Mohon tunggu...
Rori Idrus
Rori Idrus Mohon Tunggu... Guru - Pemulung Hikmah

Pemulung hikmah yang berserakan untuk dipungut, dirangkai menjadi sebuah tulisan dan pelajaran kehidupan.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Fenomena Senja

22 April 2020   12:39 Diperbarui: 22 April 2020   13:22 101
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Berbagai fenomena tak biasa belakangan ini sering kita saksikan bersama semenjak terjadinya wabah Corona.

Bangunan sosial yang sudah berdiri dengan kokoh, kultur ketimuran yang menjadi nilai luhur Bangsa, seakan-akan terkoyak oleh dampak Corona.

Rasa saling percaya, sikap bersaudara dan saling bantu, berakhir dalam sebuah muara kehidupan bangsa yang seolah kehilangan kepribadian, lemah, terpecah dan susah.

Masih kuat didalam ingatan kita, fenomena penolakan jenazah yang sebelumnya tidak pernah terjadi dan tidak pernah kita saksikan selama ini, kini merebak kemana-mana.

Para perantau di kota metropolitan yang setiap lebaran setahun sekali berbondong-bondong mudik ke kampung halaman, kini sudah dilarang.

Pertama kali dalam sejarah Indonesia, perantau dilarang bertemu keluarganya dikampung untuk sungkem memohon maaf kepada orangtuanya dan saudara-saudaranya.

Para perantau dilarang bertemu keluarganya yang sudah setahun menahan rindu demi mencari kesejahteraan di Jakarta, menahan rindu karena mencari nafkah demi anak dan istri tercinta.

Itulah beberapa fenomena sosial yang terjadi, akibat dari betapa hebatnya virus Corona mengubah tatanan sosial kehidupan beragama, berbangsa dan bernegara.

Senja kemarin, saya sebagai warga yang tinggal di desa telah menyaksikan fenomena yang tak biasa, saya menyebutnya sebagai "fenomena senja".

Gambar yang saya jadikan ilustrasi dalam tulisan ini mewakili gambaran fenomena senja yang saya alami kemarin sore.

Senja itu saya menyaksikan seorang tetangga terlihat sedang menata barang sembako yang dipacking menggunakan kardus dan karung untuk dimasukkan ke dalam sebuah kendaraan roda empat.

Tampak sudah penuh sesak dan terus dipaksa supaya semuanya muat kedalam kendaraan, sementara di sekelilingnya tampak ibu-ibu yang antri ingin ikut menitipkan sembako, hasil tani, bahkan uang tabungan si Ibu.

Ibu-ibu yang dengan naluri keibuannya tercabik-cabik hatinya mendengar kabar anaknya di rantau sudah kehilangan pekerjaan, PSBB membuat anaknya sudah tidak bisa lagi mencari nafkah, bahkan sudah tidak ada lagi yang bisa dimakan, mau pulang pun sudah dilarang.

Sementara bantuan sembako dari pemerintah yang mereka harapkan tak kunjung datang, administrasi sudah dipenuhi, hanya sebuah janji yang tidak bisa digunakan untuk mengobati rasa lapar.

Seorang Ibu mana yang tidak perih hatinya, terluka hatinya ketika mendengar buah hati yang selama ini sering berkirim uang selama merantau, kini hidup dalam kesusahan, tak bisa kerja dan sudah tak bisa makan.

Sungguh fenomena yang tidak biasa terjadi selama saya hidup sudah hampir 40 tahun lamanya, biasanya justru anak mereka yang datang membawa berbagai macam oleh-oleh, berkirim uang setiap bulan untuk orangtuanya.

Fenomena senja yang sungguh membuat haru biru. Kasih sayang orang tua sepanjang masa, mereka tidak akan tega melihat anak-anaknya kelaparan di perantauan.

Meskipun sebenarnya terjadi fenomena sebaliknya, dimana ada seorang anak yang tega menelantarkan orang tuanya tanpa peduli sedikit pun keadaan orang tua di kampung halaman.

Sedangkan dia di kota hidup enak, makan enak di cafe atau restoran dengan ber-swafoto kemudian dengan bangganya mengunggah di media sosial mereka.

Sungguh sebuah fenomena senja dengan pesan moral begitu nyata didepan mata, bahwa "kasih Ibu sepanjang masa".

Semoga badai segera berlalu. Aamiin

Salam!!!

Rori Idrus
KBC-57 Brebes Jawa Tengah
(Lawan Corona Pakai Konten)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun