Setiap kita selama hidup pasti suatu ketika pernah mengalami hal yang menurut kita lucu. Coba saja ceritakan. Kadang waktu kit amenuliskan cerita itu kita penulisnya saja sambil tertawa. Namun, ketika orang lain baca cerita kita jangankan tertawa, tersenyum saja tidak.
Jadi bagaimana agar cerita yang kita buat bisa menggugah pembaca untuk tertawa minimal tersenyum getir?
Seperti halnya bercerita di hadapan orang lain secara langsung. Diperlukan pengantar yang memungkinkan orang lain tergelitik. Apa itu? Biasanya adalah fenomena yang sering dialami orang lain. Karena pengalaman yang sama memungkinkan orang lain terbawa pada imajinasi yang kita susun. Dan di sinilah tingkat kesulitan terbesarnya.
Mengingat pengalaman hidup yang berbeda, tidak semua orang mengalami sebuah kejadian yang sama. Jadi diperlukan wawasan yang sangat luas bagi penulisnya. Dari sisi mana sebuah cerita humor disusun. Kesulitan terbesanya terletak pada keterampilan penyusunannya.
Biasanya peristiwa yang membuat kita malu, jika diceritakan kembali akan seperti cerita humor. Apalagi dibumbui dengan kekonyolan yang mengikutinya. Namun, tak semua orang akan senang menceritakan kebodohannya, kesalahannya, atau peristiwa yang membuatnya malu. Hanya orang-orang tertentu.
Padahal menertawakan diri sendiri lebih baik daripada menertawakan orang lain. Nah, kejadian-kejadian yang mengakibatkan kita malu jika dibumbui akan menimbulkan rasa humor pada pembaca.
Kita coba saja bercerita, jika cerita kita mampu membuat orang lain tersenyum apalagi tertawa maka cerita tersebut dapat kita buat sebagai cerita humor.
Terlepas dari semuanya, tetap saja tidak semua orang mampu menyampaikan cerita humor. Apalagi menuliskannya. Dan latihan sesering mungkin menuliskan cerita humor perlahan-lahan akan mampu mencermati rasa humor dari setiap cerita yang dituliskan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H