanksi lain sebagaimana diatur pada Pasal 41 huruf c dan Pasal 47 Peraturan Mahkamah Konstitusi Nomor 1 Tahun 2023 tentang Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi".

Sapta Karsa Hutama sendiri diadopsi dari "The Bangalore Principle of Judicial Conduct 2002" yang selanjutnya disesuaikan dengan sistem hukum Indonesia dan etika kehidupan berbangsa sebagaimana yang termuat pada Ketetapan MPR Nomor VI/MPR/2001 tentang Etika Kehidupan Berbangsa yang masih berlaku. Selanjutnya Sapta Karsa Hutama sendiri ditetapkan pada Peraturan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Nomor 09/PMK/2006 tentang Pemberlakuan Deklarasi Kode Etik Dan Perilaku Hakim Konstitusi. Maksud dari setiap prinsip yang tertuang pada Sapta Karsa Hutama diantaranya:

  1. Prinsip Independensi, prinsip ini melekat sangat dalam dan harus tercermin dalam proses pemeriksaan dan pengambilan keputusan atas setiap perkara yang tidak terpengaruh dari pelbagai pengaruh, dan berkaitan erat pula dengan independensi Mahkamah sebagai institusi peradilan yang berwibawa, bermartabat, dan terpercaya.

  2. Prinsip Ketakberpihakan, ketakberpihakan ini mencakup sikap netral disertai penghayatan yang mendalam akan pentingnya keseimbangan antar kepentingan yang terkait dengan perkara.

  3. Prinsip Integritas, yakni keutuhan atas kepribadian yang mencakup atas sikap jujur, setia, dan tulus dalam menjalankan tugas profesinya yang disertai tangguh dalam menepis dan menolak atas segala bujuk rayu.

  4. Prinsip Kepantasan dan Kesopanan, merupakan norma kesusilaan pribadi dan antar pribadi yang tercermin pada perilaku hakim konstitusi sendiri baik sebagai pribadi maupun pejabat yang dalam menjalankan tugas profesionalnya dengan rasa hormat, kewibawaan, dan kepercayaan.

  5. Prinsip Kesetaraan, menjamin atas memperlakukan sama terhadap semua orang (equal treatment) yang berdasarkan atas kemanusiaan yang adil dan beradab.

  6. Prinsip Kecakapan dan Keseksamaan, kecakapan sendiri tercermin dari pendidikan, pelatihan, dan/atau pengalaman dalam pelaksanaan tugas; sedangkan keseksamaan merupakan sikap pribadi hakim konstitusi yang menggambarkan kecermatan, kehati-hatian, ketelitian, ketekunan, dan kesungguhan dalam pelaksanaan tugas profesional hakim tanpa menunda-nuda keputusan.

  7. Prinsip Kearifan dan Kebijaksanaan, pada prinsip ini menuntut hakim untuk bersikap dan bertindak sesuai dengan norma hukum dan norma lainnya yang hidup dalam masyarakat dengan memperhatikan situasi dan kondisi pada saat itu serta mampu memperhitungkan akibat dari tindakan nya, sabar, tetapi tegas dan lugas.

Tentu dengan adanya pencopotan ini atas pelanggarannya terhadap hal mendasar yang seharusnya dipedomani dan dimiliki hakim konstitusi hal ini senyata-nyatanya meruntuhkan marwah Mahkamah Konstitusi sendiri sebagai 'the guardian' dan sekaligus 'the ultimate interpreter of the constitution' sebagaimana pendapat yang diutarakan oleh Jimly Asshiddiqie. (Gagasan Negara Hukum Indonesia, hal: 1)

Selain dari pelanggaran pada tubuh Mahkamah Konstitusi, terdapat pula pelanggaran di dalam tubuh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Pada 22 November 2023 Badan Reserse Kriminal Markas Besar Kepolisian RI (Bareskrim Polri) telah menetapkan Firli Bahuri selaku Ketua KPK sebagai tersangka kasus dugaan pemerasan terhadap mantan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (SYL). Kemudian tidak lama dari penetapan tersangka Ketua KPK, pelanggaran hadir juga pada tubuh Mahkamah Agung yang dilakukan oleh Hakim Agung Gazalba Saleh, yang ditahan atas kasus gratifikasi dan pencucian uang. Pun jika kita melihat atas pendapat Anggota Komisi III DPR RI, I Wayan Sudirta yang menyatakan bahwa banyaknya pengaduan masyarakat terhadap Komisi III DPR RI adalah seputar penyalahgunaan kewenangan oleh aparat penegak hukum. (Citra Penegakan Hukum Di Indonesia Tahun 2023, hal: 6-7)

