Segala yang ada di alam semesta ini merupakan perwujudan hasil dari sebuah penciptaan. Tidak mungkin sesuatu yang ada, terjadi dengan sendirinya tanpa ada yang menciptakan. Untuk itu akal mengharuskan sesuatu yang Wajib Ada dengan sendirinya.
Sesuatu yang Wajib Ada atau Wajibul Wujud adalah sesuatu yang tidak bermula dari tidak ada. Dari dahulu Ia sudah ada, sekarang ada, esok tetap ada, dan selamanya ada. Dia adalah sumber dari segala sumber, Pencipta alam semesta jagad raya dengan segala isinya. Pencipta yang sebenarnya tidaklah mungkin hasil dari sebuah penciptaan. Akal mewajibkan hanya ada satu pencipta, Dialah yang disebut Al Kholiq.
Dalam Islam, Sang Pencipta (Al Kholiq) itu di kenal dengan sebutan Allah Subhanahu wata'ala yang memiliki 99 nama yang baik (Asmaul Husna) dengan 20 sifat wajib yang dimiliki, 20 sifat mustahil, dan 1 sifat Jaiz.
Di antara sifat wajib bagi Allah yang pertama adalah Wajibul Wujud ( wujud yang ada dengan sendirinya), kedua adalah Qidam atau terdahulu, yang ketiga adalah Baqo' artinya kekal, keempat wahdaniyah artinya Esa, dan seterusnya.
Lantas apa yang menjadi bukti keberadaan Allah itu?. Ada beberapa bukti keberadaan Allah Subhanahu wata'ala yang dapat kita lihat, di antaranya:
1. Bukti secara fitrah.Â
Setiap manusia, disadari atau tidak, pasti dalam dirinya ada kecendrungan pengakuan terhadap adanya sesuatu di luar dirinya yang bersifat supranatural yang memiliki kekuatan dan mendominasi segala hal yang terjadi pada dirinya. Bahkan menurut ilmu pengetahuan, di dalam otak manusia terdapat "God Spot" atau titik Tuhan.Â
Ini menjadi sangat wajar, karena sesungguhnya setiap manusia sebelum ia dilahirkan ke atas dunia, dia sudah menyaksikan "kebesaran" Allah Subhanahu wata'ala ketika ia masih berada di dalam kandungan ibunya. Ini dapat kita lihat dalam firman Allah Subhanahu wata' ala dalam Al-Qur'an Surat Al A'raf ayat 172:Â
"Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): "Bukankah Aku ini Tuhanmu?" Mereka menjawab: "Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi". (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: "Sesungguhnya kami (bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan)". [ Q.S (7) : 172].
Kecendrungan manusia akan nilai-nilai ketuhanan merupakan sesuatu yang menjadi fitrah yang ia bawa sejak lahir, tanpa memandang siapa kedua orang tuanya, apa agama kedua orang tuanya , dan dari suku apa ia berasal. Bahkan pada dasarnya, nilai-nilai kefitrahan akan pengakuan adanya Tuhan akan diakui oleh setiap manusia, walaupun lisannya menolak karena suatu kesombongan atau yang lainnya.Â
Baca Juga:Â Ngaji Gus Baha' | Allah SWT Sangat Dekat dengan Kita, Ketika Sebagian Orang Menjauhimu
Hal ini pulalah yang dilakukan kaum kafir Quraisy ketika Dakwah Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wasallam sampai kepada mereka. Pada hakikatnya, mereka mengakui bahwa Allah Subhahanahu wata'ala adalah pencipta langit dan bumi, namun karena kesombongan hawa nafsu, mereka tetap menolak untuk mengabdi dan hanya menyembah kepada Allah Subhanahu wata'ala. Hal ini dapat kita lihat pada firman Allah dalam Al Qur'an Surat Al Ankabut (29) ayat 61 yang berbunyi :