Mohon tunggu...
Surobledhek
Surobledhek Mohon Tunggu... Guru - Cukup ini saja
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Memberi tak harap kembali

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Mempermalukan Orang Lain di Depan Umum Puas Sih, tapi...

4 Maret 2020   16:41 Diperbarui: 4 Maret 2020   17:01 3979
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.


Manusia memang tempatnya salah. Kadang ada yang sengaja berbuat salah. Sebagian besar tidak sengaja atau kadang tidak mengerti yang telah diperbuat ternyata salah.

Dan penyesalan selalu datang belakangan. Tak akan mungkin ada penyesalan ketika kesalahan yang telah diperbuat mendapat teguran atau akibat langsung. Baik karena perbuatan salahnya berakibat fatal atau hanya sekedar menyakiti dan merugikan orang lain.

Kita sering menemukan pada saat sedang berlangsung hukum acara pidana. Di depan pengadilan, hampir semua pelaku kejahatan mengaku menyesal dan berjanji tak akan mengulangi lagi perbuatannya di kemudian hari. Nyatanya banyak di antara mereka yang mengulangi dan mengulangi kejahatan yang sama.

Kemudian, kata penyesalan tadi terbang entah kemana. Seakan lupa telah melakukan kejahatan sebelumnya.

Karena penyesalan adalah bentuk rasa bersalah yang hanya ada dalam hati. Hanya yang bersangkutan yang tahu. Orang lain hanya melihat akibat dari perubahan tingkah laku yang ditunjukkan setelah penyesalan dilakukan.

Jika perbuatan salah tidak diulangi maka pertanda penyesalan benar-benar dilakukan. Namun jika kesalahan yang lalu tidak dijadikan pelajaran maka peluang terjadinya kesalahan-kesalahan yang sama akan dilakukan lagi.

Bagaimana hubungannya dengan mempermalukan orang lain?
Kesalahan yang telah dibuat oleh seseorang menjadikan yang bersangkutan khawatir jika ketahuan orang lain. Dan jika kesalahan itu diungkap di tempat umum, seperti apa rasanya?

Saya menyebutnya, jika membuka kesalahan orang lain di depan banyak orang maka yang bersangkutan mempermalukan orang lain.

Bayangkan saja, suatu ketika kita membuat kesalahan, baik yang disengaja atau tidak. Hal pertama yang kita lakukan adalah menyembunyikan kesalahan tersebut agar tak diketahui orang lain. Mengapa? Karena kita akan malu dan merasa sangat kecewa dan sedih tak terkira.

Lantas jika ada yang menyampaikan kesalahan yang kita buat di depan umum, seperti apa rasanya. Bahkan akan lebih sakit dari pada ditampar di wajah berkali-kali. Ternyata kesalahan yang disampaikan secara terbuka sangat menyakitkan bagi si salah. Lalu mengapa tetap dilakukan?

Kejengkelan, ketidakpuasan, kemarahan, jadi alasan untuk mempermalukan. Setelah mempermalukan orang lain dengan membeberkan kesalahannya, puaskah kita? Sekejap mungkin akan merasa puas. "Rasain lo?" Barangkali begitulah celetukan yang terucap pertama kali. Setelahnya apakah rasa puas akan bertahan lama?

Disadari atau tidak, ternyata mempermalukan orang lain dengan menyampaikan keslaahnnya di muka umum adalah sebuah kesalahan. Si pelaku pasti akan membantah apa yang dilakukannya bukan sebuah kesalahan. Jawaban yang pas, "Salahnya telah berbuat salah! Biarkan saja dia menanggung akibatnya!"

Padahal ketika para penjahat berbuat kesalahan, apa jawaban mereka. Pemerkosa ketika ditanya akan menjawab, "Salahnya berpakaian minm. Aku gasak saja biar kapok!" Atau ketika penjambret ditanya pasti akan melontarkan jawaban yang sama, "Salahnya sendiri kalung emas dipamer-pamerkan. Saya jambret saja biar kapok!"

Perbandingan yang sama buat pasti mendapat pertentangan dari berbagai kalangan. Perbandingan yang tak seimbang, membuat perbandingan yang tak pas. Dan lain-lain. Kita boleh berbeda pendapat dengan hal ini.

Namun, secara akal sehat. Ketika kita salah dipermalukan di tempat umum seperti apa rasanya? Senang? Suka atau bahagia? Jika jawabannya "Iya" maka lupakan artikel ini. Tak perlu diteruskan membaca. Karena logika dan nalar kita berbeda. Terserah.

Masing-masing kita punya tanggung jawab atas apa yang telah kita kerjakan. Hak azasi manusia memang tak bisa dihalangi.

Tinggal ketika sendiri, tengah malam. Menjelang tidur, kemudian mata masih terbuka. Pikiran masih terjaga, lalu teringat bahwa siang tadi telah mempermalukan orang lain di depan umum kemudian kondisinya dibalik. Kita yang dipermalukan oleh orang lain. Seperti apa rasanya.

Saat itu, ada rasa menyesal tidak? Jika tidak, berarti yang telah dilakukannya berupa mempermalukan orang lain dengan mengungkap kesalahannya di depan umum adalah tindakan benar. Namun jika ada penyesalan, maka yang telah kita lakukan adalah salah. Bagaimana kesalahan itu kemudian kita sesali? Kini atau nanti akan sama saja.

Ada orang yang sempat menyesal dalam hidupnya atas kesalahan yang telah diperbuatnya. Dan tak sedikit yang tetap berbuat salah tanpa sempat berpikir bahwa yang telah dilakukan adalah sebuah kesalahan.

Kalau masih merasa puas dengan membuat orang malu orang lain, karena tindakan kita mempermalukannya di tempat umum dengan membeberkan kesalahannya dianggap benar. Silakan saja. Tak ada larangan untuk itu.

Bagaimana sebaiknya?
Menegur dan meluruskan kesalahan orang lain dapat dilakukan dengan sembunyi-sembunyi. Berduan tanpa diketahui oleh orang lain. Alangkah mulianya jika kita mampu menutup aib orang lain.

Demikian sebaliknya, alangkah hinanya ketika membuka aib orang lain, di depan umum pula.Membuka kesadaran bahwa yang telah dilakukan salah dapat dengan berbagai cara. Intinya adalah si pelaku salah merasa sadar telah berbuat salah.

Semoga kita semua terhindar dari sekecil apa pun kesalahan. Namun, kesalahan adalah sahabt manusia, secepat mungkin menyesali dan memperbaiki diri adalah tindakan terpuji. Demikian juga mempermalukan orang lain di depan umum. Cepat-cepat disadari bahwa yang dilakukan bukanlah tindakan terpuji.***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun