Mohon tunggu...
Ropiyadi ALBA
Ropiyadi ALBA Mohon Tunggu... Guru - Tenaga Pendidik di SMA Putra Bangsa Depok-Jawa Barat dan Mahasiswa Pasca Sarjana Pendidikan MIPA Universitas Indra Prasta Jakarta

Menjadi Pembelajar Sepanjang Hayat, membaca dan menulis untuk pengembangan potensi diri dan kebaikan ummat manusia.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Membangun Dinasti Politik di Balik Topeng Demokrasi

22 Juli 2020   21:25 Diperbarui: 22 Juli 2020   21:38 308
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar:rm.co.id

Secara historis, lahirnya sistem politik demokrasi merupakan anti tesis dari sistem politik dinasti pada sebuah negara yang berbentuk kerajaan atau kekaisaran yang dipimpin secara turun temurun. 

Sebagai salah satu contoh, adanya ketidak puasan rakyat terhadap sistem pemerintahah monarki (kerajaan) di Prancis yang sudah berlangsung hampir 300 tahun, telah melahirkan gelombang perlawanan rakyat yang pada akhirnya memicu terjadinya revolusi Prancis pada abad ke 18. 

Rakyat menginginkan kesamaan dan kesetaraan di dalam pemerintahan, sehingga muncullah sebuah bentuk negara demokrasi modern. Demokrasi pada hakikatnya pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat yang relatif setara. Siapapun bisa menjadi pemimpin dalam sebuah negara demokrasi, asalkan memiliki elektoral yang tinggi dan dipilih oleh mayoritas rakyat.

Sedangkan Politik dinasti yang diartikan sebagai sebuah kekuasaan  yang dijalankan oleh sekelompok orang yang masih terkait dalam hubungan keluarga atau kekerabatan, tidak memberikan ruang dan kesempatan kepada orang diluar unsur keluarga kerajaan untuk memimpin negara. Dalam sistem kerajaan, rakyat tidak memiliki hak untuk memilih dan dipilih sebagai pemimpin. 

Berakhirnya perang dunia kedua, telah melahirkan banyak negara demokrasi di dunia. Artinya hampir seluruh negara di dunia telah meninggalkan sistem monarki (kerajaan). Walaupun masih ada sedikit negara di dunia yang berbentuk monarki, namun sifatnya bukan monarki absolut, melainkan monarki konstitusional. 

Secara teori, dalam demokrasi tidak mengenal sistem politik dinasti. Namun telah terjadi sebuah anomali dalam praktek demokrasi, khususnya di Indonesia.  

Terjadinya tren politik kekerabatan di Indonesia sudah lama berakar secara tradisional. Yakni berupa sistem patrimonial, yang mengutamakan regenerasi politik berdasarkan ikatan genealogis, bukan kualifikasi dan kompetensi dalam menimbang prestasi. 

Pada sistem monarki, sistem pewarisan kepemimpinan ditunjuk secara langsung oleh raja sebelumnya, sedangkan pada sistem patrinomial dipilih melalui sistem elektoral prosedural yang sudah didesain melaui sebuah kendaraan politik yang sudah dipersiapkan. 

Untuk kasus Indonesia, kita sudah mengenal beberapa pergantian kepemimpinan sejak Presiden pertama Soekarno sampai presiden ketujuh Joko Widodo. 

Klan kepemimpinan Soekarno dilanjutkan oleh megawati Soekarnoputri sebagai Presiden ke-4, dan selanjutnya Megawati Soekarno Putri menitiskan Trah kepemimpinannya kepada putrinya yaitu Puan Maharani yang pernah menjadi Menteri Sosial, Menteri Koordinator PMK dan saat ini sebagai ketua DPR RI periode 2019-2024. 

Sementara itu, Presiden kedua Indonesia-Soeharto- pada masa kepemimpinannya telah mengangkat putrinya (Siti Hardiyanti Rukmana) sebagai Menteri Sosial. Setelah Soeharto wafat, Siti Hardiyanti Rukmana atau biasa dipanggil mbak Tutut mendirikan Partai MKGR dan membidani lahirnya Partai Garuda pada pemilu 2019 lalu. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun