Mohon tunggu...
Ropiyadi ALBA
Ropiyadi ALBA Mohon Tunggu... Guru - Tenaga Pendidik di SMA Putra Bangsa Depok-Jawa Barat dan Mahasiswa Pasca Sarjana Pendidikan MIPA Universitas Indra Prasta Jakarta

Menjadi Pembelajar Sepanjang Hayat, membaca dan menulis untuk pengembangan potensi diri dan kebaikan ummat manusia.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Dampak Pandemi terhadap Kesejahteraan Guru

4 Agustus 2020   20:29 Diperbarui: 4 Agustus 2020   20:24 417
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pertanyaan besarnya adalah, mengapa harus timbul semacam "kasta" pada kesejahteraan guru di Indonesia?. Apakah tugas pokok dan fungsi (Tupoksi) antara guru PNS, GTY, dan Honorer berbeda?. 

Padahal dalam Undang-Undang nomor 20 tahun 2003 pasal 39 ayat 2 tentang Sistem Pendidikan Nasional, dikatakan bahwa tugas guru adalah merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, melakukan pembimbingan dan pelatihan, serta melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat, terutama bagi pendidik pada perguruan tinggi. 

Sementara itu dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen menyatakan bahwa guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah. 

Dalam kedua definisi mengenai tugas guru ini tidak dibedakan apakah ia seorang guru PNS,guru GTY, maupun guru honorer, semuanya mempunyai beban tugas yang sama.

Pertanyaannya sekali lagi, mengapa harus ada "kasta-kasta" pada kesejahteraan guru di Indonesia?. Dampak nyatanya adalah berimbas pada sekolah-sekolah swasta. Sebuah permasalahan klasik yang terjadi di sekolah swasta alit yang terulang setiap tahunnya adalah banyaknya guru di sekolah swasta yang keluar, dan pindah mencari sekolah lain yang dianggap lebih besar gaji/honornya. 

Belum lagi status Guru Tetap Yayasan (GTY) yang kadang hanya bersifat administratif sebagai syarat mendapatkan NUPTK(Nomor Unik  Pendidik dan Tenaga Kependidikan). Untuk kemudian dari NUPTK ini menjadi dasar mengajukan diri untuk mengikuti program sertifikasi dalam jabatan yang saat ini disebut PPG (Pendidikan Profesi Guru).

Pandemi Covid-19 menjadi tamparan keras bagi semua pihak, terkhusus para guru honorer. Dengan tanpa adanya pemotongan anggaran TPG dan BOS sekalipun, nasib mereka sudah sangat memperihatinkan. 

Mereka seorang sarjana, namun pengasilan mereka jauh dari Upah Minimum Propinsi (UMP). Bahkan tersiar kabar, ada beberapa sekolah swasta yang memangkas gaji para guru honorernya dengan alasan pemasukan SPP dari orang tua berkurang (banyak tunggakan). Nasib para guru honorer ini seperti pribahasa sudah jatuh tertimpa tangga pula.

Memang menjadi guru adalah panggilan hati untuk mengambil peran besar melaksanakan salah satu tujuan negara yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa. Kurang tepat pula rasanya, jika orientasi guru masa kini terjebak pada financial minded. 

Bagi anda yang berprofesi sebagai guru, fokuslah pada tujuan menjadi seorang guru, jangan dominasi pikiran anda oleh materi semata. 

Biarlah negara yang memikirkan nasib anda, namun jika hanya sebatas janji-janji yang digaungkan dengan anggaran 20 % APBN, tetap fokuslah pada tugas anda dan mohon pertolongan kepada Yang Maha Kuasa semoga Dia memberi "pelajaran" berharga kepada mereka.***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun