Menjual memang sulit, tapi bisa menjadi mudah bila didukung strategi pemasaran yang solid. Asuransi, misalnya. Dulu hanya mengenal sistem push - tenaga pemasarnya akan pergi kerumah - rumah atau kantor mendatangi prospek, sampai pada titik di mana sang prospek bisa jadi nasabah atau tidak.
Yang orang tahu, satu - satunya cara menjual asuransi, ya, seperti itu. Betulkah? LippoLife menunjukkan, agar jadi nasabah, prospek tidak harus didatangi. LippoLife bisa membuat orang - setelah melihat iklannya - datang ke kantornya untuk jadi nasabah. Mengapa bisa? Karena, LippoLife mempunyai strategi pemasaran yang solid, dari positioning, diferensiasi, hingga mereknya. Karena itu, cara menjual juga jadi gampang. Tidak perlu menggunakan sistem push, bisa pull.
Mungkinkah hal serupa dilakukan di obat etikal? Selama ini, cara menjual obat etikal, karena karakteristinya, harus memakai jalur khusus, lain dari yang lain. Guna membuat produknya dikonsumsi end - user, perusahaan farmasi punya tiga jalur. Pertama, medical representative, untuk mempromosikan produk ke dokter. Dokter merupakan pemberi pengaruh (influencer) sasaran yang akan memberikan saran ke pasien atau the real customer, yang umumnya awam tentang soal obat - obatan.
Kedua, sales representative, untuk mendistribusi produk melalui apotek - apotek sebagai saluran sasaran. Ini dilakukan agar ketersediaan barang terjamin. Sehingga, pasien akan mendapatkan obat seperti yang disarankan dokter. Ketiga, ceramah, seminar atau penjelasan. Di sini, end - user akan mendapatkan informasi mengenai segala sesuatu yang berkaitan dengan obat etikal. cuma, cara ini jarang dilakukan.Â
Repotnya, meski telah memakai cara penjualan berlapis, hasilnya ternyata jauh dari yang diharapkan. Maklum yang memakai cara itu bukan hanya 1 -2 perusahaan saja, tapi ratusan. Dokter bisa repot memilih produk yang perlu direkomendasi. Solusi mereka : merekomendasikan produk sesuai insentif yang diterima. Ini membuat end - user sulit mendapatkan nilai sesuai yang diharapkan.
Jadi, kalau kita lihat, kondisinya bukan win - win. perusahaan farmasi pun rugi karena tidak bisa meraih hasil sesuai harapan. Padahal, upayanya besar. End - user pun lose karena total get - nya lebih kecil dibandingkan total give - nya.
Haruskah kita berkutat pada sistem seperti itu, yang ternyata membuat semuanya lose? mestinya ada cara lain. Apalagi terbukti, bisnis asuransi yang dulu hanya mengenal sistem push bisa menerima sistem pull. Sistem ini bahkan jauh lebih sukses. Premi income Rezeki tahun 1997 jauh lebih besar dari pada total premi income perusahaan asuransi global yang telah lama beroperasi di sini.
Jadi, perusahaan farmasi harus menggunakan strategi pemasaran, agar bisa menang dalam persaingan dan terus tumbuh di pasar obat etikal. Dari awal mereka harus melakukan pemetaan/segmentasi, yang bukan sekedar demografis plus geografis saja. Mereka juga harus melihat psikografi dan perilaku agar bisa mendapat gambaran pasar yang benar - benar berbeda dari pesaing.
Karena perusahaan farmasi harus mencari info tentang kebiasaan end - user, serta kebutuhan dan keinginan mereka. sehingga, perusahaan bisa mempunyai gambaran psikografis dan perilaku mereka. Lalu, silahkan pilih, mana yang akan dijadikan target pasar. Karena segmentasinya terinci, target pasarnya pun jelas.
Selanjutnya, membangun positioning obat etikal sesuai pasar sasaran. Tentu saja, positioning - nya mesti benar - benar berbeda dari obat etikal sejenis. Ini harus diakui, tak mudah. Apalagi kemajuan teknologi farmasi dan kimia memendekkan daur hidup produk. Positioning - nya bisa kabur gara - gara ada penemuan baru yang lebih bagus atau lebih sedikit dampak sampingnya.
Namun, bukankah ada time to market? Karena itu, manfaatkan waktu dengan tetap punya produk ber - positioning jelas. Untuk itu, diferensiasinya harus dipikirkan benar. Pada konten, obat tersebut harus mempunyai formula yang lebih manjur, dengan efek samping yang jauh lebih kecil. Konteksnya, bisa tablet atau kapsul, dengan waktu hancur yang lebih cepat. Di infrastruktur, bergantung pada: teknologi yang di pakai; fasilitas pabrik; khususnya penelitian dan pengembangan (litbang); dan orang - orangnya, seberapa banyak penemuan baru yang bisa mereka lahirkan.