Mohon tunggu...
Surobledhek
Surobledhek Mohon Tunggu... Guru - Cukup ini saja
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Memberi tak harap kembali

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Sebutan (Melacurkan Diri) untuk Wartawan dan Blogger, Pantaskah?

11 Februari 2020   21:03 Diperbarui: 11 Februari 2020   21:23 354
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Namanya penulis karbitan. Saya sangat senang jika tulisan saya ada yang baca. Maka iseng-iseng artikel yang saya buat saya share ke sebuah grup WA baru. Isinya adalah rekan-rekan guru yang kebetulan berasal dari seluruh Indonesia.

Sebenarnya jumlah peserta pelatihannya tak banyak, hanya sekitar 170 orang. Terbagi menjadi 5 kelas. Jadi pertemuan bersama hanya terjadi pembukaan pada saat pembukaan. Wajar saja ketika masing-masing peserta tak saling mengenal. Hanya teman satu kelas yang akrab.

Pada waktu itu yang saya share adalah artikel tentang acara pembukaan kegiatan. Seperti reportase gitu. Saya cantumkan beberapa foto kegiatan pembukaan dan kata sambutan yang saya ketik ulang sekenanya, sesuai yang saya ingat saja.

Setelah beberapa saat saya share di grup WA tersebut saya cek, berapa orang yang telah membaca dengan cara klik info grup. Sepertinya hampir semua melihat. Saya tidak tahu apakah mereka membaca atau sekedar melihat dan menghapus pesan grup tersebut.

Yang jelas, hingga tengah malam tak satu pun ada komentar tentang artikel yang saya bagikan. Entah karena tidak berminat atau takut link yang saya bagikan adalah link virus. Sebenarnya saya maklumi.

Dalam hati saya berpikir. Mungkin mereka tak kenal blog tempat saya menulis itu. Atau karena kebiasaan membaca dari laman online masih kurang atau curiga bahwa link itu tak bermanfaat bagi mereka.

Mengingat dari 170 ditambah beberapa panitia dan nara sumber yang dimasukkan dalam grup tersebut tak satu pun ada yang berkomentar. Saya terpancing memberikan komentar atas link yang saya bagi.

"Gak ada yang berminat ya, melihat kegiatan pembukaan siang tadi?" kata saya pada grup WA tersebut.
Dan jawaban yang sungguh mengagetkan saya terima adalah seseorang yang hingga kini saya tak mengenal orangnya, karena bukan satu kelas. Teman-teman sekelas juga saya tanya tak ada yang mengenalnya.

Orang itu menulis, "Mohon maaf ya, jangan suka melacurkan diri demi sesuap nasi."

Kekagetan itulah yang membuat saya berpikir ulang. Apa yang salah dengan penulis? Apakah setiap penulis adalah pewarta atau wartawan? Apakah wartawan melacurkan diri demi sesuap nasi?

Karena saya bukan wartawan maka jelas saya tersinggung. Bagaimana tidak. Saya hanya menulis untuk mengabarkan, bahwa kegiatan kami sudah disebarkan ke halayak ramai agar diketahui. Itu saja. Tak ada muatan apa-apa.

Seperti apa sih wartawan yang disebut melacurkan diri demi sesuap nasi itu?

Istilah pelacur pun demi menjaga perasaan mereka disamarkan menjadi PSK. Dan mereka adalah penjual jasa seksual, seperti oral seks atau hubungan seks. Tujuannya, demi mendapatkan uang. Kini, pekerja itu sering disebut dengan istilah pekerja seks komersial (PSK).

Dahulu banyak juga wartawan dianggap menjual diri. Wartawan yang menjual idealisme demi kepentingan diri, disebut juga melacurkan diri.

Melacurkan diri tak jauh beda menjual idealisme. Menggadaikan harga diri demi sesuap nasi. Alangkah naifnya jika itu terjadi pada wartawan. Misalnya, mereka menakut-nakuti orang lain dengan kartu pers. Mengancam dan lain sebagainya. Ancaman berakhir jika diberi uang, baru dia tidak akan mecam-macam lagi.

Masih adakah jenis wartawan yang membawa kartu pengenal, memamerkan kartu kemudian mengancam akan membeberkan keburukan seseprang atau instansi yang didatanginya?

Era keterbukaan informasi dan akses membuka siapa pun untuk menuliskan sesuatu yang dilihat, didengar, dan dialami ke dalam laman online. Baik dalam media sosial, blog pribadi, blok kroyokan dan sejenisnya, maupu  dalam blog youtube dalam bentuk video.

Tak jarang berita yang disampaikan adalah sebuah kebobongan yang dibesar-besarkan. Kemudian bersama-sama berkelompok memviralkan berita tersebut dalam media-media sosial yang ada.

Apakah mereka mendapat balas jasa berupa uang dari orang tertentu? Jika tidak, apakah mereka disebut melacurkan diri demi sesuap nasi? Atau mungkin orang-orang tertentu yang memang sengaja dibayar untuk jadi penyebar berita tertentu, mereka ini orang yang dimaksud?

Yang jelas, fenomenanya sudah berubah. Kalau dahulu mereka datang ke orang-orang tertentu membawa kartu pers. dan menakut-nakuti seseorang atau pejabat tertentu dengan ancaman untuk meminta sejumlah uang.

Sekarang mereka duduk manis dalam kamar dan laptop atau gawai ditangan mendapat instruksi tertentu dari orang yang menggajinya atau memberi upah atas kerjanya membuat konten terntu. Apakah mereka ini yang disebut melacurkan diri demi sesuap nasi?

Kalau misalnya dunia maya, para blogger dan penulis lepas yang pengen dikenal, dengan terkenalnya itu ia dapat membentuk personal branding.Tapi juga personal branding penulis atau blogger tidak dapat hanya dibatasi oleh isi tulisan.

Dalam arti personal branding dapat terbentuk tidak hanya dengan ketika kita menulis suatu topik dan topik yang kita tulis itu-itu melulu. Apakah blogger begini termasuk dalam sebutan melacurkan diri demi sesuap nasi?

Ketika para penulis baik blogger terikat atau lepas maupun wartawan terikat dengan kartu persnya, ketika mereka tidak menggadaikan harga dirinya untuk sesuatu yang merugikan banyak orang, mereka layak disebut pahlawan.

Dari tangan mereka berita yang membangun dan mendamaikan serta memajukan bangsa terlahir. Oleh karena itu, dalam rangka peringatan hari pers nasional yang telah kita lewati dapat dijadikan cermin diri bagi semuanya.

Mereka yang bergelut dalam media berita agar tidak menggadaikan harga dirinya demi sebuah bayaran, atau memberikan ancaman untuk menakuti orang-orang yang diincarnya. Semoga.***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun