Saya teringat apa yang pernah dikatakan seorang guru saat kita sedang membahas materi nilai dan norma. Norma yang berlaku di masyarakat salah satunya adalah norma kesusilaan, kesusilaan itu berasal dari hati kecil, hati sanubari manusia. Kata hati kita. Kata hati kita itu sebenarnya sangat kecil sekali, lemah sekali suaranya sehingga kadang-kadang tidak terdengar suaranya. Ketika seorang melakukan satu kali perbuatan yang bertentangan dengan hati nuraninya, maka dia akan merasa bersalah. namun jika perbuatan tersebut dilakukan berulang-ulang maka lama kelamaan hati nuraninya akan mati.
Ketika kita mencontek sekali, kita akan merasa takut, takut ketauan. Tapi lama lama, jika kita melakukan perbuatan tersebut berulang-ulang maka kita akan terbiasa, kita tidak akan merasa takut. Jika kita terus melakukan perbuatan itu lagi, maka lama-lama hati nurani kita akan mati. Mungkin itu juga yang menyebabkan banyak sekali individu cerdas yang saking cerdasnya justru jadi Koruptor.
Dari sebuah kalimat di kertas ulangan matematika pa Uka, saya belajar tentang sesuatu. Saya belajar untuk kembali belajar memahami tentang apa yang disebut dengan "kejujuran dan keberanian". Kita harus berani, berani menghadapi ulangan matematika dengan kemampuan kita sendiri, harus yakin. Kalo ternyata remedial? Ya tinggal remedial, berarti kita belum cukup belajarnya. Kita harus berani, walaupun ternyata hasil akhirnya sangat membuat kita kecewa, tapi itu kan hasil kita sendiri. Kejujuran, kita harus jujur sama diri kita sendiri. kalo kita nyontek dan nilai kita bagus. Kita memperllihatkan nilai tersebut sama orang tua kita, mereka akan bangga. Tapi lihat, sebenarnya mereka bangga pada siapa kalo ternyata nilai tersebut bukan hasil kerja keras kita. Sebenarnya bukan teman, orang tua atau guru yang kita bohongi. Tapi kita membohongi diri kita sendiri.
Ingat bahwa semua hal akan dipertanggungjawabkan dihadapan Tuhan ketika hari pembalasan? Begitupun nilai kita. Dan sebuah pelajaran berharga dari teman kuliah saya.
Waktu itu kita lagi UTS mata kuliah Hukum. Kita disuruh menyebutkan mengenai hierarki perundang-undangan. Dan saya tahu kalo dia tidak siap. Karena merasa jiwa solidaritasnya terpanggil dan waktu memang sebentar lagi habis, seorang teman lain menawarkan jawabannya. dan yang terucap darinya hanyalah "engga ah takut dosa". Dia lebih memilih tidak mengisi soal tersebut dan langsung mengumpulkan jawaabannya.
Maaf ya kepanjangan ^.^