Mohon tunggu...
Ropiyadi ALBA
Ropiyadi ALBA Mohon Tunggu... Guru - Tenaga Pendidik di SMA Putra Bangsa Depok-Jawa Barat dan Mahasiswa Pasca Sarjana Pendidikan MIPA Universitas Indra Prasta Jakarta

Menjadi Pembelajar Sepanjang Hayat, membaca dan menulis untuk pengembangan potensi diri dan kebaikan ummat manusia.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Manusia: Antara Akal, Perasaan, dan Ruh

22 Juni 2020   20:14 Diperbarui: 23 Juni 2020   17:31 1395
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: jalan akhirat wordpress.com

Manusia adalah hewan yang berpikir, demikian kata Aristoteles . Dari sini dapat dikatakan bahwa ciri khas manusia adalah pikirannya, jika ia sudah tidak lagi menggunakan pikirannya berarti tak ubahnya seperti hewan.

Kalau manusia makan dan minum, hewan pun makan dan minum. Kalau manusia berkembang biak, maka hewan pun berkembang biak dan seterusnya. Pikiran merupakan produk dari akal, dan keberadaan akal merupakan suatu hal yang paling membedakan antara manusia dan hewan.

Manusia dikarunia akal untuk berpikir, yang dari produk pemikiran tersebut lahirlah budaya dan peradaban. Dengan adanya akal, manusia dapat membedakan mana hal yang baik dan mana hal yang buruk. 

Keberadaan akal merupakan hasil dari pengembangan sistem kerja otak yang terdiri dari jutaan sel syaraf yang saling tersambung satu sama lain. Volume otak manusia sekitar 1.350 cc dan mempunyai 100 juta sel saraf atau neuron di dalamnya yang sangat memungkinkan manusia untuk mengembangkan potensinya, berbeda dengan hewan yang memiliki volume otak jauh lebih kecil dibanding manusia.

Selain dikarunia akal dan pikiran, manusia juga dikarunia perasaan. Perasaan dan emosi sebenarnya juga masih bagian dari kerja otak. Dalam ilmu psikologi maupun biologi sering dikenal istilah otak besar (cereberum), dimana otak besar ini dibagi menjadi dua belahan, yaitu otak kiri dan otak kanan. 

Otak kiri biasanya bekerja untuk hal-hal yang sifatnya logika dan matematika, sedangkan otak kanan bekerja untuk hal-hal yang sifatnya estetika, seni , dan keindahan. Disinilah dapat dikatakan dua unsur utama manusia yaitu akal (logika) dan perasaan yang keduanya merupakan produk dari otak manusia.

Manusia dikatakan sehat, tidak hanya sehat secara jasmani saja, namun juga sehat secara rohani. Manusia yang sehat rohaninya berarti manusia yang mempunyai akal yang sehat. Orang yang berakal sehat, akan mampu mengambil sebuah kesimpulan yang benar dan tepat dalam setiap mengahadapi permasalahan.

Keterampilan seseorang dalam mengambil sebuah kesimpulan atau keputusan yang benar dan tepat dalam sebuah permasalahan, merupakan buah dari pemberdayaan akal yang tidak didapat secara instan. Namun merupakan hasil pembelajaran panjang yang berdasarkan pengalaman hidup. 

Kecerdasan seseorang dalam mengambil keputusan dan kesimpulan yang benar dalam sebuah masalah, tidak semata-mata ditentukan  oleh seberapa besar IQnya, Namun juga ditentukan oleh kecerdasan emosional (EQ) dan spiritualnya(SQ).

Kalaulah banyak teori yang mengatakan bahwa kecerdasan IQ dan EQ merupakan hasil dari optimalisasi fungsi kerja otak (otak kiri dan kanan), bagaimana dengan kecerdasan spiritual atau SQ?

Berbicara spiritual tidak lepas dari unsur Ruhani dalam diri manusia. Berdasarkan proses penciptaan manusia, setelah unsur jasad/biologis manusia sempurna dan mengalami diferensiasi (sekitar 4 bulan dalam kandungan), maka Tuhan meniupkan Ruh ciptaanNya ke dalam janin manusia. Inilah yang menjadikan manusia sebagai sebaik-baik kejadian/penciptaan. Ada unsur jasmaniah (jasad), unsur akal (Aqliyah), dan Rohani (Ruhiyah).

Manusia yang sempurna adalah manusia yang dikarunia jasmani yang indah, akal yang sehat, dan Ruhani yang bersih yang kalau semua itu dijaga sesuai kodratnya maka manusia akan menjadi pemimpin di bumi dan menciptakan peradaban yang tinggi. 

Namun jika manusia tak mampu menjaga kodratnya sebagai makhluk yang dikaruniai akal dan pikiran serta ruh yang suci, maka ia akan seperti hewan bahkan lebih rendah daripada itu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun