SIAPA di antara kita yang sering curhat? Tanyakan ini pada teman-temanmu. Kalau di WhatsApp Grup pertanyaan tersebut kita lontarkan dalam percakapan grup, kira-kira ada yang menjawab tidak?
Menurut saya, kecil kemungkinan ada yang ngaku sering curhat. Apakah orang yang suka curhat malu?
Yang jelas, ketika ingin memulai curhat pasti sering kita dengar kalimat, "Jangan diceritakan kepada orang lain ya. Ini rahasia. Ini antara kita berdua saja. Dan seterusnya."
Apa sih perlunya curhat?
Setiap orang hidup pasti berhadapan dengan masalah. Dan tidak semua orang sanggup memendam masalah dan menyelesaikannya sendiri. Ada kalanya dengan curhat mereka menganggap separo masalahnya selesai. Koq bisa?
Selidik punya selidik ternyata masalah yang sering dicurhatkan bukanlah masalah yang dihadapi untuk mendapatkan penyelesaian, melainkan sebuah kegundaan karena masalah yang dihadapi.
Nah, ketika kegundahan yang dipendam dalam hati dicurhatkan kepada orang lain, maka bebannya seperti telah terlepas. Sementara masalahnya selesai tidak? Kadang malah tak selesai. Bahkan tak sedikit kemudian yang mendatangkan masalah baru.
Ambil contoh, ketika curhatan berkaitan dengan masalah pekerjaan yang terlalu banyak diberikan oleh atasan. Curhatannya adalah tentang kemarahan, kebencian pada atasan. Panjang lebar  bentuk pekerjaan yang belum diselesaikan diceritakan. Termasuk kadang mimik wajah atasannya diceritakan secara detail.
Bayangkan sekarang, ketika orang yang diajak curhat adalah teman dekatnya atasannya juga. Dan dia kemudian curhat kepada atasan tadi, kira-kira bagaimana jadinya? Pasti runyam. Masalah demi masalah akan bertambah.
Sementara pekerjaan yang dicurhatkan tadi selesai tidak? Tidak selesai lah. Kan curhatan tidak meminta bantuan untuk ikut menyelesaikan masalah.
Yang mengerikan adalah ketika curhatan disampaikan lewat status media sosial. Hatinya akan lega ketika yang me-like statusnya banyak. Atau ketika komen yang diberikan pada status curhatan tersebut sejibun. Maka senanglah yang empunya curhat.