Tetapi kemudian menjadi persoalan teknis penerapan di lapangan adalah mekanisme penyaluran bantuan yang terindikasi tidak tepat sasaran sesuai arahan pemerintah pusat, banyak warga miskin terdampak Corona yang tidak mendapatkan bantuan tersebut.
Masalah klasik yang terus terjadi berulang kali, akar permasalahan di akui oleh Kemensos ada pada lemahnya sosialisasi pengaduan masyarakat, dan masalah akurasi data.
Dampaknya, warga miskin terdampak Covid-19 kini terancam tidak menerima bantuan sosial langsung tunai dari pemerintah pusat yang teknis penyalurannya dengan menggunakan Dana Desa.
Akhirnya, kini publik dipertontonkan lagi dengan dampak dari penerapan PSBB serta bantuan sosial langsung tunai yang tidak tepat sasaran.
Bisa kita saksikan melalui berbagai media, bagaimana seorang Ibu pedagang kaki lima memohon kepada aparat yang ingin mentertibakan lapak dagangannya disertai curhatan dan tangisan.
"Kalau saya boleh mewakili ibu-ibu, kami butuh makan Pa, anak kami masih kecil-kecil, diluar matinya karena Corona, dirumah kami mati kelaparan Pa, kan sama mati-mati juga Pa, apa nggak kasian sama kami. Cicilan katanya bisa ditangguhkan, tidak ada Pa! bunga cicilan harus kami bayar, kami bayar darimana Pa? Kami cuma pedagang kaki lima, kami juga mengerti ini demi kebaikan kita bersama, tapi kalau seperti ini kami nggak makan gimana Pa? Kalau ada solusi dari pemerintah, tolong kami! Bantu kami, sembako buat makan Pa. Gimana nggak hancur, anak-anak bilang, Bu minta makan, nggak ada yang dimakan sudah 10 hari ngutang ke tetangga, tetangga juga kalau nggak dibayar lama-lama nggak mau Pa, mereka juga butuh modal, gimana kami harus ngadu Pa?"
Sebelumnya, seorang Ibu perantau di Jakarta yang tidak kebagian bantuan sosial langsung tunai berupa paket sembako senilai Rp.600 ribu pun demikian; "Suami saya udah nggak kerja Pa, anak saya banyak, mau dagang nggak bisa, mau apa-apa nggak bisa, saya harus bagaimana Pa?"
Siapapun meyaksikan cerita tersebut pasti ikut sedih, itulah tangisan rakyat kecil hari ini, dampak dari pemerintah memilih kebijakan PSBB bukan karantina wilayah yang membuat pemerintah punya kewajiban menanggung kebutuhan hidup warga dan sekaligus hewan ternaknya.
Saya yakin, masih banyak cerita lainnya yang sama-sama menyedihkan, sebagimana kita tahu bahwa dampak dari pandemi Covid-19 ini sudah merata dirasakan oleh masyarakat baik di perkotaan maupun di pedesaan.
Selain itu, para kepala daerah rupanya masih banyak yang belum menjalankan instruksi Presiden untuk melakukan refocusing serta realokasi anggaran dan kegiatan sehingga pemerintah pusat dan daerah memiliki satu visi dan prioritas yang sama untuk mengatasi penyebaran Covid-19.
Intruksi untuk memangkas belanja-belanja yang tidak prioritas, memotong rencana belanja yang tidak mendesak seperti perjalanan dinas, rapat-rapat, dan belanja-belanja lain yang tidak dirasakan langsung manfaatnya oleh rakyat tidak sepenuhnya dijalankan oleh para kepala daerah.