Mohon tunggu...
Rooy John
Rooy John Mohon Tunggu... Administrasi - Cuma Orang Biasa

God gave me a pair of wings Love and Knowledge With both, I would fly back home to Him

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Muara (32)

8 Mei 2022   12:33 Diperbarui: 8 Mei 2022   12:37 183
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

Tanya. Selidik. Bertian kini kah laki-laki? Menunduk. Merintih. Berkacak namun mengaduh. Muka pucat pasi pun sakit mencekik.

 

Guruh memeluk senapannya erat-erat. Ia duduk menjauh dari pasukan. Pada bagian paling depan lobang pertahanan. Marah. Kecewa. Curiga. Benci. Semua bercampur menjadi satu. Meracuni pikirannya dan membusukkan semangat tempurnya.

“Aku ingin meledakkan kepalanya. Andikara.” Sungut Guruh saat Suami Menik menemuinya di lobang pertahanan.

“Aku paham. Tapi itu bukan hal penting.” Suami Menik menepuk pundaknya.

Guruh menatap kakak iparnya.

“Ada hal lain yang lebih penting yang harus kamu ketahui. Hal yang kujanjikan untuk diungkap. Hal yang tidak ditanyakan seorangpun dari pasukan karena euforia kemenangan hari ini.”

“Apa itu Mas?”

“Kami bertemu dengan dua orang di Boaz. Mungkin lebih tepatnya dua pribadi.”

Guruh meletakkan senapannya ke dinding liang perlindungan. Ia menata duduknya. Sekarang ia berhadapan dengan kakak iparnya.

“Dua pribadi?”

“Iya. Keduanya mengenalmu sangat dekat. Mereka bahkan melukiskanmu lebih dari yang aku tahu. Sama seperti pengalamanmu, kami dibawa menjelajahi pemukiman. Tetapi sama sekali tidak menemukan siapa pun,  selain keduanya. Mereka membawa kami melihat pintu matriks Boas. Sama sepertimu, aku tidak memahami apa yang aku lihat di sana dan apa yang aku lihat dari sini.”

“Mereka mengenalku?”

“Sangat mengenalmu.”

“Siapa mereka?”

“Mereka tidak menyebut nama. Tetapi mereka menitipkan ini kepada kami. Mereka memintanya untuk diserahkan padamu. Tidak boleh seorang pun tahu.” Suami Menik menyerahkan secarik kertas.

Guruh membukanya. Ia mengenal dengan sangat baik tulisan siapa yang menggores pesan itu. Tetapi hatinya menyangkal penglihatannya.

Sebuah pesan yang ditulis di atas selembar kartun hitam dengan grafis spidol putih.

Pater hemon, ho en tois ouranois hagiastheto to onoma sou; eltheto he basileia sou;  genetheto to thelema sou: hos en ouranoi, kai epi tes ges; ton arton hemon ton epiousion dos hemin semeron; kai aphes hemin ta opheilemata hemon, hos kai hemeis aphiemen tois opheiletais hemon; kai me eisenenkeis hemas eis peirasmon, alla rhusai hemas apo tou ponerou. 

(Hoti sou estin he basileia, kai he dunamis, kai he doxa eis tous aionas: Amen)

Guruh meraih kantong plastik kecil dari saku kirinya. Dilipatnya kartun itu. Dimasukan ke dalam kantong plastic. Kemudian dimasukan kembali ke saku kiri bajunya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun