Mohon tunggu...
NoVote
NoVote Mohon Tunggu... Guru - Mohon maaf jika tak bisa vote balik dan komen
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Terimakasih

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Jangan Khawatir, tapi Setelah 14 Hari Apa yang Kita Lakukan?

16 Maret 2020   14:23 Diperbarui: 17 Maret 2020   11:11 494
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Benar, tenang mungkin akan membuat antisipasi yang lebih baik lagi. Tapi 14 hari setelahnya siapa yang tau? Hutang wajib dibayar. Bekerja akan kembali seperti biasa.

Anak-anak akan kembali ke sekolah. Pedagang jajanan akan kembali mangkal di depan pagar-pagar sekolah. Berharap ada anak sekolah yang belanja mengisi perutnya menunggu pulang sekolah. Rejeki bagi pedagang jajanan untuk membayar utang mereka.

Kantor-kantor akan buka. Pedagang makanan juga akan berjejer di depan kantor. Menjadi pelayan makan siang pekerja kantoran. Demikian juga warung, toko, mini market, rumah makan angkringan, lapak-lapak kaki lima, restoran. tempat hiburan dan sebagainya. Geliat kehidupan akan berjalan seperti semula. Bagaimana dengan virus corona?

Bak hantu tak terlihat nyata. Kita tak bisa mengenali siapa yang sudah terjangkit dan siapa yang belum. Yang sakit kemudian di rawat dan diisolasi. Yang sehat menjaga dan membersihkan diri. Begitu sajakah?

Kita tidak mungking menghadapi dengan prustasi. Kalau mau mati ya mati saja. Dengan virus corona atau bukan. Nyatanya nanti mati juga. Keyakianan semacam ini harusnya kita buang jauh-jauh. Antisipasi dan hati-hati bagi setiap individu memang wajib dilaksanakan. Soal nanti tertular atau tidak tinggal nasib yang menentukan.

Nyatanya virus corona tak pilih-pilih mangsa, buktinya menteri saja kena, orang-orang besar dari belahan dunia ada yang terjangkit juga. Apalagi rakyat jelata, yang makan dan kesehatannya belum tentu terjaga. Entahlah.

Nyatanya pandemi telah banyak menelan jiwa. Kota lihat lagi bagaimana HIV AID dimulai dari Konggo, tahun 1976 telah menewaskan setidaknya  36 juta hingga 2018. Bahkan sampai kini tetap ada dan tetap menewaskan satu persatu manusia.

Flu Hongkong yang pertama kali menginfeksi warga Hongkong, tahun 1968. Dengan hanya butuh waktu tiga bulan sampai virus ini menyerang penduduk di Singapura, Vietnam, Filipina, India, Australia, Eropa, hingga Amerika Serikat. Setidalnya telah membunuh 1 juta jiwa.

Flu Asia, korban sekitar 2 juta jiwa. Wabah ini menyerang penduduk China pada tahun 1956-1958. Selama kurun waktu tersebut, wabah ini menyebar dari provinsi Guizhou ke Singapura, Hongkong, dan Amerika Serikat.

Dan banyak lagi kasus pandemi yang mematikan di dunia. Nyatanya kita sampai hari ini tetap hidup dan menjalani kehidupan kita sehari-hari. Ada yang selamat, dan ada yang tewas karena pandemi tersebut. Begitu juga dengan virus corona. Akan ada yang terjangkit dan ada yang tidak.

Kekebalan tubuh tiap orang pasti tidak sama. Nasib baik dan buruk manusia juga tidak bisa diterka. Ada yang akan meninggal karena virus corona. Ada juga yang meninggal karena ketakutannya. Dan banyak yang akan meninggal dengan penyakit-penyakit lainnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun