Dalam hal ini tidak setiap orang memiliki motivasi yang sama ketika bekerja. Alhasil, motovasi yang besar melahirkan hasil kerja yang besar, sementara motivasi yang kadang baik kadang buruk tak menunjukkan hasil kerja yang maksimal.
Begitu hasil kerja yang diperoleh tidak sesuai dengan harapan akhirnya melahirkan ketidakpuasan dalam pekerjaan.
Impilkasinya apa?
Ketidakpuasan yang diumbar dengan kebencian. Menganggap prestasi yang diperoleh orang lain karena telah menindas dan menyingkirkannya. Nalar yang tidak masuk akal sama sekali.
Tidak puas dengan hasil kerja sendiri tidak disadari sebagai sebuah cambuk untuk memperbaiki diri. Malah sibuk mencari kekurangan dan kelemahan orang lain. Di segala lini.
Akibatnya?
Langsung atau tidak langsung, perbuatan menghakimi orang lain atas hasil kerjanya melalui sarana yang ada, media sosial dan lain-lain. Menganggap aneh orang lain dan merasa diri paling normal dan paling berpestasi.
Padahal setiap kerja memiliki standar operasional masing-masing. Sehingga melalui teory memperbandingkan dinilai kurang tepat ketika ukuran keberhasilan hanya dalam bentuk memperbandingkan.
Kasak kusuk ingin berusaha menjatuhkan termasuk dalam kejahatan. Rasa tidak puas terhadap prestasi orang lain dijadikan dasar melakukan tindakan kejahatan. Dalam bentuk apa pun kejahatan yang diperbuat, tetap saja dinilai sebagai sebuah kejahatan.
Demikian juga ketika merasa diperlakukan tidak adil, sesuai teory kedua. Keberhasilan orang lain yang mampu memanfaatkan waktu, sarana dan kemampuan diri secara maksimal dianggap telah tidak adil. Sementara yang bersangkutan tak menyadari bahwa peluang keberhasilan tersebut pun dapat diraihnya jika memaksimalkan potensi diri dan memaksimalakan lingkungan yang ada.
Apa yang harus dilakukan?
Sebagai pekerja, memperbaharui kompetensi yang dimiliki bersaing secara sehat lebih baik daripada menghabiskan waktu pikiran dan tenaga mengurusi keberhasilan orang lain. Iri asal tidak diikuti dengan kedengkian tak akan melahirkan kejahatan.
Dimulai dengan bersyukur atas hasil kerja, dilanjutkan dengan kontinuitas peningkatan kompetensi diri dengan memaksimalkan sarana dan prasarana yang menyertainya. Menghabiskan waktu untuk memperbaharui diri tak akan menyediakan waktu untuk menggunjing dan mencari kesalahan dan kekurangan orang lain.
Dengan begitu kejahatan dalam bentuk sekecil apa pun dapat dihindari.