Salah Komunikasi, Kok Bisa?
Pasti gegara WhatsApp. Kirim pesan pada istri atau suami orang. Kebetulan yang menerima bukan yang bersangkutan. Memakai kata "sayang" pula. Pasangan siapa yang tak meradang dan marah.
Bertengkarlah akhirnya. Mininal untuk satu atau dua jam ke depan akan terjadi sahut-sahutan. Jawab-jawaban. Pembelaan demi pembelaan. Anak garuk-garuk kepala melihat kelakuan orang tuanya.
Bagaimana bisa?
Standarisasi WA, pada pegaturannya ada foto profil, info, dan status ternyata akar masalahnya.
Profil kita bisa ditentukan kepada siapa saja diperlihatkan. Info dan status juga sama. Malah ada tambahan, kepada semua orang kecuali A.
Akal-akalan pun terjadi. Ternyata entah karena ketidaktahuan atau karena terlalu ahli. Status WA dibuat untuk diketahui semua orang, kecuali pasangan. Akhirnya meskipun dalam satu rumah. Kontak saling terkoneksi. Masing-masing tak mengetahui status pasangan masing-masing.
Dengan alasan status dibuat sebagai bentuk kekesalan terhadap pasangan. Jadi wajar ketika statusnya dikecualikan bagi pasangan.
Kekesalan dalam rumah tersebar lewat status Wa. Jadi konsumsi publik, terutama yang kontak WAnya saling terkoneksi. Akibatnya rahasia rumah tangga seperti ember bocor meluap kemana-mana. Sementara pasangan sendiri tak mengetahui.
Ketika ada teman, sahabat, dan rekan simpatisan menjadi teman curhat akibat status WA yang dibuat, saling mencurigai pada pasangan sendiri pun terjadi.