Jika alasannya etos kerja kurang baik, mungkin juga, tidak salah dan masih bisa diterima. Tapi sebenarnya Etos kerja itu sendiri bisa dibentuk dari kedisiplinan pihak perusahaan menerapkan aturan internalnya dan tentu saja lewat ketatnya seleksi dalam perekrutan tenaga kerja dengan menghindari nepotisme. Sesungguhnya alasan apapun sehingga tenaga kerja lokal tidak dapat bekerja secara mayoritas, tidak bisa kita (rakyat indonesia) terima .
Lalu masalah sebenarnya APA?
Analisa saya, Pemerintah Jokowi lemah dalam negosiasi investasi dengan negara asing, khususnya kepada RRT. Entah apa istimewanya RRT di mata Pemerintah Jokowi.
Seharusnya pemerintah dalam membuat kerjasama dengan Investor asing bisa menerapkan aturan dengan menekankan kewajiban merekrut tenaga kerja lokal. Tapi hal ini sepertinya tidak dilakukan.
Alasan kenapa pemerintah jokowi lemah dalam negosiasi investasi dengan tiongkok, tak bisa diketahui dengan pasti. Sudah banyak analisa kemungkinan yang beredar dalam masyarakat, tidak perlu saya bahas lagi.
Ternyata menganalisa permasalahan TKA tiongkok tidak bisa lewat Ilmu Ekonomi tapi harus pakai Ilmu Politik. Karena ternyata tidak ada hubungan pertumbuhan ekonomi yang tinggi sebesar 2 digit (seperti di Tiongkok) dengan meningkatnya lapangan pekerjaan, seperti kasus TKA tiongkok ini. Malahan TKA tiongkok bekerja di negara yang pertumbuhan ekonominya hanya sekitaran 5% seperti di Indonesia.
Janji Pemerintahan Jokowi pada kampanye Pemilu 2014, untuk membuka lapangan pekerjaan dan menyerap tenaga kerja sampai 10 juta orang Indonesia, apakah sudah terealisasi? Sepertinya jauh panggang dari api, atau jauh api dari panggang? Semua tinggal angan-angan saja.
Lalu menurut anda apa konsekwensi bagi penguasa/pemerintah/petahana yang tidak menepati janjinya?
Buktikan jawaban anda pada 17 April 2019.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H