Mohon tunggu...
Surobledhek
Surobledhek Mohon Tunggu... Guru - Cukup ini saja
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Memberi tak harap kembali

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup Pilihan

Salah Komunikasi, Kok Bisa?

28 Februari 2020   16:33 Diperbarui: 28 Februari 2020   17:21 198
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: Techno Okezone

Salah Komunikasi, Kok Bisa?

Pasti gegara WhatsApp. Kirim pesan pada istri atau suami orang. Kebetulan yang menerima bukan yang bersangkutan. Memakai kata "sayang" pula. Pasangan siapa yang tak meradang dan marah.


Bertengkarlah akhirnya. Mininal untuk satu atau dua jam ke depan akan terjadi sahut-sahutan. Jawab-jawaban. Pembelaan demi pembelaan. Anak garuk-garuk kepala melihat kelakuan orang tuanya.

Bagaimana bisa?

Standarisasi WA, pada pegaturannya ada foto profil, info, dan status ternyata akar masalahnya.

Profil kita bisa ditentukan kepada siapa saja diperlihatkan. Info dan status juga sama. Malah ada tambahan, kepada semua orang kecuali A.

Akal-akalan pun terjadi. Ternyata entah karena ketidaktahuan atau karena terlalu ahli. Status WA dibuat untuk diketahui semua orang, kecuali pasangan. Akhirnya meskipun dalam satu rumah. Kontak saling terkoneksi. Masing-masing tak mengetahui status pasangan masing-masing.

Dengan alasan status dibuat sebagai bentuk kekesalan terhadap pasangan. Jadi wajar ketika statusnya dikecualikan bagi pasangan.

Kekesalan dalam rumah tersebar lewat status Wa. Jadi konsumsi publik, terutama yang kontak WAnya saling terkoneksi. Akibatnya rahasia rumah tangga seperti ember bocor meluap kemana-mana. Sementara pasangan sendiri tak mengetahui.

Ketika ada teman, sahabat, dan rekan simpatisan menjadi teman curhat akibat status WA yang dibuat, saling mencurigai pada pasangan sendiri pun terjadi.

Komunikasi lewat media sosial lebih berasa daripada menyelesaikan secara langsung dengan pasangan. Makanya jangan heran ketika masalah kecil menjadi pertengkaran besar. Kadang makah berbuntut pada tuduhan perselingkuhan dan tak sedikit yang berakhir dengan perceraian.

Bagaimana sebaiknya? 

Tetap saja, sejak zaman dahulu kala hingga zaman melinial sekarang caranya sama. Ketika ada masalah selesaikan di dalam rumah. Jangan terbongkar ke luar. Jangan sampai orang lain tahu.

Ketika dahulu belum ada media sosial, ada masalah dalam rumah, salah satu pasangan lapor ke orangtua. Kemudian orangtua turun tangan, ikut campur urusan dalam rumah tangga. Runyam akhirnya.

Sekarang, ketika ada masalah dalam rumah tangga diunggah lewat status media sosial. Akan berakhir runyam juga.

Jadi, biarkanlah masalah yang ada di dalam rumah. Ibarat kata, bagaimana pun badai dalam rumah tangga biarkan terjadi dalam rumah saja. Jangan sampai orang luar rumah mengetahuinya.

Keterbukaan, kejujuran, dan tenggang rasa jadi faktor penentu selesainya permasalahan yang terjadi. Komunikasikan dengan baik. Dengan harapan masalah yang terjadi dalam rumah segera menemukan solusi. Bekerja sama ternyata lebih baik daripada sendiri.***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun