Bagi warga asli keturunan Banjarmasin, suku Banjar baik Banjar Kuala maupun Banjar Hulu pasti tak asing dengan tanaman bernama ilatung.
Hampir di semua hutan, baik hutan pedalaman maupun hutan pinggiran banyak ditumbuhi pohon ilatung. Bentuk pohonnya persis rotan. Namun diameternya bisa lima hingga tujuh laki rotan.
Berbeda dengan rotan yang dibudidayakan dengan penanaman kembali di kebun-kebun tradisional masyarakat Kalimantan. Terutama Kalimantan Selatan dan Tengah, ilatung tumbuh bebas.
Mengingat daya tahannya begitu kuat terhadap cuaca dan iklim sehingga tumbuh subur di dalam hutan. Gaya hidupnya dengan cara merambat pada pohon di dekatnya. Semakin tinggi dan rimbun hutan tersebut, ilatung akan semakin subur.
Kebiasaan masyarakat Kalimantan, batang Ilatung yang sudah tua digunakan sebagai kerangka pada meja dan kursi kerajinan. Sebelum digunakan terlebih dahulu direndam guna mengantisipasi lapuk dimakan jamur. Perendaman dapat dilakukan di sungai atau danau sekitar hutan beberapa minggu.
Pada saat ilatung sudah kering selalu keras. Untuk membentuk agar bisa lentur mengikuti bentuk yang dinginkan digunakan pemanas. Dalam istilah orang Banjar disebut melabang. Alat yang digunakan tergantung kebutuhan.
Ada yang seperti blower dengan api dari gas. ada juga yang menggunakan tungku arang. Yang jelas ketika ilatung pada posisi panas bisa dibentuk apa saja sesuai dengan keinginan.
Selain itu juga ilatung dapat dibuat bingkai pada kerajinan nyiru atau tampah. Sementara bagian tengahnya diisi dengan anyaman bambu yang ditipiskan. Sedangkan untuk pengikar setiap ujung-ujungnya juga digunakan rotan yang diraut kecil-kecil.
Bagi masyarakat Kalimantan yang berada di pinggiran sungai dan rawa, biasanya ilatung dijadikan bingka pada alat tangkap ikan. Seperti lukah tempirai dan hampang.