Kurang lebih sudah lima bulan kita mengenal istilah Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Tepatnya pada tanggal 10 April 2020, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta telah memberlakukan PSBB untuk mengendalikan tingkat penyebaran virus corona yang meyebabkan penyakit Covid-19 yang pada awalnya disebut Peneumonia Wuhan.Â
Ada beberapa Adaptasi Kebiasaan Baru yang harus kita lakukan agar PSBB berjalan efektif dan membawa hasil signifikan terhadap penurunan tingkat penyebaran Covid-19. Kebiasaan baru tersebut dikenal dengan istilah 3 M, yaitu Memakai masker, Menjaga jarak, dan Mencuci tangan dengan sabun.
Penerapan PSBB pada awalnya berjalan efektif, terbukti pada bulan Mei sampai Juni tingkat penambahan penderita Covid-19 di Jakarta secara grafik mengalami pelandaian. Sehingga memasuki bulan Juli, Pemrov DKI melakukan perubahan kebijakan dari PSBB ketat, menjadi diperlonggar dengan memberlakukan PSBB transisi.
Harapan dari adanya pelonggaran atau relaksasi PSBB ini adalah untuk menghidupkan kembali roda perekonomian masyarakat yang sempat melambat atau bahkan terhenti.Â
Namun, apa yang terjadi?. Setelah berjalan dua bulan ternyata tingkat penyebaran Covid-19 kembali melonjak, bahkan penambahan penderita perhari sampai 1.000 orang. Hal ini menyebabkan kapasitas fasilitas ruang perawatan di berbagai rumah sakit di Jakarta mengalami fase darurat, jika tidak segera dilakukan pengereman laju penyebaran Covid-19.
Berdasarkan kondisi faktual ini, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mengambil langkah cepat untuk kembali menerapkan PSBB ketat di Jakarta mulai 14 September 2020.
Sebenarnya apa yang menjadi penyebab utama tidak efektifnya PSBB transisi yang diterapkan Pemprov DKI Jakarta?. Kalau kita mau jujur, sebenarnya banyak dari prilaku masyarakat yang belum disiplin dalam menerapkan protokol kesehatan. Banyak di antara masyarakat yang memakai masker jika ada petugas gugus Covid-19 saja, atau demi menghindari jeratan sanksi jika kedapatan tidak memakai masker.
Masih banyak anggota masyarakat yang belum menyadari bahwa sesungguhnya virus corona benar-benar ada dan nyata, sehingga mereka terkesan menyepelekan bahaya yang ditimbulkan dari virus tersebut.
Memakai masker, menjaga jarak, dan mencuci tangan dengan sabun belum menjadi kebiasaan baru yang dijalankan secara rutin dalam kehidupan sehari-hari.
Lantas bagaimana caranya kita membangun sesuatu agar menjadi sebuah kebiasaan?. Perlu kita ketahui bahwa, Kebiasaan adalah tindakan yang dilakukan secara berulang dengan sedikit atau tanpa usaha atau pemikiran. Untuk membangun sebuah kebiasaan diperlukan langkah-langkah yang sistematis agar benar-benar menjadi sebuah kegiatan yang bersifat otomatis. Kebiasaan yang dimaksud di sini tentunya adalah kebiasaan yang positif.
Ada beberapa hal yang perlu kita lakukan agar penerapan protokol kesehatan menjadi sebuah kebiasaan baru yang mudah kita lakukan, di antaranya:Â
1.Memahami Tujuan. Kita harus memahami apa tujuan yang hendak kita capai dari penerapan protokol kesehatan tersebut. Penerapan protokol kesehatan bukanlah untuk membatasi kebebasan masyarakat maupun individu. Namun, tujuannya adalah untuk menjaga diri kita agar terhindar dari mara bahaya yang namanya Covid-19.Â