Namanya penulis karbitan. Saya sangat senang jika tulisan saya ada yang baca. Maka iseng-iseng artikel yang saya buat saya share ke sebuah grup WA baru. Isinya adalah rekan-rekan guru yang kebetulan berasal dari seluruh Indonesia.
Sebenarnya jumlah peserta pelatihannya tak banyak, hanya sekitar 170 orang. Terbagi menjadi 5 kelas. Jadi pertemuan bersama hanya terjadi pembukaan pada saat pembukaan. Wajar saja ketika masing-masing peserta tak saling mengenal. Hanya teman satu kelas yang akrab.
Pada waktu itu yang saya share adalah artikel tentang acara pembukaan kegiatan. Seperti reportase gitu. Saya cantumkan beberapa foto kegiatan pembukaan dan kata sambutan yang saya ketik ulang sekenanya, sesuai yang saya ingat saja.
Setelah beberapa saat saya share di grup WA tersebut saya cek, berapa orang yang telah membaca dengan cara klik info grup. Sepertinya hampir semua melihat. Saya tidak tahu apakah mereka membaca atau sekedar melihat dan menghapus pesan grup tersebut.
Yang jelas, hingga tengah malam tak satu pun ada komentar tentang artikel yang saya bagikan. Entah karena tidak berminat atau takut link yang saya bagikan adalah link virus. Sebenarnya saya maklumi.
Dalam hati saya berpikir. Mungkin mereka tak kenal blog tempat saya menulis itu. Atau karena kebiasaan membaca dari laman online masih kurang atau curiga bahwa link itu tak bermanfaat bagi mereka.
Mengingat dari 170 ditambah beberapa panitia dan nara sumber yang dimasukkan dalam grup tersebut tak satu pun ada yang berkomentar. Saya terpancing memberikan komentar atas link yang saya bagi.
"Gak ada yang berminat ya, melihat kegiatan pembukaan siang tadi?" kata saya pada grup WA tersebut.
Dan jawaban yang sungguh mengagetkan saya terima adalah seseorang yang hingga kini saya tak mengenal orangnya, karena bukan satu kelas. Teman-teman sekelas juga saya tanya tak ada yang mengenalnya.
Orang itu menulis, "Mohon maaf ya, jangan suka melacurkan diri demi sesuap nasi."
Kekagetan itulah yang membuat saya berpikir ulang. Apa yang salah dengan penulis? Apakah setiap penulis adalah pewarta atau wartawan? Apakah wartawan melacurkan diri demi sesuap nasi?
Karena saya bukan wartawan maka jelas saya tersinggung. Bagaimana tidak. Saya hanya menulis untuk mengabarkan, bahwa kegiatan kami sudah disebarkan ke halayak ramai agar diketahui. Itu saja. Tak ada muatan apa-apa.