Mohon tunggu...
Rosad Robana
Rosad Robana Mohon Tunggu... Mahasiswa - Taruna Politeknik Ilmu Pemasyarakatan

Taruna Politeknik Ilmu Pemasyarakatan

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Segitiga Kecurangan Sebagai Faktor Penyebab Tindak Korupsi di Lingkungan Lapas

23 September 2022   09:25 Diperbarui: 23 September 2022   09:26 106
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Budaya korupsi di Indonesia pada saat ini semakin menghawatirkan, dimana budaya tersebut sudah sampai ke berbagai lini sektor yang ada di Negara ini sehingga sangat sulit untuk menghilangkan atau mengatasi hal tersebut. Menurut (Dwi putruanti, 2009) pasca pembaharuan UU No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah dengan UU No. 32 Tahun 2004, diharapkan kasus tindak korupsi dapat berkurang namum bukannya berkurang melainkan menyebar luas tidak hanya ditingkat pusat melainkan tingkat pemerintahan. Untuk menanggulangi atau mencegah terjadinya kasus tindak korupsi maka kita harus tau terlebih dahulu apa penyebab utama dari terjadinya kasus tindak korupsi.

Memanfaatkan hasil yang tidak bermoral adalah jenis pemerasan (Romney, 2015). Hipotesis yang masuk akal dari variabel-variabel yang dilakukan seseorang dalam melakukan pemerasan adalah hipotesis segitiga misrepresentasi atau hipotesis segitiga pemerasan (Cressey, 1953). Hipotesis segitiga misrepresentasi ini masuk akal bahwa ada tiga faktor yang membuat seseorang melakukan pemerasan, yaitu ketegangan atau ketegangan tertentu, peluang atau peluang, dan pembenaran atau pembelaan (Machado dan Gartner, 2017).

Gagasan tentang segitiga kecurangan yang dikemukakan oleh Cressey pada tahun 1953. Salah satu kaki segitiga menggambarkan kebutuhan moneter yang tidak dapat diberikan kepada orang lain sebagai faktor tekanan (pressure). Komponen berikutnya memaknai tentang peluang (opportunity) dan elemen ketiga memaknai tentang pembenaran (rationalization) Cressey dalam hipotesis segitiga pemerasan, dikatakan bahwa banyak orang melakukan kesalahan representasi ketika mereka memiliki masalah moneter, dan pelakunya percaya bahwa metode untuk mengatasi masalah moneter yang mereka hadapi adalah dengan memanfaatkan situasi mereka, kemudian, pada saat itu, mengambil atau menggunakan aset organisasi tanpa diketahui organisasi. Mengenai Komponen Segitiga sebagai berikut:

  • Tekanan (Pressure)

Tekanan adalah keinginan untuk melakukan pemerasan. Untuk situasi ini, ketegangan dapat muncul karena permintaan gaya hidup, permintaan moneter, dan lainnya termasuk masalah moneter dan non-moneter. Berdasarkan pemeriksaan yang diarahkan oleh Suradi (2012), ketegangan itu dapat dicirikan sebagai pendorong munculnya pelaku pemmaerasan dalam diri untuk melakukan demonstrasi curang. Bila dikaitkan dengan kehidupan di lingkungan Lapas, maka tekanan seperti ini banyak ditemukan, pengaruh gaya hidup menjadi faktor yang banyak mempengaruhi terjadinya tekanan financial. Hal ini yang memicu terjadinya tindak kecurangan hingga berujung ke tindak korupsi di lingkungan kerja Lapas.

  • Kesempatan (Opportunity)

Kesempatan dalam hal ini merupaka suatu kondisi yang memungkinkan organisasi atau perwakilan untuk melakukan demonstrasi kecurangan. Peluang adalah apa yang terjadi di mana individu memiliki kapasitas dan kondisi yang dapat menyebabkan pelakunya melakukan pemerasan dan menyebabkan dia memiliki rasa kepastian yang kuat dan tidak jelas bagi orang lain. Tuanakotta (2010) mencirikan pintu terbuka yang berharga sebagai kemungkinan untuk melakukan kesalahan representasi seperti yang terlihat oleh pelaku kecurangan. Kesempatan untuk melakukan kecurangan di Lapas memang selalu ada, kebanyakan dari kasus tindak korupsi yang terjadi di lingkungan Lapas terjadi karna adanya kesempatan.

  • Rasionalisasi

Rasionalisasi atau pembelaan bisa diterjermahkan sebagai legitimasi pembenaran terhadap tindakan kecurangan dan pemerasan adalah sesuatu yang wajar (Gamayuni, 2015). Pelaku yang melakukan kecurangan menerima bahwa tindakan yang dilakukan bukanlah pemerasan akan tetapi merupakan hak yang harus didapatkan. Hal tersebut terlihat dari pameran yang diberikan pelaku kepada perkumpulan yang menyebabkan kegiatan yang dilakukan adalah sesuatu yang baik dan tidak salah langkah (Zulkarnain, 2013).

Di lingkungan kerja Lapas kasus tidak korupsi banyak didasari oleh tekanan terutama tekanan finansial. Kebiasaan buruk dapat memicu karyawan untuk melakukan korupsi, Oleh karena itu perlu adanya kesadaran dari masing-masing petugas terutama dalam hal mengatur keuangan dan menjaga pergaulan agar tidak mempunyai kebiasaan dengan gaya hidup yag tinggi. Selain itu perlu adanya dukungan dari organisasi seperti penguatan nilai-nilai anti korupsi dan pemahaman mengelola keuangan agar petugas yang sudah memiliki niatan untuk menjauhi tindakan kecurangan semakin percaya diri dan semakin kuat mengahdapi ancaman-ancaman yang ada.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun