Janji-janji pada saat kampanye Capres dan Cawapres pasti ada. Sejak Pilpres secara Langsung yang telah kita laksanakan sebanyak 3 kali, maka yang paling kita ingat adalah janji-janji politik saat kampanye Jokowi-JK tahun 2014.
Ada sekitar lebih dari 60 janji-janji politik Jokowi-JK pada saat menjadi Capres tahun 2014 lalu yang tercatat secara digital di media online nasional (list dibagian akhir tulisan)
Dari sekian banyak janji-janji tersebut, mungkin ada beberapa yang telah ditepati, salah satunya seperti poin nomor 5, mengenai blusukan.
Rasanya kebanyakan belum terealisasi dan sisanya malah ada yang dilanggar, contohnya seperti poin nomor 26 yaitu tidak bagi-bagi kursi dengan partai pendukung. Kenyataannya kursi menteri ada yang dipegang oleh ketua partai pendukung dan anggotanya.
Sebagai seorang mahasiswa Magister Hukum, saya tertarik membahas pertanggungjawaban janji-janji kampanye ini dengan beberapa rekan saya sesama Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Lancang Kuning Pekanbaru.Â
Dimulai dengan pemikiran bahwa janji-janji pada saat kampanye itu pastinya sedikit banyak akan berdampak terhadap perolehan suara pasangan calon presiden tersebut. Selain dari sosok figur, janji-janji pada saat kampanye pasti juga sangat menentukan pilihan masyarakat. Dapat disimpulkan bahwa janji-janji kampanye dapat membuat masyarakat semakin yakin dalam memilih dan atau dapat membuat masyarakat yang sebelumya masih belum punya pilihan, lalu akhirnya memutuskan untuk memilih salah satu dari pasangan capres cawapres yang ada.
Selain itu, kampanye pastilah berkonotasi, bahkan idem dengan kata "tebar janji". Kampanye itu identik dengan janji-janji politik selain juga joged-joged di atas pentas.
Pertanggungjawaban janji-janji kampanye itu penting, karena ketika masyarakat sudah memilih, ternyata setelah itu janji hanyalah tinggal janji dan tidak dilaksanakan, maka tentu saja masyarakat yang sudah dijanjikan akan kecewa, lalu jika ada sekelompok masyarakat yang merasa "dibohongi" dengan janji-janji tersebut, selanjutnya harus bagaimana?
Ketika seorang dari anggota masyarakat atau negara, memilih atau mencoblos seorang  Calon Presiden di kotak suara maka pada saat itu telah terjadi Kontrak Sosial antara Masyarakat dan Calon Presiden tersebut, dengan artian telah terjadi kesepakatan yang sah antara Capres dan para pemilihnya sebelum pencoblosan. Dimana konsekwensi dari kesepakatan tersebut menimbulkan hak dan kewajiban.Â
Apabila Capres tersebut terpilih menjadi Presiden, sudah seharusnya lah janji-janji itu dipenuhi. Menurut saya, Janji kampanye  dan Mencoblos adalah suatu kontrak sosial, dan sudah seharusnya lah berlaku Hukum-hukum Kontrak. Namun hal ini belum diatur secara jelas. Khususnya dalam Undang-undang Pemilu. Jika ditarik ke permasalahan Perdata bisa saja, apalagj Pidana.
Suatu Kontrak yang tak dijalankan maka disebut dengan wan prestasi atau ingkar janji dan dapat digugat secara Perdata. Apalagi bila yang dijalankan atau dilaksanakan tidak sesuai dengan isi kontrak atau perjanjian, dan dimana sebelum terjadi kesepakatan tersebut ada bujuk rayu serta janji manis dari seorang capres cawapres maka peristiwa yang terjadi bisa disebut dengan penipuan. Maka soal penipuan ini dapat saja di proses secara Pidana.