Mohon tunggu...
Ropiyadi ALBA
Ropiyadi ALBA Mohon Tunggu... Guru - Tenaga Pendidik di SMA Putra Bangsa Depok-Jawa Barat dan Mahasiswa Pasca Sarjana Pendidikan MIPA Universitas Indra Prasta Jakarta

Menjadi Pembelajar Sepanjang Hayat, membaca dan menulis untuk pengembangan potensi diri dan kebaikan ummat manusia.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Perceraian, Apakah Sebuah Solusi?

6 September 2020   20:43 Diperbarui: 6 September 2020   21:06 387
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber gambar: detikNews.com

Pandemi Covid-19 yang telah memporak-porandakan sendi-sendi ekonomi, ternyata pada akhirnya sampai menembus benteng pertahanan sebuah rumah tangga. 

Sebagaimana dilansir kompas.com pada 28/08, tingkat perceraian -khususnya di Jawa Barat-meningkat pasca pandemi Covid-19. Kali ini gugatan perceraian lebih didominasi oleh kaum istri, mereka menggugat cerai suaminya karena alasan ekonomi.

Kondisi pandemi Covid-19 telah banyak menyebabkan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan terhadap para karyawannya. Sehingga pada akhirnya banyak di antara para suami yang tidak memiliki pekerjaan lagi alias menganggur. 

Apakah aspek ekonomi merupakan penyebab utama dari sebuah perceraian?. Kalau kita mau jujur, sebenarnya yang menjadi alasan terbentuknya sebuah keluarga melalui pernikahan adalah tentang komitmen dan kematangan psikologis antara kedua belah pihak. 

Jika kedua belah pihak sudah memiliki komitmen awal tentang alasan pernikahan, dan memiliki kematangan psikologis untuk memahami setiap kelebihan dan kekurangan masing-masing, maka tidak akan pernah terbesit dalam pikiran sedikitpun tentang sebuah kata "perceraian".

Perceraian bukanlah sebuah solusi cerdas dari sebuah permasalahan pernikahan yang menyangkut ekonomi. Sepasang suami istri yang terikat perjanjian sakral ketika akad nikah, tentunya tidak akan mudah untuk memutuskan cerai hanya gara-gara hidup dalam kekurangan. 

Apakah ketika nanti sudah bercerai, kondisi ekonomi akan membaik?, bagaimana nasib anak-anak yang masih membutuhkan kasih sayang utuh dari kedua orang tuanya?.

Jika masalah ekonomi menjadi alasan utama perceraian pada masa pandemi ini, ada baiknya pemerintah memberi solusi berupa peningkatan bantuan tunai atau sejenisnya kepada para pasangan suami istri yang rawan cerai atau berniat cerai. 

Kantor Urusan Agama tidak serta merta memuluskan niat mereka untuk bercerai, namun terlebih dahulu memberikan mediasi dan edukasi seputar masalah keutuhan rumah tangga dan dampak negatifnya jika perceraian benar-benat terjadi.

Jangan sampai seperti pepatah, "sudah jatuh tertimpa tangga ", sudah jatuh kehilangan pekerjaan, kehilangan istri pula. Sebuah nasib tragis yang menimpa para suami tentunya.

Dalam pernikahan, yang paling dibutuhan adalah kesetiaan. Setia baik di kala suka maupun duka. Setia di waktu muda maupun di kala senja. Setia bersama dalam mengarungi ombak kehidupan, sampai menepi di ujung waktu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun