Lapangan kerja makin sulit. Kompetensi yang dimiliki dengan kompetensi lapangan kerja yang dibutuhkan belum seimbang. Di era revolusi industri 4.0 seorang tenanga kerja harus memiliki hybrid skill dalam dirinya.
Hal itu terungkap berdasarkan Laporan Emerging Jobs 2019 di Indonesia oleh LinkedIn. Platform ini menganalisa jutaan input pekerjaan yang unik dalam lima tahun terakhir, dan menemukan bahwa lima pekerjaan yang paling diminati semuanya adalah yang berhubungan dengan teknologi, banyak dari pekerjaan-pekerjaan tersebut membutuhkan kemampuan manajemen dan komunikasi.(Indotelko.com)
Seperti apa sih hybrid skill itu?
Hybrid skill adalah kompetensi teknis dan kompetensi sosial yang dipadukan. Kompetensi teknis berkaitan dengan kemampuan seseorang pada bidang teknologi informatika. Sementara kompetensi sosial erat dengan keterampilan berbahasa dan bersosialisasi.
Perubahan kondisi perusahaan-perusahaan yang ada di Indonesia menuju era digital memaksa para lulusan sarjana menguasai kompetensi teknis berkaitan dengan teknologi informatika. Kompetensi ini tidak didapatkan dibangku kuliah. Kecuali bagi lulusan sarjana teknologi informatika.
Jika hanya diperuntukkan bagi lulusan sarjana teknologi informatika, bagaimana nasib lulusan sarjana lainnya? Mau tidak mau, kompetensi teknis harus menjadi pelajaran tambahan bagi mahasiswa. Entah didapat di kampus maupun lembaga pelatihan lainnya. Jika tidak ingin tertinggal dalam persaingan mendapatkan lapangan pekerjaan.
Demikian juga dengan kompetensi sosial, kemampuan berbahasa asing. Bahasa yang banyak dibutuhkan oleh perusahaan adalah bahasa Inggris dan Mandarin.Â
Kita pasti tidak ingin lapangan kerja yang ada di negeri kita diisi oleh para pekerja dari luar negeri karena daya saing kita kalah dalam kompetensi bahasa dan kompetensi teknis tersebut. Mengingat bahwa perusahaan yang banyak beroperasi di Indonesia adalah perusahaan asing.
Mencermati hal tersebut, sudah selayaknya mulai dari hulu, para mahasiswa dibekali hybrid skill oleh kampusnya. Dengan menyisihkan sekian SKS dalam perkuliahannya untuk menggodok mahasiswa meningkatkan kompetensi telnis dan kompetensi sosialnya.Â
Dengan demikian sudah tidak mungkin lagi kurikulum di kampus bertahan pada paradigma dan lagu lama. Mengejar ketertinggalan dalam hybrid skill bagi para mahasiswanya.
Demikian juga pada jenjang SMA, pengenalan dan pembekalan hybrid skill pada peserta didiknya sudah harus mulai giat dilaksanakan. Baik melalu pembelajaran dalam kelas maupun kegiatan ekskul di sekolahnya.
Mengingat bahwa persaingan kerja semakin sengit, maka lulusan sarjana harus mampu beradaptasi secara cepar pada lingkungan kerja. Proyek magang yang saat ini sedang digalakkan oleh kempus dengan perusahaan menjadi salah satu solusi pengenalan terhadap dunia kerja.
Keinginan terbesar adalah bahwa tenaga kerja yang akan mengisi perusahaan berupa tenaga kerja yang mudah beradaptasi.Â
Pemahaman yang terkini terhadap kebutuhan dan pasokan keahlian, ketersediaan tenaga kerja, dan perubahan tenaga kerja adalah tahapan awal untuk melahirkan tenaga kerja yang sesuai dengan kebutuhan.
Solusi yang dapat ditempuh?
Untuk membekali diri dengan hybrid skill bagi sarjana yang saat ini belum mendapatkan pekerjaan, jika ingin ikut bersaing di lapangan pekerjaan yang ada di perusahaan mau tidak mau mulai sekarang mulai belajar dan berlatih kompetensi teknik dan kompetensi sosial. Lembaga bimbingan terkait kompetensi teknis dapat dipelajari dan dilatih di lembanga bimbingan teknologi informatika dan komunikasi yang tersebar di seluruh Indonesia.
Di samping itu kompetensi sosial juga menduduki posisi sangat penting. Hampir di semua kota di indonesia berdiri lembaga bimbingan bahasa. Dengan belajar dan berlatih kompetensi sosial pada lembaga bahasa tersebut kompetensi sosial yang diminta oleh perusahaan penyedia lapangan kerja dapat kita penuhi.
Jika tak sanggup mengejar dua kompetensi tersebut jangan berkecil hati, masih banyak lapangan kerja lainnya. Apa itu? Jika tak ingin bersaing di perusahaan penyedia lapangan kerja, para sarjana juga masih mampu membuka lapangan kerja sendiri. Menjadi bos bagi sebuah usaha, bagaimana pun kondisinya akan lebih membanggakan dari pada bekerja pas bos.
Ternyata untuk menjadi bos pada kegiatan usaha milik sendiri seinformal apa pun tetap saja membutuhkan hybrid skill. Pemasaran melalui media sosial tetap membutuhkan hybrid skill.
Oleh karena itu, era revolusi industri 4.0 memaksa siapapun untuk memiliki hybrid skill. Baik kita sebgai bosnya maupun sebagai pekerjanya. Jadi tak ada salahnya menyisihkan waktu mulai sekarang mengejar ketertinggalan mengejar hybrid skill yang belum mumpuni kita miliki.***
Tentang Hybrid skill silakan baca!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H