Mohon tunggu...
Rooy John
Rooy John Mohon Tunggu... Administrasi - Cuma Orang Biasa

God gave me a pair of wings Love and Knowledge With both, I would fly back home to Him

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Muara (14)

20 April 2022   00:14 Diperbarui: 20 April 2022   00:17 119
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

"Sejujurnya...kamu sekarang berubah, Dik."

"Bukankah yang abadi hanya perubahan, Mbak?"

"Kamu terlihat aneh di mataku."

"Syukurlah."

"Maksudnya?"

"Mbak Menik tidak berbicara sama seperti teman-temanku."

"Apa yang mereka bicarakan?"

"Mereka bilang aku penganut sekte tertentu."

 

 

Menik diam. Dunia memiliki aturan umum. Kebenaran umum. Kesepakatan akan norma yang berlaku umum. Tetapi tidak untuk Guruh. Juga tidak untuk orang-orang yang sepikiran dengannya. Persis seperti kata suaminya. Mereka berjalan di luar kurva.

Sejak pagi Menik ingin mengutarakan pikirannya dan mendengar dari Guruh apa yang ia pikirkan. Tetapi anak-anak ternyata pulang sekolah lebih awal sehingga Guruh menjemput dan mengantar mereka kembali ke Selomerto, baru kemudian menjemputnya. Dari perspektif lain, ini seperti a blessing in disguise. 

"Jadi kamu menarik dua per tiga tabunganmu?," suara Menik datar. Ia berharap ini bukan api penyulut sawala.

"Iya, Mbak," Guruh menjawab mantap.

"Uangnya kamu pakai buat apa?"

"Membeli tanah. Membeli emas. Sisanya aku pegang."

"Pertimbangannya apa?"

"Hanya mengantisipasi shut down sistem perbankan."

"Karena konflik Ukraina?"

"Salah satunya, Mbak."

Menik memiliki ribuan argumen untuk mematahkan pendapat adiknya. Tetapi ia tidak ingin berhenti pada bangun pikirnya. Ia ingin lebih dari itu. Mendengar pendapat Guruh. Menilik keakuratannya. Mengambil bagian yang dibutuhkan. Ia akan membangun pola pikir baru.

"Salah duanya, apa?"Mata Menik menangkap para penjual balon di alun-alun kota. Ia mengendarai mobilnya mengitari alun-alun dan berbalik arah ke Selomerto.

"Mengantisipasi uang digital,"

"Apa itu?"

"Uang dalam format digital."

"Seperti aplikasi dompet digital yang kita punya?"

"Tidak sama."

"Jelaskanlah...."

"Dompet digital itu aplikasi untuk transaksi online. Aplikasi yang terhubung dengan akun bank pemiliknya. Mbak Menik punya rekening bank. Rekening bank itu digunakan sebagai backbone aplikasi. Mbak, mengisi saldo dompet digital dari saldo rekening bank."

"Kalau uang digital kita gak butuh saldo rekening?"

"Uang digital tidak butuh aplikasi pihak ketiga. Kita punya akun. Kita bisa menggunakan uang itu langsung untuk transaksi."

"Aku tidak melihat alasan bahwa kamu harus menarik dua per tiga tabunganmu. Kamu bisa menggunakannya. Karena kamu tetap memiliki rekening." Menik menemukan lorong kecil untuk menyusupkan peluru kendali argumennya.

"Aku harus menariknya, karena dua alasan. Pertama, uang digital akan mengakhiri uang kartal. Kedua, uang digital menggunakan identitas digital."

"Jadi jika uang digital diluncurkan tidak ada lagi uang kertas dan koin?"

"Tidak ada. Semua transaksi langsung menggunakan platform digital."

Guruh memutar brim topinya ke belakang. Diusapnya wajahnya dengan dua belah telapak tangan.

"Kita memiliki KTP digital. Tidak ada alasan untuk khawatir." Menik mencoba meyakinkan diri bahwa diskusi ini dapat diarahkan pada argumennya. Meski ia sudah menyadari bahwa peluru kendali argumennya kini runtuh satu demi satu.

"KTP digital bukan identitas digital,"suara Guruh hampir tidak terdengar.

"Kalau bukan KTP digital lalu apa?", Menik mengejar.

"Identitas digital adalah kode genetika manusia yang sudah diedit."

"Maksudnya?"

"Bukankah Mbak melihat proses editing genetika manusia terjadi dimana-mana?"Guruh mencoba menahan suaranya.

"Guruh.....itu bukan editing gen manusia, "Menik mencoba bertahan di benteng argumennya.

"Kata siapa bukan gen editing?" suara Guruh meninggi.

"Itu untuk kesehatan publik." Menik menahan argumennya yang semakin rapuh.

"Mbak, aku lebih percaya kata-kata Dr.Robert Malone. Teknologi injeksi ini ditemukan oleh Dr.Malone, bukan yang lain."

"Aku pikir sudah ada klarifikasi tentang itu."

"Klarifikasi apa, Mbak? Stefan Oelrich dengan jelas mengakui itu edit genetika manusia."

Oh, siang. Tuturkanlah pada puan pembawa pelita. Langit cerlang di atas tak butuh api penerang jalan. Pada jiwa yang rindu akan cahaya. Biarlah raga diam dalam khusuk tapa dan sunyi pitutur. Mati segala hasrat. Membusuk semua ambisi. Sampai telinga mendengar degub detak jantung dan nada bisikan angin.

Menik tenggelam dalam kelu. Sisa waktu perjalanan Wonosobo -- Selomerto terasa begitu panjang baginya. Sepi yang mencekam.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun