Pasal 15 Undang-Undang Dasar (UUD) Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menyatakan bahwa,"Presiden memberi gelar, tanda jasa, dan lain-lain tanda kehormatan yang diatur dengan undang-undang". Â
Penganugerahan gelar tanda kehormatan kepada tokoh-tokoh tertentu yang dianggap layak merupakan hak prerogatif presiden sebagai kepala negara. Penganugerahan gelar tanda penghormatan tersebut berupa pemberian Bintang Mahaputra, Bintang Jasa, ataupun Bintang Budaya. Pemberian anugerah ini biasanya dilakukan dalam rangkaian acara peringatan Hari Ulang Tahun  (HUT) Kemerdekaan RI di Istana Negara.
Bentuk turunan peraturan dari UUD 1945 pasal 15 tersebut adalah  Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2009.  Dalam UU Nomor 20 Tahun 2009, khususnya pada pasal 25 disebutkan bahwa syarat-syarat umum untuk memperoleh tanda kehormatan ini adalah sebagai berikut:
1. Warga Negara Indonesia atau seseorang yang berjuang di wilayah yang sekarang menjadi wilayah NKRI
2. Memiliki integritas moral dan keteladanan Berjasa terhadap bangsa dan negara.
3. Berkelakuan baik Setia dan tidak mengkhianati bangsa dan negara.
4. Tidak pernah dipidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahunÂ
Sementara syarat-syarat khusus untuk memperoleh gelar tanda kehormatan berdasarkan Undang-Undang tersebut adalah :
1. Berjasa luar biasa di berbagai bidang yang bermanfaat bagi kemajuan, kesejahteraan, dan kemakmuran bangsa dan negara.
2. Pengabdian dan pengorbanannya di bidang sosial politik, ekonomi, hukum, budaya, ilmu pengetahuan, teknologi, dan beberapa bidang lain yang besar manfaatnya bagi bangsa dan negara.
3. Darmabakti dan jasanya diakui secara luas di tingkat nasional dan internasional.
Pada 10/8/2020 yang lalu beredar kabar melalui akun twitter resmi milik Menkopolhukam Mahfud MD (@mohmahfudmd), bahwa dari sederet nama yang akan menerima penghargaan adalah politisi Gerindra Fadli Zon dan (mantan) politisi PKS Fahri Hamzah. Keduanya akan mendapatkan penghargaan Bintang Mahaputra Naraya, yang merupakan penghargaan sipil tertinggi setingkat di bawah Bintang Republik Indonesia.
Beredarnya kedua nama politisi tersebut sontak membuat polemik di masyarakat, karena dianggap kurang tepat. Pemberian gelar kehormatan memang adalah hak prerogatif presiden, namun seyogyanya sudah dipertimbangkan dengan sangat matang oleh tim kepresidenan yang mengkaji dan mengusulkan hal tersesbut. Kalau kita melihat syarat umum dan syarat khusus penerima gelar kehormatan sebagaimana yang tertera dalam UU No. 20 Tahun 2009 di atas, kita tidak melihat hal-hal tersebut ada di dua sosok ini.Â
Masih banyak Warga Negara Indonesia yang berkelakuan baik, setia kepada bangsa dan negara serta tidak pernah di pidana penjara berdasarkan keputusan pengadilan. Sementara bentuk jasa luar biasa apa, dan pengabdian serta pengorbanan bagaimana yang telah mereka lakukan, serta darma bhakti seperti apa yang telah diakui di tingkat nasional dan internasional, kitapun tak pernah melihatnya. Apakah menjabat sebagai wakil ketua DPR selama lima tahun merupakan bentuk jasa luar biasa, bahkan diakui tingkat nasional maupun internasional?.
Melihat berita yang sudah viral dan terkonfirmasi kebenarannya ini, kita masih tetap menunggu kebenarannya sampai keduanya benar-benar dianugerahi penghargaan Bintang Mahaputra pada 13 Agustus 2020 mendatang. Karena bisa saja berita ini hanya semacam test of water, setelah menimbulkan polemik bahkan kegaduhan di tengah masyarakat, kemudian pada akhirnya presiden tidak jadi memberikan penganugerahan kepada fadli zon dan Fahri Hamzah. Walaupun kita tahu beredarnya berita ini bukan langsung dari presiden, namun dari status twitter Menkopolhukam dan pengakuan dari Fadli Zon yang mengaku sudah diberitahu oleh sekretriat DPR.
Selama ini kita ketahui bahwa keduanya (Fadli Zon dan Fahri Hamzah) kerap melakukan kritik terhadap kinerja pemerintah, khususnya kinerja Presiden Jokowi. Namun perlu kita ingat pula, status Presiden Jokowi tatkala memberikan gelar kehormatan dan tanda jasa adalah sebagai Kepala Negara bukan Kepala Pemerintahan.Â
Apakah nanti setelah Fadli Zon dan Fahri Hamzah menerima penghargaan Bintang Mahaputra Nararya, keduanya akan berhenti mengkritik kinerja pemerintah?.Â
Apakah tidak akan menjadi beban psikologis nantinya ketika mereka sudah dianugerahi tanda kehormatan, namun masih selalu mengkritik?, atau sebaiknya Fahri Hamzah dan Fadli Zon mengucapkan terimakasih atas penghargaan ini, namun  tak bisa menerimanya dengan alasan tetap menjaga independensi dalam memberikan kritikan-kritikan kepada kinerja pemerintah demi perbaikan bangsa dan negara. Atau mungkin alasan "dibalik panggung" pemberian anugerah ini agar keduanya tidak kerap bersuara lagi "menyanyikan" kritikan-kritikan kepada pemerintah?. Wallahu a'lam.***
Salam.Ropiyadi ALBA 120820
Rererensi :
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H