Pergantian Waktu
Ketika jarum jam berputar tak seperti biasanya,
harusnya kita layak bertanya: ada apa dengan waktu?
Harusnya 60 detik disebut 1 menit,
60 menit sama dengan satu jam,
dan 24 jam adalah satu hari satu malam,
jarum jam bergerak sesuai iramanya,
tapi mengapa dalam 24 jam kita tak melakukan pergerakan?
Bukankah jarum jam berputar melingkar secara periodik,
namun kita justru mengikutinya?
Dan, mengapa 24 jam kita hanya begini-begini saja,
mengurus diri sendiri saja tak kuasa?
Sementara 24 jam bagi direktur,
mereka mampu mengurus perusahaan raksasa,
menjadi penguasa dengan jutaan pengikutnya.
Bukankah waktu yang diberikan sama?
Waktu berlalu, sementara kita asyik di hadapan gawai dan tertawa-tawa,
24 jam terlewat tak terasa.
Bukankah mata kita telah lelah mengamati layar bercahaya?
Yang jelas,
jarum jam akan berputar,
ia tak peduli sekitar,
kompaktor stum menggilas rata waktu hilang sia-sia.
Tanpa kita sadari, mata mulai lelah dan rabun, rambut mulai beruban, dan gigi tanggal satu persatu.
Waktu, kita tidak sedang mengutuk waktu.
Kita tidak sedang mengutuk pengusaha dan penguasa.
Kita tidak sedang mengutuk layar gawai.
Sebentar lagi, kita akan dikutuk oleh waktu,
berlari sangat laju kemudian mengusung kita pada keranda waktu yang tak memiliki hitungan tertentu.
Tanah Bumbu, 31 Desember 2019