Tanya. Selidik. Bertian kini kah laki-laki? Menunduk. Merintih. Berkacak namun mengaduh. Muka pucat pasi pun sakit mencekik.
Guruh memeluk senapannya erat-erat. Ia duduk menjauh dari pasukan. Pada bagian paling depan lobang pertahanan. Marah. Kecewa. Curiga. Benci. Semua bercampur menjadi satu. Meracuni pikirannya dan membusukkan semangat tempurnya.
“Aku ingin meledakkan kepalanya. Andikara.” Sungut Guruh saat Suami Menik menemuinya di lobang pertahanan.
“Aku paham. Tapi itu bukan hal penting.” Suami Menik menepuk pundaknya.
Guruh menatap kakak iparnya.
“Ada hal lain yang lebih penting yang harus kamu ketahui. Hal yang kujanjikan untuk diungkap. Hal yang tidak ditanyakan seorangpun dari pasukan karena euforia kemenangan hari ini.”
“Apa itu Mas?”
“Kami bertemu dengan dua orang di Boaz. Mungkin lebih tepatnya dua pribadi.”
Guruh meletakkan senapannya ke dinding liang perlindungan. Ia menata duduknya. Sekarang ia berhadapan dengan kakak iparnya.
“Dua pribadi?”
“Iya. Keduanya mengenalmu sangat dekat. Mereka bahkan melukiskanmu lebih dari yang aku tahu. Sama seperti pengalamanmu, kami dibawa menjelajahi pemukiman. Tetapi sama sekali tidak menemukan siapa pun, selain keduanya. Mereka membawa kami melihat pintu matriks Boas. Sama sepertimu, aku tidak memahami apa yang aku lihat di sana dan apa yang aku lihat dari sini.”
“Mereka mengenalku?”
“Sangat mengenalmu.”
“Siapa mereka?”
“Mereka tidak menyebut nama. Tetapi mereka menitipkan ini kepada kami. Mereka memintanya untuk diserahkan padamu. Tidak boleh seorang pun tahu.” Suami Menik menyerahkan secarik kertas.
Guruh membukanya. Ia mengenal dengan sangat baik tulisan siapa yang menggores pesan itu. Tetapi hatinya menyangkal penglihatannya.
Sebuah pesan yang ditulis di atas selembar kartun hitam dengan grafis spidol putih.
Pater hemon, ho en tois ouranois hagiastheto to onoma sou; eltheto he basileia sou; genetheto to thelema sou: hos en ouranoi, kai epi tes ges; ton arton hemon ton epiousion dos hemin semeron; kai aphes hemin ta opheilemata hemon, hos kai hemeis aphiemen tois opheiletais hemon; kai me eisenenkeis hemas eis peirasmon, alla rhusai hemas apo tou ponerou.
(Hoti sou estin he basileia, kai he dunamis, kai he doxa eis tous aionas: Amen)
Guruh meraih kantong plastik kecil dari saku kirinya. Dilipatnya kartun itu. Dimasukan ke dalam kantong plastic. Kemudian dimasukan kembali ke saku kiri bajunya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H