Tentu dengan kondisi aparat penegak hukum yang buruk tersebut, akan menghasilkan produk hukum yang buruk pula. Hal ini ditunjukan dengan laporan Indeks Negara Hukum (Rule of Law Index) yang disusun oleh World Justice Project, yang menyatakan bahwa Indeks Negara Hukum Indonesia mengalami stagnasi dengan ditunjukan data yang tidak mengalami perkembangan sejak 8 tahun yang lalu. Stagnasi indeks tersebut mengisyaratkan bahwa penegakan hukum di Indonesia tidak mengalami kemajuan hanya berhenti di kisaran 0.52-0.53 saja.

Sedangkan jika kita melihat historical context atas perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dalam Perubahaan Keempatnya pada tahun 2002 yang mana memberikan penegasan atas negara hukum Indonesia. Pada mulanya konsep negara hukum "rechtsstaat" itu sendiri hanya tercantum dalam bab penjelasan saja namun di perubahan ini ditegaskan kembali kedudukan negara hukum dalam Pasal 1 ayat (3) diantaranya "Negara Indonesia adalah Negara Hukum". Penegasan tersebut tentu hadir berdasarkan atas cita-cita bersama mengenai keinginan masyarakat Indonesia mengenai pengimplementasian negara hukum yang paripurna. Konsep negara hukum sendiri dalam dinamika kehidupan kenegaraannya haruslah berdasarkan dengan hukum, bukan politik kekuasaan atau bahkan ekonomi. Sehingga konsepsi negara hukum ini sendiri sering disebut dengan 'the rule of law, not of man'. (Gagasan Negara Hukum Indonesia, hal: 2)

Jika kita melihat dari kondisi kenegaraan saat ini, jauh dari penerapan negara hukum yang paripurna, maka perlu menghadirkan pembenahan atas identitas negara. Hal yang dapat dilakukan dalam membenahi identitas negara Indonesia di antaranya sebagai berikut:

  1. Legal Substance, mengembalikan ruh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 sebagai konstitusi negara pada setiap produk hukum yang dihasilkan dengan mengedepankan kesejahteraan sosial.

  2. Legal Structure, melakukan pembenahan penyelenggara negara baik itu kekuasaan eksekutif, legislatif maupun yudikatif dengan mengedepankan asas meritokrasi dalam pengangkatannya, melakukan penanaman moral secara berkala, agar ketika melaksanakan tugas penuh dengan rasa tanggungjawab, serta memasifkan check and balances antar masing-masing kekuasaan.

  3. Legal Culture, memberikan pemahaman kepada masyarakat akan pentingnya kontrol sosial terhadap penyelenggaraan negara, serta memberikan pencerdasan mengenai pemilihan aparat negara melalui Pemilihan Umum dengan seksama yang berdasarkan atas asas meritokrasi.

Sumber:

Produk Hukum:

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

Putusan Nomor: 2/MKMK/L/11/2023

Peraturan Mahkamah Konstitusi Nomor 1 Tahun 2023 tentang Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi

Ketetapan MPR Nomor VI/MPR/2001 tentang Etika Kehidupan Berbangsa

Peraturan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Nomor 09/PMK/2006 tentang Pemberlakuan Deklarasi Kode Etik Dan Perilaku Hakim Konstitusi

Jurnal:

Marfuatul Latifah, Citra Penegakan Hukum Di Indonesia Tahun 2023, Jurnal Info Singkat, Vol. XV, No. 23, 2023.

Artikel:

Jimly Asshiddiqie, Gagasan Negara Hukum Indonesia, Konsep Negara Hukum (pn-gunungsitoli.go.id)

Laporan:

WJP Rule of Law Index, https://worldjusticeproject.org/rule-of-law-index/country/2023/Indonesia

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun