Berbagai fenomena tak biasa belakangan ini sering kita saksikan bersama semenjak terjadinya wabah Corona.
Bangunan sosial yang sudah berdiri dengan kokoh, kultur ketimuran yang menjadi nilai luhur Bangsa, seakan-akan terkoyak oleh dampak Corona.
Rasa saling percaya, sikap bersaudara dan saling bantu, berakhir dalam sebuah muara kehidupan bangsa yang seolah kehilangan kepribadian, lemah, terpecah dan susah.
Masih kuat didalam ingatan kita, fenomena penolakan jenazah yang sebelumnya tidak pernah terjadi dan tidak pernah kita saksikan selama ini, kini merebak kemana-mana.
Para perantau di kota metropolitan yang setiap lebaran setahun sekali berbondong-bondong mudik ke kampung halaman, kini sudah dilarang.
Pertama kali dalam sejarah Indonesia, perantau dilarang bertemu keluarganya dikampung untuk sungkem memohon maaf kepada orangtuanya dan saudara-saudaranya.
Para perantau dilarang bertemu keluarganya yang sudah setahun menahan rindu demi mencari kesejahteraan di Jakarta, menahan rindu karena mencari nafkah demi anak dan istri tercinta.
Itulah beberapa fenomena sosial yang terjadi, akibat dari betapa hebatnya virus Corona mengubah tatanan sosial kehidupan beragama, berbangsa dan bernegara.
Senja kemarin, saya sebagai warga yang tinggal di desa telah menyaksikan fenomena yang tak biasa, saya menyebutnya sebagai "fenomena senja".
Gambar yang saya jadikan ilustrasi dalam tulisan ini mewakili gambaran fenomena senja yang saya alami kemarin sore.
Senja itu saya menyaksikan seorang tetangga terlihat sedang menata barang sembako yang dipacking menggunakan kardus dan karung untuk dimasukkan ke dalam sebuah kendaraan roda empat.